20 Februari 2020

Kontroversi RUU Ketahanan Keluarga, Pemerintah Dianggap Urusi Ranah Privat

Cari tahu apa saja pasal-pasal yang menjadi kontroversial
Kontroversi RUU Ketahanan Keluarga, Pemerintah Dianggap Urusi Ranah Privat

Setelah ramainya perbincangan tentang pasal kontroversial RKUHP pada September 2019 kemarin, kali ini publik menyorot terkait RUU (Rancangan Undang-Undang) tentang Ketahanan Keluarga.

Mengutip Liputan6.com, RUU Ketahanan Keluarga ini diajukan oleh lima anggota DPR lintas fraksi, yaitu Ledia Hanifia (PKS), Netty Prasetyani (PKS), Endang Maria Astuti (Golkar), Sodik Mujahid (Gerindra) dan Ali Taher (PAN).

Publik mengkritik bahwa RUU Ketahanan Keluarga tersebut diangaap mencampuri ranah pribadi. Salah satunya Nurul Arifin, Ketua Kelompok Fraksi (Kapoksi) Badan Legislasi dari Fraksi Partai Golkar.

"Tidak seharusnya urusan domestik cara mengurus dan mengasuh anak diintervensi negara. Setiap keluarga, bahkan setiap anak memiliki entitasnya masing-masing," ujarnya pada Kamis (20/2) mengutip Kompas.com.

Baca Juga: 5 Tips untuk Suami Agar Cepat Punya Anak, Baca Berdua Yuk Moms!

Kontroversi Draf Rancangan Undang-Undang Ketahanan Keluarga

Lalu, apa saja draf RUU Ketahanan Keluarga yang dianggap kontroversial oleh publik? Baca lebih lanjut untuk mengetahuinya berikut ini ya, Moms.

1. Mengatur Peran dan Tanggung Jawab Suami

RUU Ketahanan Rumah Tangga-1
Foto: RUU Ketahanan Rumah Tangga-1

Foto: Orami Photo Stock

Mengutip Detik.com, pada Pasal 25 ayat (2), dipaparkan bahwa tugas suami adalah bertanggung jawab atas keutuhan dan kesejahteraan keluarga hingga musyawarah dalam menangani masalah keluarga.

Pasal 25

(2) Kewajiban suami sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), antara lain:

(a) Sebagai kepala Keluarga yang bertanggung jawab untuk menjaga keutuhan dan kesejahteraan Keluarga, memberikan keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya, dan bertanggung jawab atas legalitas kependudukan Keluarga;

(b) melindungi keluarga dari diskriminasi, kekejaman, kejahatan, penganiayaan, eksploitasi, penyimpangan seksual, dan penelantaran;

(c) melindungi diri dan keluarga dari perjudian, pornografi, pergaulan dan seks bebas, serta penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya; serta

(d) melakukan musyawarah dengan seluruh anggota keluarga dalam menangani permasalahan keluarga.

Baca Juga: Selain Ashraf, Ini 5 Artis yang Kena Serangan Jantung Mendadak

2. Turut Mengatur Tentang Kamar Orang Tua dan Anak

RUU Ketahanan Rumah Tangga-2
Foto: RUU Ketahanan Rumah Tangga-2

Foto: Orami Photo Stock

Melansir Kompas.com, Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketahanan Keluarga juga turut mengatur hingga persoalan kamar anak dan orang tua, yang diatur dalam Pasal 33 RUU Ketahanan Keluarga.

Pasal 33

(1) Setiap keluarga bertanggung jawab untuk memenuhi aspek ketahanan fisik bagi seluruh anggota keluarga, antara lain memenuhi kebutuhan pangan, gizi dan kesehatan, sandang, dan tempat tinggal yang layak huni.

Sementara itu, dalam ayat 2 mencatut tiga karakteristik yang harus dipenuhi keluarga guna memenuhi aspek ketahanan fisik tersebut:

  • Pertama, memiliki sirkulasi udara, pencahayaan, dan sanitasi air yang baik.
  • Kedua, memiliki ruang tidur yang tetap dan terpisah antara orangtua dan anak, serta terpisah antara anak laki-laki dan perempuan.
  • Terakhir, tersedianya kamar mandi dan jamban yang sehat, tertutup, dapat dikunci dan aman dari kejahatan seksual.

3. Pelaku Penyimpangan Seksual Harus Direhabilitasi

RUU Ketahanan Rumah Tangga-3.jpg
Foto: RUU Ketahanan Rumah Tangga-3.jpg (uatrav.com)

Foto: uatrav.com

Dalam draf RUU Ketahanan Keluarga dituliskan bahwa Pasal 74 mewajibkan pemerintah pusat dan pemerintah daerah melaksanakan penanganan kerentanan keluarga. Salah satunya adalah masalah krisis keluarga.

Salah satu masalah krisis keluarga, yaitu penyimpangan seksual, akan ditangani badan ketahanan keluarga. Pelaku penyimpangan seksual akan menjalani sejumlah rehabilitasi.

Pasal 85

Badan yang menangani Ketahanan Keluarga wajib melaksanakan penanganan Krisis Keluarga karena penyimpangan seksual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 ayat (3) huruf f berupa:

(a) rehabilitasi sosial;

(b) rehabilitasi psikologis;

(c) bimbingan rohani; dan/atau

(d) rehabilitasi medis.

Penyimpangan seksual itu dijelaskan berupa, sadisme, masokisme, homoseks dan incest.

Baca Juga: Serangan Jantung Terjadi Setelah Berolahraga, Benarkah Keduanya Berhubungan?

4. Donor Sperma dan Ovum Bisa Dipenjara

RUU Ketahanan Rumah Tangga-4
Foto: RUU Ketahanan Rumah Tangga-4

Foto: Orami Photo Stock

Selain itu, RUU Ketahanan Keluarga juga membahas bahwa pendonor dan penerima sperma atau ovum bisa dijatuhi tindak pidana. Mengutip Tempo.co, hal ini tertulis pada pasal 193 draf RUU Ketahanan Keluarga.

Pasal 193

Setiap orang yang dengan sengaja memperjualbelikan sperma atau ovum, mendonorkan secara sukarela, atau menerima donor sperma atau ovum yang dilakukan secara mandiri ataupun melalui lembaga untuk keperluan memperoleh keturunan, dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500 juta.

Bila tindakan donor sperma ini melibatkan korporasi, korporasi tersebut dapat dijatuhi pidana denda paling banyak Rp5 miliar, dan bisa dijatuhi pidana tambahan yaitu pencabutan izin usaha dan/atau pencabutan status badan hukum.

Itu dia Moms, kontroversi RUU Ketahanan Keluarga yang sedang ramai dibicarakan publik.

Konten di bawah ini disajikan oleh advertiser.
Tim Redaksi Orami tidak terlibat dalam materi konten ini.


FOLLOW US

facebook
twitter
instagram
spotify
tiktok

Orami Articles — Artikel Seputar Parenting, Kesehatan,
Gaya Hidup dan Hiburan

Copyright © 2024 Orami. All rights reserved.

rbb