07 Desember 2021

Pelopor Puisi Modern Indonesia, Ini Karya Puisi Chairil Anwar

Karya puisi dari Chairil Anwar begitu melegenda
Pelopor Puisi Modern Indonesia, Ini Karya Puisi Chairil Anwar

Jika membicarakan karya puisi Chairil Anwar, Moms mungkin langsung teringat "Si Binatang Jalang" yang kerap dibahas saat masih duduk di bangku sekolah.

Namun sebenarnya, karya puisi Chairil Anwar cukup banyak.

Ia tercatat sudah melahirkan 96 karya yang memperkaya karya Sastra Indonesia, dan 70 di antaranya adalah puisi.

Kepopuleran Chairil Anwar tampaknya melejit setelah ia melahirkan puisi Si Binatang Jalang.

Bahkan setelah itu, semua rekan-rekannya juga menyebutnya dengan panggilan Binatang Jalang.

Nah, sebelum membahas karya puisi Chairil Anwar, Moms tampaknya harus mengenal dahulu siapa sebenarnya Chairil Anwar.

Yuk, Moms simak biografi singkat dan deretan puisi karya Chairil Anwar berikut ini!

Baca Juga: 8 Sosok Pahlawan Nasional Wanita Indonesia yang Harus Kita Tahu

Mengenal Chairil Anwar

puisi chairil anwar
Foto: puisi chairil anwar

Foto: tirto.id

Chairil Anwar adalah pemuda yang lahir di Medan, Sumatera Utara, pada tanggal 26 Juli 1922.

Ia adalah putra dari pasangan Toeloes dan Saleha, yang keduanya berasal dari Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat.

Ayahnya adalah seorang Bupati Indragiri, Riau, yang dikabarkan tewas dalam Pembantaian Rengat.

Chairil Anwar juga tercatat memiliki hubungan persaudaraan dengan Perdana Menteri pertama Indonesia, yakni Sutan Syahrir.

Chairil adalah keponakan dari Syahrir.

Sehingga bisa dikatakan bahwa Chairil cukup berpendidikan pada masanya.

Sewaktu muda, ia memulai pendidikannya di Hollandsch-Inlandsche School (HIS) atau sekolah dasar untuk kaum pribumi.

Setelah lulus dari HIS, ia melanjutkan pendidikannya di Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO).

Namun, saat usianya menginjak 18 tahun, Chairil tidak lagi bersekolah karena ia ingin menjadi seniman.

Pada usia 19 tahun, pasca-perceraian kedua orangtuanya, Chairil akhirnya pindah bersama ibunya ke Batavia (Jakarta).

Saat di Jakarta inil Chairil mulai lebih mendalami dunia sastra.

Sayangnya, usia Chairil Anwar tidaklah lama.

Pukul setengah tiga sore, 28 April 1949, Chairil akhirnya meninggal di usia muda akibat mengidap berbagai penyakit.

Oleh karena itu, untuk mengenang karya-karyanya, hari kematiannya diperingati sebagai Hari Chairil Anwar.

Baca Juga: 10 Pahlawan Nasional yang Bisa Jadi Contoh untuk Anak

Karya Chairil Anwar yang Melegenda

Karya Chairil Anwar yang Melegenda.jpg
Foto: Karya Chairil Anwar yang Melegenda.jpg

Foto: goodreads.com

Meski hidupnya tidak lama, tetapi bisa dikatakan bahwa keinginannya untuk hidup seribu tahun lagi sepertinya bisa terlaksana berkat karya-karya yang ia ciptakan.

Di mana karya-karyanya masih terbukti hingga kini masih digemari banyak orang.

Bersama Asrul Sani dan Rivai Apin, semasa hidupnya, Chairil Anwar juga telah dinobatkan sebagai pelopor Angkatan 45 dan puisi modern Indonesia oleh H.B. Jassin.

Karya-karyanya begitu berpengaruh pada masanya dan membantu perkembangnya puisi kontemporer di Indonesia.

Menariknya, hampir semua karyanya merujuk pada kematian seolah ia telah menyadari bahwa dirinya akan mati muda seperti yang dikemukakan oleh kritikus sastra indonesia asal Belanda, A. Teeuw.

Selain itu, kebanyakan dari karya-karyanya tidak dipublikasikan hingga kematiannya.

Puisi terakhirnya berjudul Cemara Menderai Sampai Jauh.

Sedangkan puisinya yang paling terkenal berjudul Aku dan Krawang-Bekasi.

Jika Moms ingin melihat karya puisi Chairil Anwar, yang asli, modifikasi, atau yang diduga dijiplak, Moms bisa melihatnya dalam buku kompilasi yang berjumlah tiga buah buku.

Kompilasi ini diterbitkan oleh Pustaka Rakyat, yakni Deru Campur Debu (1949), Kerikil Tajam Yang Terampas dan Yang Putus (1949), dan Tiga Menguak Takdir (1950).

Baca Juga: Bukan Hanya Cantik, Ini 4 Artis yang Jago Bikin Puisi

Ini Karya Puisi Chairil Anwar

puisi chairil anwar
Foto: puisi chairil anwar

Foto: dianisa.com

Berikut ini adalah beberapa judul karya puisi Chairil Anwar yang sangat terkenal hingga sekarang:

1. Aku

Aku

Kalau sampai waktuku

‘Ku mau tak seorang ‘kan merayu

Tidak juga kau

Tak perlu sedu sedan itu

Aku ini binatang jalang

Dari kumpulannya terbuang

Biar peluru menembus kulitku

Aku tetap meradang menerjang

Luka dan bisa kubawa berlari

Berlari

hingga hilang pedih peri

Dan aku akan lebih tidak peduli

Aku mau hidup seribu tahun lagi

Maret 1943

2. Derai-Derai Cemara

Derai-Derai Cemara

Cemara menderai sampai jauh

terasa hari akan jadi malam

ada beberapa dahan di tingkap merapuh

dipukul angin yang terpendam

Aku sekarang orangnya bisa tahan

sudah berapa waktu bukan kanak lagi

tapi dulu memang ada suatu bahan

yang bukan dasar perhitungan kini

Hidup hanya menunda kekalahan

tambah terasing dari cinta sekolah rendah

dan tahu, ada yang tetap tidak terucapkan

sebelum pada akhirnya kita menyerah

Baca Juga: Tak Hanya Fifty Shades, 5 Novel Erotis Ini Juga Bisa Meningkatkan Gairah Seks

3. Diponegoro

Diponegoro

Di masa pembangunan ini

tuan hidup kembali

Dan bara kagum menjadi api

Di depan sekali tuan menanti

Tak gentar. Lawan banyaknya seratus kali.

Pedang di kanan, keris di kiri

Berselempang semangat yang tak bisa mati.

MAJU

Ini barisan tak bergenderang-berpalu

Kepercayaan tanda menyerbu.

Sekali berarti

Sudah itu mati.

MAJU

Bagimu Negeri

Menyediakan api.

Punah di atas menghamba

Binasa di atas ditindas

Sesungguhnya jalan ajal baru tercapai

Jika hidup harus merasai.

Maju.

Serbu.

Serang.

terjang

Februari 1943

4. Krawang-Bekasi

Krawang-Bekasi

Kami yang kini terbaring antara Krawang-Bekasi

tidak bisa teriak “Merdeka” dan angkat senjata lagi.

Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami,

terbayang kami maju dan berdegap hati?

Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi

Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak

Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu.

Kenang, kenanglah kami.

Kami sudah coba apa yang kami bisa

Tapi kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan 4-5 ribu nyawa

Kami cuma tulang-tulang berserakan

Tapi adalah kepunyaanmu

Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan

Atau jiwa kami melayang untuk kemerdekaan kemenangan dan harapan atau tidak untuk apa-apa,

Kami tidak tahu, kami tidak lagi bisa berkata

Kaulah sekarang yang berkata

Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi

Jika ada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak

Kenang, kenanglah kami

Teruskan, teruskan jiwa kami

Menjaga Bung Karno

menjaga Bung Hatta

menjaga Bung Sjahrir

Kami sekarang mayat

Berikan kami arti

Berjagalah terus di garis batas pernyataan dan impian

Kenang, kenanglah kami

yang tinggal tulang-tulang diliputi debu

Beribu kami terbaring antara Krawang-Bekasi

5. Sia-Sia

Sia-Sia

Penghabisan kali itu kau datang

membawaku karangan kembang

Mawar merah dan melati putih:

darah dan suci

Kau tebarkan depanku

serta pandang yang memastikan: Untukmu.

Sudah itu kita sama termangu

Saling bertanya: Apakah ini?

Cinta? Keduanya tak mengerti.

Sehari itu kita bersama. Tak hampir-menghampiri.

Ah! Hatiku yang tak mau memberi

Mampus kau dikoyak-koyak sepi.

Baca Juga: 7 Ide Nama Bayi Laki-laki Terinspirasi dari Ilmuwan dan Sastrawan

6. Senja di Pelabuhan Kecil

Senja di Pelabuhan Kecil

Kepada Sri Ajati

Ini kali tidak ada yang mencari cinta

di antara gudang, rumah tua, pada cerita

tiang serta temali. Kapal, perahu tiada berlaut

menghembus diri dalam mempercaya mau berpaut

Gerimis mempercepat kelam. Ada juga kelepak elang

menyinggung muram, desir hari lari berenang

menemu bujuk pangkal akanan. Tidak bergerak

dan kini tanah dan air tidur hilang ombak.

Tiada lagi. Aku sendiri. Berjalan

menyisir semenanjung, masih pengap harap

sekali tiba di ujung dan sekalian selamat jalan

dari pantai keempar, sedu penghabisan bisa terdekap

7. Doa

Doa

Kepada pemeluk teguh

Tuhanku

Dalam termangu

Aku masih menyebut namamu

Biar susah sungguh

mengingat Kau penuh seluruh

cayaMu panas suci

tinggal kerdip lilin di kelam sunyi

Tuhanku

aku hilang bentuk

remuk

Tuhanku

aku mengembara di negeri asing

Tuhanku

di pintuMu aku mengetuk

aku tidak bisa berpaling

Itulah beberapa karya puisi Chairil Anwar yang paling terkenal.

Menarik bukan Moms?

Moms juga bisa membahasnya dengan anak untuk membuat mereka lebih tertarik dengan karya sastra Indonesia.

  • https://www.kompas.com/stori/read/2021/10/27/100000279/biografi-chairil-anwar-si-binatang-jalang?page=all
  • https://gasbanter.com/kumpulan-puisi-karya-chairil-anwar/
  • https://goodminds.id/puisi-chairil-anwar/

Konten di bawah ini disajikan oleh advertiser.
Tim Redaksi Orami tidak terlibat dalam materi konten ini.


FOLLOW US

facebook
twitter
instagram
spotify
tiktok

Orami Articles — Artikel Seputar Parenting, Kesehatan,
Gaya Hidup dan Hiburan

Copyright © 2024 Orami. All rights reserved.

rbb