02 August 2023

Kapan Harus Memberikan Imunisasi Pentabio untuk Bayi?

Imunisasi pentabio sebaiknya diberikan di usia yang tepat ya, Moms
Kapan Harus Memberikan Imunisasi Pentabio untuk Bayi?

Imunisasi pentabio telah menjadi bagian penting dari program imunisasi nasional di banyak negara, termasuk Indonesia, Moms.

Vaksin pentabio dirancang khusus untuk memberikan perlindungan bayi terhadap lima penyakit berbahaya sekaligus: Diphtheria, Tetanus, Pertussis, Polio, dan Hepatitis B.

Pentabio, sesuai namanya "penta" yang berarti lima, menjadikan imunisasi ini sangat efisien dalam upaya mencegah lima penyakit pada tahap awal kehidupan bayi.

Imunisasi ini biasanya dimulai saat bayi berusia dua bulan dan berlanjut dengan beberapa dosis tambahan pada interval waktu yang ditentukan.

Penting bagi Moms untuk memahami manfaat dan jadwal pemberian imunisasi pentabio untuk menjaga kesehatan optimal Si Kecil.

Dalam artikel berikut ini, kita akan membahas lebih lanjut tentang pentingnya imunisasi pentabio. Yuk, simak terus!

Baca Juga: Bolehkah Ibu Hamil Tidur Telentang? Ini Kata Dokter!

Apa Itu Imunisasi Pentabio?

Ilustrasi Bayi Imunisasi Pentabio
Foto: Ilustrasi Bayi Imunisasi Pentabio (parenting.firstcry.com)

Imunisasi pentabio merupakan kombinasi baru vaksin DTP-HB-Hib yang telah dikembangkan di Indonesia mengikuti rekomendasi dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Selain itu, vaksin ini juga sudah diintegrasikan ke dalam program imunisasi nasional.

Pemberian vaksin ini bertujuan untuk melindungi bayi dari serangan lima jenis penyakit.

1. Difteri

Mengutip Kids Health, difteri adalah infeksi bakteri yang disebabkan oleh Corynebacterium diphtheriae.

Jika terinfeksi, bakteri ini sangat mudah menyebar dan terjadi dengan cepat. Infeksi difteri menyerang hidung dan tenggorokan.

Anak-anak di bawah 5 tahun dan orang dewasa di atas 60 tahun sangat berisiko tertular infeksi.

Terlebih, masyarakat yang tinggal di lingkungan padat penduduk dan lingkungan yang tidak bersih, sangat rentan mengalami difteri.

Nah, anak-anak dan orang dewasa yang belum mendapatkan imunisasi ini juga berisiko.

Pada tahap awal, difteri dapat disalahartikan sebagai sakit tenggorokan yang parah.

Sedangkan, demam ringan dan pembengkakan kelenjar leher bisa jadi tanda gejala awal.

Toksin atau racun yang disebabkan oleh bakteri dapat menyebabkan lapisan tebal (atau membran) di hidung, tenggorokan, atau saluran napas.

Toksin tersebut membuat infeksi difteri berbeda dari infeksi lain yang lebih umum yang menyebabkan sakit tenggorokan (seperti radang tenggorokan).

Lapisan ini biasanya berwarna abu-abu kabur atau hitam dan dapat menyebabkan masalah pernapasan serta kesulitan menelan.

Baca Juga: Mengenal Difteri pada Anak: Penyebab, Gejala, Risiko dan Pencegahannya

2. Tetanus

Menurut University of Rochester Medical Center, tetanus adalah penyakit parah pada sistem saraf pusat yang disebabkan oleh bakteri.

Penyakit ini bisa menyebabkan kematian, tetapi tidak menular dan dapat dicegah dengan vaksin.

Bakteri tetanus biasanya masuk ke dalam tubuh melalui luka di kulit. Bakteri tetanus hidup di tanah dan kotoran hewan.

Tetanus lebih sering terjadi di iklim hangat atau selama bulan-bulan hangat.

Penyakit ini juga dapat ditemukan di tunggul pusar (tali pusar yang telah dipotong hingga tersisa sedikit) bayi di negara berkembang.

Tetanus biasanya terjadi di tempat di mana vaksin tetanus tidak sering digunakan dan orang tua mungkin tidak tahu cara merawat tunggul pusar setelah bayi lahir.

Seorang anak lebih berisiko terkena tetanus jika mereka belum mendapatkan vaksin tetanus dan mengalami cedera kulit di daerah di mana bakteri tetanus mungkin aktif.

Setelah seorang anak terpapar bakteri tetanus, mungkin diperlukan waktu 3 hingga 21 hari sampai gejalanya mulai.

Pada bayi, gejala tetanus mungkin memakan waktu mulai dari 3 hari hingga 2 minggu.

Gejala tetanus yang paling umum meliputi:

  • Kaku rahang (lockjaw)
  • Kekakuan otot perut dan punggung
  • Kontraksi (pengencangan) otot-otot wajah,
  • Kejang
  • Demam
  • Berkeringat
  • Kejang otot yang menyakitkan di dekat area luka
  • Kesulitan menelan.

Baca Juga: Serba-Serbi Vaksin Tetanus: Jenis, Dosis, dan Efek Samping

3. Pertusis

Ilustrasi Bayi Menangis (Orami Photo Stock)
Foto: Ilustrasi Bayi Menangis (Orami Photo Stock)

Pertusis (batuk rejan) dapat menyebabkan penyakit serius pada bayi, anak-anak, remaja, dan orang dewasa.

Gejala pertusis biasanya muncul dalam 5 hingga 10 hari setelah terpapar.

Namun terkadang, gejala pertusis mungkin bisa tidak muncul selama 3 minggu.

Menurut Centers for Disease Control and Prevention, penyakit ini biasanya dimulai dengan gejala seperti pilek dan mungkin batuk ringan atau demam.

Pada bayi, batuk mungkin sangat ringan atau bahkan tidak ada sama sekali.

Bayi juga mungkin memiliki gejala yang dikenal sebagai apnea atau adanya jeda dalam bernapas.

Pertusis pada tahap awal tampaknya tidak lebih dari flu biasa.

Oleh karena itu, profesional kesehatan sering tidak mencurigai atau mendiagnosisnya sampai gejala yang lebih parah muncul.

Setelah 1 hingga 2 minggu dan seiring perkembangan penyakit, gejala khas pertusis mungkin muncul dan meliputi:

  • Paroxysms, batuk cepat diikuti oleh suara bernada tinggi,
  • Muntah selama atau setelah batuk
  • Kelelahan setelah batuk.

Penting untuk diketahui bahwa, banyak bayi dengan pertusis tidak batuk sama sekali sebagai gejalanya.

Sebaliknya, penyakit batuk rejan ini bisa menyebabkan mereka berhenti bernapas dan membiru.

4. Hepatitis B (HB)

Hepatitis B adalah penyakit serius yang disebabkan oleh virus hepatitis B.

Virus ini dapat masuk ke aliran darah, menyerang hati, dan menyebabkan kerusakan serius.

Ketika bayi terinfeksi, virus biasanya tetap berada di dalam tubuh seumur hidup (ini disebut hepatitis B kronis).

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari laman Immunize, sekitar 1 dari 4 bayi yang terinfeksi akan meninggal karena gagal hati atau kanker hati saat dewasa.

Jadi, hepatitis B adalah penyakit mematikan, tetapi dapat dicegah dengan imunisasi.

Virus hepatitis B menyebar melalui kontak dengan darah orang yang terinfeksi atau cairan tubuh tertentu, seperti:

  • Bayi bisa terkena virus hepatitis B dari ibunya saat dilahirkan.
  • Tinggal bersama orang yang terinfeksi
  • Menggunakan barang pribadi yang sama dengan orang yang terinfeksi seperti berbagi handuk atau sikat gigi.

Kebanyakan orang dengan hepatitis B tidak punya gejala, tidak merasa sakit, dan tidak tahu bahwa mereka terinfeksi.

Akibatnya, mereka dapat menyebarkan virus ke orang lain tanpa mengetahuinya.

Satu-satunya cara untuk mengetahui apakah seseorang terinfeksi adalah dengan tes darah.

Baca Juga: HBsAg, Salah Satu Tes yang Penting Mendeteksi Hepatitis B

Infeksi HiB disebabkan oleh Haemophilus influenzae type B.

Konten di bawah ini disajikan oleh advertiser.
Tim Redaksi Orami tidak terlibat dalam materi konten ini.


FOLLOW US

facebook
twitter
instagram
spotify
tiktok

Orami Articles — Artikel Seputar Parenting, Kesehatan,
Gaya Hidup dan Hiburan

Copyright © 2024 Orami. All rights reserved.

rbb