12 April 2020

Hip Dysplasia pada Bayi Baru Lahir, Ketahui Penyebab dan Cirinya!

Hati-hati! Anak perempuan pertama yang terlahir sungsang rawan terkena hip dysplasia, lho!
Hip Dysplasia pada Bayi Baru Lahir, Ketahui Penyebab dan Cirinya!

Tahukah, Mom? Hip Dysplasia merupakan kelainan pada tulang pinggul pada seseorang dan bisa terjadi sejak baru lahir. Namun, sayangnya hip dysplasia sukar untuk diketahui karena minimnya skrining hip dysplasia pada bayi baru lahir, khususnya di Indonesia.

Tulang pinggul terdiri dari ball dan socket joint. Normalnya, ball dan socket ini terpasang dengan pas. Namun, pada kasus hip dysplasia atau pada bayi dikenal dengan Developmental Dislocation of the Hip (DDH), ball dan socket ini tidak terpasang dengan pas, yakni ada longgar sehingga rawan sekali terjadi dislokasi ketika bayi bergerak.

DDH biasanya terdeteksi sejak lahir, umumnya ditemui pada bayi perempuan, anak pertama, dan posisi kelahiran sungsang. Beberapa kasus juga ditemui karena keturunan serta kurangnya cairan ketuban.

Namun, kasus DDH ini juga kerap ditemui pada satu tahun pertama kehidupan bayi. Riset yang dilakukan American Academy of Orthopedic Surgeons menunjukkan bahwa bayi yang sering dibedong terlalu ketat bisa membuat dislokasi pada tulang pinggul anak sehingga menyebabkan DDH.

Baca Juga: Infeksi Tulang Osteomielitis Pada Bayi, Waspadai Gejalanya Moms!

Penyebab Hip Dysplasia

DDH 2.jpg
Foto: DDH 2.jpg

Photo: orthoinfo.aaos.org

Dilansir dari International Hip Dysplasia Institute, berikut adalah penyebab terjadinya hip dysplasia pada bayi dan anak:

1. Genetik

Ketika ada anggota keluarga yang memiliki riwayat hip dysplasia, maka resiko terjadi hip dsyplasia pada bayi baru lahir ada 12 kali lipat lebih tinggi. Walaupun genetik berperan tinggi, tapi bukan menjadi penyebab utama terjadinya hip dysplasia.

Statistik menunjukkan:

  • Jika seorang anak mengalami hip dysplasia, resiko anak lain mengalami hip dysplasia adalah 6 persen (1 dari 17)
  • Jika orang tua mengalami hip dysplasia, resiko anak mengalami hip dsyplasia adalah 12 persen (1 dari 8)
  • Jika orang tua dan anak mengalami hip dysplasia, resiko anak berikutnya terkena hip dysplasia adalah 36 persen (1 dari 3)

2. Anak Lahir Sungsang

Posisi sungsang dapat menjadi penyebab hip dysplasia, karena posisi tulang pinggul bayi di dalam rahim mendapat tekanan berlebihan.

Bentuk rahim di bagian bawah agak menyempit, sehingga jika posisi anak sungsang, maka pinggul bayi masuk ke dalam panggul ibu dan lebih sempit.

3. Tulang Bayi Masih Lunak

Dikarenakan tulang bayi yang masih sangat lunak, terjadinya dislokasi pada bayi lebih tinggi ketimbang pada orang dewasa, karena tulang orang dewasa lebih keras.

4. Membedong secara Berlebihan

Posisi membedong serta menggendong bisa berdampak pada terjadinya hip dysplasia. Karena tulang bayi masih sangat lunak dan mudah bergeser maka jika membedong dengan memaksakan meluruskan kaki bayi, maka resiko terjadinya hip dysplasia sangat tinggi.

Hal ini dibuktikan dengan riset bahwa di negara yang memiliki budaya membedong kaki anak lurus dan rapat, bahkan menggunakan papan, jumlah anak terkena hip dysplasia lebih tinggi ketimbang di negara yang tidak memiliki budaya membedong, yakni budaya menggendong anak dengan posisi kaki anak terbuka atau posisi M-shape.

5. Anak Pertama

Penelitian menunjukkan bahwa 6 dari 10 kasus hip dysplasia terjadi pada kelahiran anak pertama. Kemungkinan besar karena pengalaman kehamilan dan kelahiran pertama maka rahim dan jalan lahir ibu lebih sempit.

6. Jenis Kelamin Perempuan

Sebanyak 8 dari 10 kasus hip dysplasia dialami oleh bayi perempuan.

Baca Juga: Mengenal Craniosynostosis, Kelainan Tulang Tengkorak Pada Bayi

Ciri Bayi Mengalami Hip Dysplasia

DDH.jpg
Foto: DDH.jpg

Photo: orthoinfo.aaos.org

Ada beberapa ciri bayi mengalami hip dysplasia yang bisa Moms amati. Berikut daftarnya.

  • Panjang kaki kanan dan kiri berbeda
  • Lipatan pantat bawah anak tidak simetris
  • Kurang mobilitas atau fleksibilitas di satu sisi
  • Pincang, jalan jinjit, atau jalan terkedek-kedek ketika anak sudah mulai bisa berjalan

Jika Si Kecil menunjukkan ciri-ciri di atas, pemeriksaan X-ray atau ultrasound amat diperlukan dan dianjurkan. AAP (American Academy of Pediatrics) merekomendasikan melakukan ultrasound pada bayi usia 6 minggu yang beresiko lebih terkena hip dysplasia, yakni bayi perempuan, kelahiran pertama, dan posisi kelahiran sungsang.

Pengobatan Hips Dysplasia

pavlik.png
Foto: pavlik.png

Photo: orthoinfo.aaos.org

Ada dua jenis pengobatan untuk kondisi hip dysplasia, yakni nor-surgical dan surgical. Berikut penjelasannya.

1. Non-surgical

Newborn: Dokter biasanya akan memasang alat bantu yang dinamakan Pavlik Harness untuk memposisikan paha bayi menjadi mengangkang dan menjaga agar tulang paha posisinya lebih tinggi dari pinggul.

Pavlik Harness ini dipakai kurang lebih selama 1-2 bulan. Posisi pavlik harness ini sama halnya dengan menggendong posisi upright dan M-shape.

Usia 1-6 bulan: Pengobatan menggunakan metode yang sama dengan Pavlik Harness, namun jika tidak berhasil biasanya dokter kemudian akan menggunakan braket yang dinamakan abduction braces yang terbuat dari material yang lebih kuat agar posisi kaki bayi berada pada posisi yang seharusnya.

Terkadang perlu juga dilakukan gips pada kedua pahanya, sekali kali bertujuan agar posisi kakinya tetap berada di posisi M-shape.

Usia 6-2 tahun: Pengobatan yang dilakukan hampir sama dengan bayi usia 1-6 bulan, namun pada kebanyakan kasus juga dilakukan skin traction untuk memposisikan ulang tulang paha selama beberapa minggu.

2. Surgical

Jika pengobatan tanpa operasi tidak berhasil, dokter bisa mempertimbangkan melakukan operasi sesuai dengan seberapa berat kasus hip dysplasia pada anak.

Baca Juga: Ketahui 8 Kelainan Tabung Saraf yang Bisa Terjadi Pada Bayi

Hip dysplasia harus segera ditangani, karena jika berterusan hingga dewasa bisa menyebabkan kecacatan, seperti tidak bisa berjalan normal (pincang dan terkedek-kedek).

Hip dysplasia juga bisa menyebabkan nyeri yang teramat sangat pada tulang pinggul serta osteoarthritis (peradangan sendi), yang pastinya akan menganggu kehidupan sehari-hari.

Konten di bawah ini disajikan oleh advertiser.
Tim Redaksi Orami tidak terlibat dalam materi konten ini.


FOLLOW US

facebook
twitter
instagram
spotify
tiktok

Orami Articles — Artikel Seputar Parenting, Kesehatan,
Gaya Hidup dan Hiburan

Copyright © 2024 Orami. All rights reserved.

rbb