11 November 2022

Hari Ayah Nasional: Memahami Pentingnya Peran Ayah dalam Pengasuhan Anak

Semoga semua ayah dapat bahagia dan menjalankan perannya dalam keluarga dengan maksimal
Hari Ayah Nasional: Memahami Pentingnya Peran Ayah dalam Pengasuhan Anak

Peringatan Hari Ayah di sejumlah negara memiliki tanggal yang berbeda. Di Indonesia, Hari Ayah Nasional jatuh pada 12 November.

Sebagian besar negara di dunia memperingati Hari Ayah atau Father's Day setiap hari minggu pekan ketiga pada bulan Juni.

Terlepas dari perbedaan tanggal, tujuan peringatan Hari Ayah di seluruh dunia tetaplah sama, yakni:

  • Memberi penghargaan kepada para ayah atas cinta kasih.
  • Menghargai perjuangan ayah.
  • Meghargai pengorbanan terhadap anak serta keluarga.

Selama ini, kita sering sekali mendengar istilah hubungan antara anak dan Moms, tetapi jarang sekali pembahasan mengenai hubungan antara anak dan ayahnya.

Padahal dukungan, kehadiran, dan keterlibatan ayah dalam tumbuh kembang anak sangatlah penting dan memiliki pengaruh yang besar.

Sebelum membahas lebih lanjut, Moms dan Dads juga perlu tahu sejarah Hari Ayah Nasional.

Baca Juga: Dukung Kegiatan Belajar, Ini Rekomendasi Laptop untuk Anak Sekolah

Sejarah Hari Ayah Nasional

Anak Memberi Kado untuk Ayah
Foto: Anak Memberi Kado untuk Ayah (Freepik.com/our-team)

Hari yang spesial ini diperingati sebagai ungkapan terima kasih kepada sosok ayah sebagai tulang punggung, sandaran, dan pelindung dalam rumah tangga.

Walaupun bukan menjadi hari libur nasional, banyak masyarakat Indonesia yang tetap merayakan hari spesial ini.

Umumnya, Hari Ayah Nasional dirayakan dengan memberi hadiah dan berkumpul bersama anggota keluarga lainnya.

Sama seperti di negara-negara lain, peringatan Hari Ayah Nasional mempunyai sejarahnya sendiri.

Melansir Kemdikbud.go.id, Hari Ayah Nasional lahir dari prakarsa paguyuban Satu Hati, lintas agama dan budaya yang bernama Perkumpulan Putra Ibu Pertiwi (PPIP).

Awalnya, tahun 2014, PPIP mengadakan peringatan Hari Ibu di Solo dengan cara mengadakan sayembara menulis surat untuk Ibu.

Acara ini disambut antusias oleh peserta sehingga mereka menanyakan kapan peringatan yang sama untuk ayah digelar.

Terlebih, Hari Bapak atau Hari Ayah dipandang perlu, sebab ayah adalah bagian dari keluarga yang perannya tidak boleh diremehkan.

Hingga pada 12 November 2016, PPIP menggelar deklarasi Hari Ayah untuk Indonesia dan menetapkan tanggal tersebut sebagai Peringatan Hari Ayah Nasional.

Deklarasi tersebut digabung dengan hari kesehatan dengan mengambil semboyan "Semoga Bapak Bijak, Ayah Sehat, Papah Jaya". Deklarasi Hari Ayah juga dilakukan di Maumere, Flores, NTT.

Dalam deklarasi itu juga diluncurkan buku Kenangan untuk Ayah yang berisi 100 surat anak Nusantara yang diseleksi dari Sayembara Menulis Surat untuk Ayah.

Selepas deklarasi, mereka mengirimkan buku tersebut dan piagam deklarasi Hari Ayah kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) serta bupati di 4 penjuru Indonesia, yakni:

  • Sabang
  • Merauke
  • Sangir Talaud
  • Pulau Rote

Usai deklarasi ini, setiap tanggal 12 November ditetapkan sebagai Hari Ayah Nasional.

Selain merayakan Hari Ayah Nasional dengan memberikan apresiasi atas perjuangan seorang ayah, penting bagi kita juga untuk memahami peran ayah dalam keluarga.

Dalam memperhatikan tumbuh kembang anak dan pengasuhan anak, ayah juga punya peran penting yang sama dengan ibu.

Peran Penting Ayah dalam Mendidik dan Mengasuh Anak

Ayah Menggendong Anak
Foto: Ayah Menggendong Anak (Freepik.com/freepik)

Orang tua memiliki kewajiban untuk memantau pertumbuhan dan perkembangan anaknya, termasuk juga dalam mendidik anak.

Bukan hanya ibu, tetapi ayah juga berperan penting dalam mendidik anak. Oleh karena itu, Dads perlu paham apa saja peran dari seorang ayah.

Banyak yang menganggap bahwa peran ayah sebagai kepala keluarga hanya bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

Sedangkan, peran ayah tidak hanya itu saja, lho!

Dalam rangka merayakan Hari Ayah Nasional tahun ini, setiap ayah sebaiknya lebih memahami lagi bagaimana mempererat bonding antara ayah dan anak.

Ini dapat dilakukan dengan meluangkan waktu bersama anak dan keluarga, melakukan kontak fisik seperti mencium atau memeluk sang anak, memberikan pujian atau apresiasi saat anak melakukan sesuatu.

Kantiana Taslim
Foto: Kantiana Taslim

Kantiana Taslim, M.Psi., Psikolog, Psikolog klinis anak & remaja sekaligus Co-Founder Ohana Space mengatakan lamanya quality time antara anak dengan orang tua tidak dapat dapat dipatok durasinya.

"Walaupun orang tua atau ayah terutama harus bekerja, jika tidak memungkinkan untuk dilakukan setiap hari, setidaknya ada waktu khusus untuk membangun bonding dengan anak yang dilakukan secara konsisten,” ungkap Kantiana Taslim.

Selain untuk bonding dengan anak, peran ayah dalam keluarga dan pengasuhan anak lainnya adalah sebagai pendidik atau role model.

Jovita Maria Ferliana
Foto: Jovita Maria Ferliana

Sementara itu Jovita Maria Ferliana, M.Psi, Psikolog, mengungkap ada banyak peran ayah dalam mendidik anak karena dapat berpengaruh pada masa depan Si Kecil.

“Ayah itu sebagai role model utama atau figur yang dijadikan model anaknya. Kemudian, role model ini tidak hanya sikap, perilaku, tetapi juga dalam fungsi-fungsinya sebagai ayah,” ucap Jovita.

Sebuah penelitian yang dilakukan oleh tim peneliti dari Department of Psychology, University of Turin, Italia yang termuat di jurnal Frontiers in Psychology, menunjukkan ketika ayah penuh kasih sayang dan mendukung, itu sangat memengaruhi perkembangan kognitif dan sosial anak.

Ini juga menanamkan rasa kesejahteraan dan kepercayaan diri secara keseluruhan. Lantas, apa saja peran hari ayah dalam mendidik dan mengasuh anak?

Melansir laman Direktorat Pendidikan Anak Usia Dini, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), ada 5 peran yang dijalankan para ayah dalam mengasuh dan mendidik Si Kecil.

Berikut peran ayah yang perlu Dads pahami:

1. Peran Ayah sebagai Pemecah Masalah

Banyak anak yang ragu untuk meminta tolong, entah hal besar maupun kecil karena adanya jarak dengan sosok ayah.

Padahal, saat bersama ayah, diharapkan pemecahan masalah bukan lagi sekadar soal teknis saja.

Pemecahan masalah dengan ayah juga perlu diisi dengan kasih sayang kepada buah hati.

Misalnya, memperbaiki mainan favorit anak yang rusak atau memompa ban sepeda. Mungkin bagi kita ini adalah masalah sepele, tetapi tidak bagi sang anak.

Sebab, masalah sepele jika dilihat dari sudut pandang anak menjadi masalah yang cukup rumit dikerjakan.

2. Teman Bermain

Ayah Bermain dengan Anak
Foto: Ayah Bermain dengan Anak (Freepik.com/jcomp)

Bermain tidak hanya menghibur, tetapi seorang anak juga bisa belajar lewat kegiatan bermain.

Namun, tidak sedikit ayah yang merasa enggan dan tidak memiliki waktu untuk bermain dengan sang anak.

Padahal, peran hari ayah sebagai teman bermain bisa melatih berbagai aspek anak, salah satunya aspek fisik.

Ayah biasanya memiliki fisik yang lebih kuat dan kokoh jika dibandingkan ibu, sehingga permainan yang dilakukan bisa lebih beragam, seperti berlari atau bermain bola.

Penelitian yang dilakukan dari tim peneliti di University of Cambridge, menunjukkan permainan fisik yang diajarkan ayah kepada sang anak membantu anak belajar mengendalikan perasaan mereka.

Ini juga dapat membuat sang anak lebih baik dalam mengatur perilaku mereka sendiri di kemudian hari, saat mereka memasuki lingkungan, terutama di sekolah.

3. Pemandu Prinsip

Baik ayah maupun ibu memiliki peran yang besar dalam memandu prinsip hidup anak.

Ini membantu anak-anak untuk belajar perbedaan antara yang benar dan salah, serta membimbing anak untuk memahami konsekuensi dari perilaku mereka sendiri.

Peran ayah yang memberikan panduan untuk anak-anak mereka, tak hanya mengajarkan mempertahankan "otoritas," tetapi juga harus bisa menggunakannya dengan efektif.

“Ayah menjadi pembimbing dalam hal kerohanian atau keagamaan, bisa jadi pembangkit motivasi juga, menjadi sosok guru, melatih kedisiplinan, dan menjadi penghibur pada saat sang anak dalam kondisi kurang baik,” jelas Jovita.

Ayah dan anak perlu terlibat dalam proses berkelanjutan dari komunikasi yang sehat.

Misalnya, ayah menyimak dahulu pendapat anak, baru kemudian berdiskusi dan memberi instruksi.

4. Penyedia Kebutuhan dan Masa Depan

Secara umum, seorang ayah dianggap sebagai penyedia keperluan sumber daya utama bagi keluarga. Ayah dapat memenuhi kebutuhan, seperti:

  • Menyediakan uang.
  • Menyediakan makanan.
  • Memberikan tempat tinggal.
  • Memberikan pakaian untuk anak dan keluarganya.

Akan tetapi, sering kali para ayah menganggap bahwa tugasnya hanya sekadar penyedia keperluan yang bersifat material. Ini tentu pendapat atau pandangan yang tidak tepat.

Ayah perlu terlibat menyediakan berbagai hal dalam mengasuh anak-anak melalui:

5. Mempersiapkan Masa Depan Anak

Saat anak tumbuh dewasa mereka akan menghadapi kehidupan bermasyarakat.

Di sinilah peran ayah untuk menyiapkan sang anak agar dapat bersikap sesuai dengan apa yang diharapkan secara sosial.

Misalnya, mulai mengajak anak berdiskusi tentang nilai-nilai moral keluarga.

Semakin dini anak diberikan pembelajaran tentang moral dan tata krama, mereka akan semakin siap menghadapi masyarakat umum kelak.

Jadi, peran ayah adalah memberikan kasih sayang, sekaligus dengan peran lainnya yang sudah disebutkan di atas, ya Moms!

Peran Penting Ayah dalam Pengasuhan Anak
Foto: Peran Penting Ayah dalam Pengasuhan Anak (Orami Photo Stock)

Baca Juga: 6 Pertolongan Pertama Kejang Demam pada Anak yang Bisa Moms Lakukan

Bentuk Pola Asuh Ayah dan Dampaknya terhadap Karakter Anak

Ayah Merapikan Seragam Anaknya
Foto: Ayah Merapikan Seragam Anaknya (Freepik.com/jcomp)

Setelah memahami pentingnya peran ayah dalam keluarga yang telah dijelaskan sebelumnya, mari kita pahami juga bagaimana bentuk pola asuh yang diterapkan ayah dapat berdampak pada karakter anak.

Dalam pola pengasuhan anak, keberadaan sosok ayah tak kalah penting dengan peran seorang ibu.

Dalam rangka Hari Ayah Nasional, Dads perlu tahu jenis pola pengasuhan anak yang sebaiknya diterapkan dan dihindari.

Pengasuhan akan lebih berfokus pada menyusun kepribadian anak yang dibangun dari sebuah pondasi yang kuat.

Berikut ini bentuk pola asuh yang sebaiknya dihindari dan yang sebaiknya diterapkan oleh ayah pada anaknya.

Pola Asuh yang Sebaiknya Dihindari Ayah

Pola asuh sebenarnya cukup banyak dan beragam. Tapi, ada beberapa pola asuh yang sebaiknya dihindari karena bisa memengaruhi tumbuh kembang anak

1. Pola Asuh Otoriter

Ilustrasi Ayah Otoriter
Foto: Ilustrasi Ayah Otoriter (Pexels.com/Monstera)

Tak jarang kita jumpai bahwa ayah terbilang memiliki karakter yang lebih tegas dibandingkan seorang ibu.

Mengapa demikian? Hal ini karena mereka berfokus untuk membentuk anak menjadi lebih kuat dan tahan banting.

Melansir studi dalam The National Center for Biotechnology Information, pola asuh dengan model ini cenderung memiliki mode komunikasi 1 arah.

Biasanya, ini menyebabkan minimnya ruang negosiasi untuk anak dan alasannya biasanya tidak begitu jelas.

Mereka mengharapkan anak-anak untuk menjunjung tinggi standar tanpa membuat 1 kesalahan kecil pun.

Jika mereka melakukan kesalahan, anak akan menerima hukuman dan sanksi.

Karenanya, ini bisa memengaruhi perkembangan kognitif anak dan cara ia bersosialisasi dengan orang sekitar.

Kurangnya percaya diri juga salah satu akibat yang sering dialami Si Kecil.

2. Pola Asuh Tidak Terlibat

Dikenal dengan sebutan uninvolved parenting, dalam pola asuh ini anak-anak akan diberikan kebebasan tanpa ada campur tangan dari orang tua, termasuk ayah.

Orang tua di sini perannya adalah memenuhi kebutuhan dasar tanpa terlibat di dalamnya, yaitu:

  • Sandang
  • Pangan
  • Papan

Artinya, orang tua akan lebih minim berkomunikasi dengan anak dan cenderung tidak mengetahui apa yang terjadi pada Si Kecil.

Memang di satu sisi pola asuh ini mungkin saja bisa membuat kepribadian anak menjadi lebih mandiri.

Tapi, cenderung akan membuat anak mengalami kesulitan mengendalikan emosi, serta sulit mencari jalan keluar atas setiap masalah yang menerpanya.

Kurangnya peran ayah dalam hal ini membuat anak menjadi sosok yang tidak tangguh, baik dalam hal akademis, maupun sosial.

Pola Asuh yang Sebaiknya Diterapkan Ayah

Jika ada pola asuh yang sebaiknya dihindari, lantas pola asuh apa yang baik bagi anak?

1. Pola Asuh Permisif

Pola asuh ayah yang pertama dikenal sebagai pengasuhan permisif.

Artinya, orang tua akan menerapkan komunikasi terbuka dan memberlakukan aturan terbatas untuk anak-anak.

Karena ini, sering kali orang tua dijadikan sosok teman sekaligus sahabat untuk anak, lho!

Pola asuh ini akan membentuk kepribadian anak memiliki keterampilan sosial yang baik dan juga tingkat percaya diri yang tinggi.

Tapi, perlu Moms dan Dads ketahui, pola asuh jenis ini juga tak selalu memiliki dampak positif.

Mengutip Journal of Child and Family Studies, pola asuh ini juga memiliki dampak tak begitu baik untuk kebiasaan anak, seperti:

  • Anak lebih impulsif.
  • Si Kecil kerap menuntut.
  • Tumbuh sifat egois untuk menuruti apa yang diinginkannya.

Biasanya, hal ini dipicu karena anak sudah merasa terlena dengan apa yang diberikan orang tuanya, terutama dari sang ayah.

Jadi, jika diterapkan sesuai dengan porsinya, pola pengasuhan permisif bisa membentuk karakter anak menjadi lebih baik.

Baca Juga: 10 Manfaat Ikan Barramundi, Bisa untuk Meningkatkan Kecerdasan Kognitif Anak

2. Pola Asuh Demokratis

Pola asuh anak demokratis atau authoritative parenting bisa dikatakan sebagai kombinasi yang cukup pas antara tipe pola asuh permisif dan otoriter.

Penelitian International Journal of Behavioral Development menunjukkan, pola asuh anak seperti ini mendorong Si Kecil untuk berani berpendapat dan percaya diri.

Anak merasa dihargai, karena orang tua terbuka mendengarkan pendapat anak. Ini juga yang kemudian merekatkan hubungan anak dan orang tua.

Karakter dari tipe pola asuh orang tua ini adalah:

  • Disiplin, namun juga diterapkan secara suportif
  • Membangun dialog tanpa memberikan hukuman saat anak melakukan kesalahan

Berkat strategi disiplin yang positif, anak yang dibesarkan dalam pola asuh demokratis cenderung memiliki kemampuan berpikir kritis dan mengambil keputusan yang lebih baik.

Selain itu, mereka juga tumbuh menjadi pribadi bertanggung jawab yang tidak ragu dalam mengungkapkan pendapat mereka.

Baca Juga: Si Kecil Malas Bergerak? Ini 7+ Cara agar Anak Suka Olahraga

Mengenal Toxic Father

Ilustrasi Toxic Father
Foto: Ilustrasi Toxic Father (Fatherly.com)

Tumbuh kembang anak bergantung pada pola asuh yang "sehat" dari kedua orang tua. Namun, ada juga ayah yang tidak bisa menjalankan perannya dengan baik, atau bahkan menjelma menjadi toxic father.

Melansir The Society of General Psychology, toxic father adalah pola pengasuhan ayah yang keliru dan dapat merusak perkembangan psikologis anak.

Terlebih, jika anak tidak mendapatkan figur ayah yang baik, maka proses perkembangan anak tentunya akan terganggu.

Berikut dampak tidak adanya figur ayah yang baik menurut Psikolog Jovita:

  • Kurang bisa mengambil keputusan.
  • Dalam hal bersikap akan mengalami kesulitan, kecuali ada figur pengganti.
  • Anak mengalami kebingungan peran.
  • Sikap anak menjadi lebih agresif, karena di diri mereka ada sifat kemarahan yang tidak bisa diekspresikan dengan baik.

Dampoak untuk anak perempuan, mereka akan kesulitan memilih pasangan hidupnya

Kekurangan kasih sayang dari ayah memang akan berdampak negatif berkepanjangan pada anak.

Bahkan, anak yang sudah dewasa masih akan merasakan dampak atas kurangnya peran ayah dalam hidupnya.

Baca Juga: 5 Tahapan Perkembangan Emosi Anak SD-SMA, Wajib Tahu!

Ciri-ciri Toxic Father

Ayah Marah
Foto: Ayah Marah (Freepik.com/user18526052)

Berikut beberapa tanda toxic father:

1. Hanya Mementingkan Diri Sendiri dan Tidak Peduli pada Anak

Sosok ayah hanya memikirkan keinginan diri sendiri tanpa melakukan negosiasi dengan kehendak atau keinginan anak.

Ini dapat membuat anak tidak dipedulikan dan tidak dihargai.

2. Melakukan Kekerasan Fisik dan Verbal

Pelecehan fisik atau verbal mungkin terjadi, yakni serupa ancaman, pukulan, teriakan, atau gaslighting.

3. Tidak Menerima Pendapat Anak

Orang tua dengan pola asuh ini memiliki prinsip yang kuat dan tidak bisa diganggu gugat.

Ayah seperti ini akan memaksakan pendapatnya pada anak, tanpa memberikan kesempatan anak untuk punya opini sendiri. Biasanya juga tidak dapat diajak berdiskusi dengan anak

4. Perilaku Manipulatif

Menggunakan sejumlah alasan untuk mengendalikan atau membuat anak merasa bersalah. Perilaku manipulatif bisa berupa wujud seperti waktu, uang, ataupun usaha anak.

5. Mengganggu Privasi Anak

Anak tidak punya privasi sama sekali dalam hidupnya. Karena ayah terlalu mengontrol dan ikut campur secara berlebihan.

6. Menanamkan Toxic Masculinity

Tindakan toxic ini berupa mengajari anak laki-laki untuk tidak menangis. Laki-laki tidak boleh mengungkapkan perasaan sedih atau menunjukkan emosi.

Sekaligus mengajarkan bahwa laki-laki harus bersikap keren dengan merokok, minum-minuman beralkohol, hingga perilaku yang dianggap sangat "laki-laki" lainnya.

Toxic Father
Foto: Toxic Father (Orami Photo Stock)

Baca Juga: Hindari, Ini 12 Penyebab Utama Masalah Komunikasi dalam Rumah Tangga

Pentingnya Paternity Leave untuk Keluarga

Ayah dan Anak Berpegangan Tangan
Foto: Ayah dan Anak Berpegangan Tangan (Freepik.com/freepik)

Berbicara soal fatherhood tak pernah lepas dari tanggung jawab seorang ayah pada anak dan keluarganya.

Namun, fatherhood juga tidak bisa dipisahkan dari hak-hak yang harus didapatkan seorang ayah, termasuk paternity leave.

Moms tentu pernah mendengar istilah maternity leave atau cuti melahirkan.

Cuti melahirkan ini telah diatur dalam Pasal 82 UU No 13/2003 tentang Ketenagakerjaan karyawan wanita yang hamil atau segera melahirkan.

Seorang ibu berhak mendapat cuti selama 1,5 bulan sebelum melahirkan dan 1,5 bulan setelahnya, atau 3 bulan setelah melahirkan menurut perhitungan dokter kandungan.

Namun, bukankah menjadi orang tua itu juga termasuk peran dari seorang ayah?

Bagaimana dengan istilah paternity leave untuk ayah yang baru saja memiliki anak bayi baru lahir?

Mengutip Hukum Online, pemberlakuan cuti untuk ayah di Indonesia ini belum sepenuhnya disamaratakan.

Cuti untuk ayah ini terdapat dalam UU Ketenagakerjaan No 13 Tahun 2003 yang berisi bahwa para ayah berhak mendapatkan libur selama 2 hari yang dapat diambil sebelum dan setelah persalinan.

Sejumlah orang merasa bahwa pemberian cuti yang diatur dalam “Cuti Melahirkan Anak” dalam waktu singkat ini tak cukup untuk menyambut kelahiran bayi.

Selain itu, mengutip Pasal 93 ayat (2) huruf c UU Ketenagakerjaan, pekerja laki-laki berhak untuk tidak masuk apabila istrinya melahirkan atau keguguran kandungan.

Di luar itu, pengusaha tetap wajib membayar upahnya selama 2 hari penuh.

Jika ingin menambah cuti ketika itu, pekerja laki-laki bisa menggunakan hak cuti tahunannya.

Tentu, ini tak jarang membuat kepribadian ayah menjadi “kaget” dan tak bisa menemani anak lebih lama dalam hari-hari pertamanya.

Mengutip jurnal Sex Roles, ada sebuah studi tentang ayah yang bekerja di Amerika Serikat yang secara aktif terlibat dalam perawatan anak baru lahir.

Selama cuti, ayah merasakan proses mengganti popok Si Kecil, bangun di malam hari, serta membantu memberikan susu.

Diketahui, mereka yang mengalami pengalaman tersebut memiliki rasa kepuasan lebih tinggi dalam pengasuhan dan peningkatan keterlibatan dalam merawat anak-anak mereka.

Sama halnya juga terjadi mengutip Catalyst bahwa seorang ayah yang mengambil paternity leave dapat melakukan lebih banyak pekerjaan rumah.

Artinya, ayah dapat membantu mengurus pekerjaan rumah tangga yang tentu saja dapat mengurangi beban istri pasca melahirkan.

Tak hanya itu, berikut beberapa manfaat lain dari memiliki hak cuti penuh seorang ayah (paternity leave):

  • Mengurangi risiko terjadinya depresi bagi ibu pasca melahirkan.
  • Sebagai bentuk dukungan penuh terhadap ibu dan bayi baru lahir.
  • Menjaga keutuhan rumah tangga yang harmonis.
  • Meningkatkan bonding antara ayah dan anak sejak hari pertama.

Di luar itu, paternity leave ini juga dapat meningkatkan kinerja karyawan laki-laki, lho. Mengapa demikian?

Karena ini sebagai wujud keadilan dan dukungan perusahaan terhadap hak para karyawannya.

Baca Juga: Batas Telat Haid pada Remaja, Kapan Moms Perlu Waspada?

Pentingnya Kesehatan Mental Ayah

Keluarga
Foto: Keluarga (Freepik.com/zinkevych)

Hak seorang ayah tidak berhenti sampai paternity leave. Seperti ibu, ayah juga bisa memiliki kondisi psikologis yang cukup berat saat mengasuh anak, terutama setelah Si Kecil terlahir ke dunia.

Sayangnya, kesehatan mental ayah sering kali terlupakan karena biasanya kebanyakan hanya fokus pada kesehatan mental ibu maupun anak.

Padahal, kesehatan mental ayah sangat penting dijaga karena hal ini berpengaruh dalam keadaan keluarga.

Dalam sebuah penelitian yang diterbitkan di Infant Mental Health Journal, mengungkap bahwa anak-anak dengan ayah yang menunjukkan perilaku depresi dan menarik diri, dapat memengaruhi perkembangan kognitif anak secara negatif.

Stres dan masalah kesehatan mental pada orangtua, seperti depresi, amat berpengaruh terhadap cara mereka berinteraksi dengan anak.

Selain itu, depresi yang dialami Ayah bahkan bisa menyebabkan depresi pada calon Moms juga, lho!

Sehingga mengakibatkan kesehatan pada bayi yang dikandungnya.

"Jika seorang ayah sangat tertekan, ia dapat memengaruhi sekresi hormon ibu selama kehamilan.

Hal ini memengaruhi tidur ibu dan calon bayi," jelas Daniel Armstrong, profesor pediatri dan direktur Pusat Mailman untuk Perkembangan Anak di Universitas Miami Miller School of Medicine, dilansir dari Medical Xpress.

Sementara itu, menurut Psikolog Jovita, dukungan untuk ayah terbilang memang masih kurang.

Sebab, terkadang keluarga menganggap seorang pria dewasa kuat, tangguh, tidak boleh cengeng, dan lemah.

Namun, mereka lupa bahwa laki-laki juga manusia dan butuh dukungan serta pertolongan.

Oleh karena itu, Moms perlu juga memerhatikan adanya perubahan yang terjadi pada Ayah, seperti:

Moms biasanya merupakan orang pertama yang menyadari perubahan yang terjadi pada Dads. Jika Dads mengalami gejala di atas, ada beberapa cara yang bisa dilakukan:

  1. Luangkan waktu bersama Dads untuk melakukan hal yang ia suka, karena terkadang depresi terjadi karena ayah merasa tidak ada yang memperhatikan.
  2. Berikan Dads me time, beban pekerjaan kantor maupun rumah tidak ada habisnya membuatnya tidak memiliki waktu luang untuk sekadar memanjakan diri sendiri sehingga rentan mengalami stres.
  3. Ajak Dads untuk selalu bersyukur karena rasa bersyukur dikaitkan dengan peningkatan kesejahteraan, kualitas kesehatan mental, serta kebahagiaan.

Cara sederhana untuk meningkatkan rasa bersyukur adalah membuat jurnal dan menuliskan berbagai hal yang patut disyukuri setiap harinya.

Jika dirasa lingkungan kurang mendukung atau ayah merasa sulit mengendalikan emosi, jangan ragu untuk meminta dukungan para ahli.

Ayah bisa mengunjungi psikolog atau psikiater untuk mencurahkan semua perasaan. Para ahli pun akan membantu ibu dalam menghadapi masalah yang ayah alami saat ini.

Baca Juga: 10 Cara Menidurkan Bayi yang Sedang Rewel Tanpa Digendong

Postpartum Depression pada Ayah

Ilustrasi Ayah Depresi
Foto: Ilustrasi Ayah Depresi (Freepik.com/jcomp)

Bukan hanya stres karena banyaknya pekerjaan kantor dan rumah tangga yang harus diselesaikan, ayah juga kerap mengalami depresi pasca sang istri melahirkan.

Melansir dari Healthy Children, sekitar 2–25% ayah mengalami depresi pasca istri melahirkan. Faktanya, ini adalah fenomena yang umum terjadi, lho!

Adapun angka ini bisa meningkat apabila ibu juga mengalami perinatal depresi (baby blues) pada waktu yang bersamaan.

Tentu ini bisa berakibat fatal bagi keutuhan keluarga, terutama pada anak-anak.

Menurut Jovita, sebenarnya tidak hanya pada wanita, gejala depression postpartum juga ada pada pria dan kurang lebih gejalanya sama dengan wanita.

Pemicu Pospartum Depression pada Ayah

Lantas, apakah yang menjadi pemicu postpartum depresi pada ayah? Berikut beberapa faktor terbesarnya:

  • Tuntutan dan tanggung jawab baru selama kehamilan
  • Kesulitan membangun bonding dengan bayi
  • Tidak percaya diri menjadi sosok ayah yang baik
  • Kurangnya dukungan sosial atau bantuan dari keluarga dan teman
  • Perubahan dalam hubungan pernikahan, seperti kurangnya aktivitas seksual dengan pasangan
  • Tekanan finansial dan pekerjaan

Diketahui juga, perubahan kadar hormon testosteron yang rendah juga menyebabkan seorang ayah mengalami kondisi ini.

Gejala Postpartum Depression pada Ayah

Gejala yang dirasakan tentu akan beragam dari satu orang ke orang lainnya.

Umumnya, berikut gejala dari postpartum depresion pada ayah:

  • Merasakan perasaan takut dan gelisah.
  • Menarik diri dari masyarakat atau enggan bersosialisasi.
  • Ragu dalam menentukan keputusan.
  • Frustasi, mudah marah, dan tidak bisa mengontrol emosi.
  • Melakukan kekerasan fisik atau verbal terhadap pasangan.
  • Mengalami gangguan pencernaan.

Kurang tidur atau mengalami gangguan tidur seperti insomnia juga salah satu gejala dari depresi pada ayah pasca bayi baru lahir.

Lantas apakah kondisi ini bisa diatasi? Dads, ternyata gangguan mental ini bisa diobati dengan hal-hal sederhana, lho.

Mengutip dari situs Todays Parent, hormon oksitosin ikut berperan dalam menjaga bonding antara ibu dan anak setelah lahir.

Fakta menarik lainnya, ditemukan bahwa lonjakan hormon “bahagia” ini juga dapat dialami oleh ayah ketika memegang atau bermain dengan bayi yang baru lahir.

Karenanya, cobalah untuk lebih banyak menghabiskan waktu dengan anak, Dads. Mulai dari memandikannya, mengajak bermain, ataupun memberikan makan atau susu.

Lakukan juga kegiatan ringan seperti meditasi sebagai cara untuk menenangkan pikiran.

Membiarkan gangguan mental ini berlarut-larut dapat berakibat buruk pada karakter dan tumbuh kembang anak di kemudian hari.

Melansir dari National Childbirth Trust, seorang ayah yang mengalami depresi, akan lebih tinggi risikonya dalam membuat perkembangan Si Kecil menjadi lebih lambat.

Ini pun juga dibarengi dengan permasalahan pada emosional dan perilaku anak di usia lebih tua.

Oleh karena itu, jangan pernah ragu dalam berkonsultasi dengan dokter ataupun orang sekitar apabila mengalami ini ya, Dads.

Postpartum Depression pada Ayah
Foto: Postpartum Depression pada Ayah (Orami Photo Stock)

Baca Juga: Ini Peran Ayah Menurut Islam untuk Anak Perempuannya, Yuk Simak!

Kisah Dads Darius Sinathrya yang Menginspirasi

Membicarakan perayaan Hari Ayah Nasional, tentu menarik juga melihat sosok para ayah inspiratif.

Darius Sinathrya, adalah seorang seleb Dads yang jadi idola banyak orang.

Bagaimana tidak, cara ia menunjukkan kasih sayang pada istri dan anak-anaknya menjadi panutan para netizen, lho!

Suami dari Donna Agnesia yang memiliki 3 orang anak ini, yakni Lionel (14), Diego (12), dan Sabrina (10), mengaku kehadiran buah hatinya menjadi mimpi indah bagi dirinya.

Hidup di zaman modern saat ini, membuat dirinya lebih "melek" dan paham terhadap pola asuh anak.

Ia berharap, anak dapat melihat dirinya tak hanya sebagai sosok ayah, melainkan juga seorang sahabat.

Darius Sinathrya
Foto: Darius Sinathrya

Menurutnya, tugas terbesar menjadi orang tua adalah bagaimana membangun komunikasi 2 arah dengan anak.

“Supaya hubungan kita bukan cuma anak dan orang tua, tapi bisa jadi sahabat tempat mereka curhat. Jadi kalau ada apa-apa mereka curhatnya sama kita, bukan sama orang lain,” tuturnya.

Tak lupa untuk selalu berperilaku jujur sebagai prinsip utama untuk membangun integritas diri anak.

“Anak-anak juga selalu diingatkan untuk selalu bertanggung jawab terhadap keluarga dan diri sendiri,” tambahnya dengan tegas.

Wah, memang perlu dicontoh ya sikap Dads Darius ini!

Itulah Moms dan Dads informasi seputar Hari Ayah Nasional yang perlu diketahui, mulai dari pentingnya peran ayah dalam pengasuhan anak, bagaimana bentuk pola asuh Dads dapat memengaruhi karakter dan membentuk pribadi anak anak, hingga ciri toxic father.

Tidak kalah penting juga kita perlu memperhatikan kesehatan mental ayah dengan mewaspadai terjadinya postpartum depression pada ayah.

Semoga semua ayah di dunia dapat bahagia dan menjalankan perannya dalam keluarga dengan maksimal.

Selamat Hari Ayah Nasional, Dads! Terima kasih telah memberikan segala perhatian dan kasih sayang kepada Si Kecil dan keluarga.


Ditulis oleh:

  • Defara Millenia Romadhona
  • Dresyamaya Fiona
  • Chrismonica
  • Nurul Aulia Ahmad

Disunting oleh:

  • Aprillia Ramadhina
  • Widya Citra Andini

Ilustrasi oleh:

  • Achyadi

  • https://paudpedia.kemdikbud.go.id/berita/lima-peran-penting-ayah?id=20210621121946&ix=3
  • https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6823210/
  • https://paudpedia.kemdikbud.go.id/berita/lima-peran-penting-ayah?id=20210621121946&ix=3
  • https://www.sciencedaily.com/releases/2020/06/200629120137.htm
  • https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK568743/
  • https://www.researchgate.net/journal/Journal-of-Child-and-Family-Studies-1573-2843
  • https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/24850978/
  • https://asu.pure.elsevier.com/en/publications/communicating-affection-interpersonal-behavior-and-social-context
  • https://www.apadivisions.org/division-1/publications/newsletters/general/2016/04/toxic-fatherhood
  • https://www.sciencedirect.com/science/article/abs/pii/S0885200611000627
  • https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt4f9e4e622a9bd/adakah-cuti-mengasuh-anak-untuk-pekerja-pria/
  • https://www.dol.gov/sites/dolgov/files/OASP/legacy/files/PaternityBrief.pdf)
  • https://www.catalyst.org/2019/06/12/10-reasons-every-company-should-offer-paid-paternity-leave-and-every-father-should-take-it/
  • https://www.journals.elsevier.com/early-childhood-research-quarterly
  • https://www.healthychildren.org/English/ages-stages/prenatal/delivery-beyond/Pages/Dads-Can-Get-Postpartum-Depression-Too.aspx
  • https://www.todaysparent.com/family/parenting/the-science-of-how-fatherhood-transforms-you/
  • https://www.nct.org.uk/life-parent/emotions/postnatal-depression-dads-10-things-you-should-know
  • https://www.orami.co.id/magazine/darius-sinathrya-bebaskan-anak-tumbuh-menjadi-apapun-yang-mereka-inginkan
  • https://www.nct.org.uk/life-parent/emotions/postnatal-depression-dads-and-co-parents-10-things-you-should-know
  • https://www.healthychildren.org/English/ages-stages/prenatal/delivery-beyond/Pages/Dads-Can-Get-Postpartum-Depression-Too.aspx
  • https://www.catalyst.org/2019/06/12/10-reasons-every-company-should-offer-paid-paternity-leave-and-every-father-should-take-it/
  • https://www.hukumonline.com/klinik/a/cuti-suami-mengasuh-anak-lt4f9e4e622a9bd
  • https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6690499/
  • https://www.researchgate.net/publication/316534917_FATHER-CHILD_INTERACTIONS_AT_3_MONTHS_AND_24_MONTHS_CONTRIBUTIONS_TO_CHILDREN'S_COGNITIVE_DEVELOPMENT_AT_24_MONTHS_Fathers'_and_Children's_Cognitive_Development
  • https://medicalxpress.com/news/2013-01-mental-health-dads-to-be-toddler-behavior.htm

Konten di bawah ini disajikan oleh advertiser.
Tim Redaksi Orami tidak terlibat dalam materi konten ini.


FOLLOW US

facebook
twitter
instagram
spotify
tiktok

Orami Articles — Artikel Seputar Parenting, Kesehatan,
Gaya Hidup dan Hiburan

Copyright © 2024 Orami. All rights reserved.

rbb