06 Juni 2023

Apa Itu Resusitasi Bayi Baru Lahir? Ini Penjelasan Dokter!

Dilakukan ketika bayi menunjukkan tanda sulit bernapas
Apa Itu Resusitasi Bayi Baru Lahir? Ini Penjelasan Dokter!

Resusitasi bayi baru lahir dilakukan jika bayi baru lahir tidak bisa bernapas dengan sendirinya.

Mengingat, tidak semua bayi baru lahir bisa bernapas dengan sendirinya.

Istilahnya terlihat asing, tapi ini cukup banyak dimanfaatkan, terutama untuk bayi prematur.

Lantas, apakah hanya bayi prematur saja yang perlu resusitasi? Yuk, cari tahu penjelasannya lebih lanjut di bawah ini, Moms!

Baca Juga: Mengenal Tes Apgar Score Untuk Bayi Baru Lahir

Apa Itu Resusitasi Bayi Baru Lahir?

Ilustrasi Resusitasi Bayi Baru Lahir
Foto: Ilustrasi Resusitasi Bayi Baru Lahir (Orami Photo Stock)

Faktanya, kebutuhan tubuh manusia akan oksigen dimulai bahkan sebelum kelahiran atau pada tahap paling awal perkembangan dan kehamilan janin.

Selama kehamilan, bayi yang belum lahir bergantung pada tali pusat dan plasenta untuk pengiriman oksigen.

Nah, saat dilahirkan, bayi yang tadinya bernapas dengan asupan oksigen dari plasenta ibu kini harus menghirup udara sendiri.

Untungnya, sebagian besar bayi baru lahir (lebih dari 90%) bisa bernapas secara mandiri tanpa bantuan dokter.

Namun, ada beberapa kasus atau sekitar 10 persen di mana bayi memerlukan intervensi dan bantuan khusus saat baru lahir.

Inilah yang dikenal dengan dengan resusitasi bayi baru lahir.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa resusitasi adalah bantuan pernapasan yang diberikan pada bayi baru lahir, biasanya setelah tali pusat dipotong.

Official Journal of the American Academy of Pediatrics memaparkan, resusitasi bayi baru lahir atau neonatal adalah serangkaian cara yang digunakan untuk membantu jalan napas dan sirkulasi bayi baru lahir.

Setelah bayi lahir, sangat penting bagi mereka untuk dapat segera bernapas sendiri.

Jika bayi baru lahir tidak dapat langsung bernapas sendiri, mereka berisiko mengalami asfiksia atau kondisi saat kadar oksigen di dalam tubuh berkurang.

Sehingga ini dapat menyebabkan cedera otak serius bahkan kematian.

Berdasarkan sebuah penelitian yang terbit dalam Indian Journal of Anaesthesia, tercatat bahwa bayi baru lahir yang mengalami asfiksia menyumbang 20,9% dari kematian bayi baru lahir.

Jadi, tujuan dari resusitasi bayi baru lahir adalah mencegah morbiditas (masalah kesehatan) dan mortalitas (kematian) karena cedera jaringan organ vital.

Baca Juga: 6 Keistimewaan Bayi Prematur yang Perlu Moms Ketahui

Gangguan Pernapasan pada Bayi Baru Lahir

Ilustrasi Bayi Baru Lahir
Foto: Ilustrasi Bayi Baru Lahir (Orami Photo Stocks)

Menurut dr. Fransiska Farah, M.Kes, Sp.A Dokter Spesialis Anak Konselor Laktasi RS Pondok Indah – Bintaro Jaya, jika bayi mengalami gangguan pernapasan maka akan diberikan bantuan oksigen.

"Bantuan tersebut antara lain berupa alat seperti balon oksigen yang dipompa atau dapat mengembang sendiri, alat continuous positive airway pressure (CPAP), hingga ventilator sesuai dengan kebutuhan bayi pada saat itu," jelasnya.

Pemasangan infus juga dapat dilakukan untuk memastikan kebutuhan cairan dan jalur obat-obatan bagi bayi.

Infus dapat dipasang melalui tali pusat atau pada tangan dan kaki bayi.

Baca Juga: 13+ Cara Merawat Bayi Baru Lahir, Panduan Tepat untuk Ibu Baru!

Kapan Resusitasi Bayi Baru Lahir Dibutuhkan?

Ilustrasi Resusitasi Bayi Baru Lahir
Foto: Ilustrasi Resusitasi Bayi Baru Lahir (Orami Photo Stock)

"Semua bayi yang lahir tidak bugar, tidak menangis kuat, dan gerak yang tidak aktif membutuhkan resusitasi pada saat lahir," kata dr. Fransiska Farah.

Selain itu, jika mengacu kepada tujuan resusitasi bayi baru lahir, tindakan ini diperlukan ketika bayi menunjukkan kesulitan bernapas sendiri.

Umumnya, dokter akan melakukan pengamatan pada cara bernapas bayi saat dilahirkan.

Terdapat indikator dan gejala lain yang dipantau untuk dinyatakan kesulitan bernapas, misalnya tangisan bayi lemah atau detak jantung terpantau tidak normal.

Semuanya tercatat dengan metode scoring APGAR, yaitu salah satu pemeriksaan fisik bayi yang dilakukan pada menit pertama dan ke-5 setelah bayi baru lahir.

Dengan penilaian itu, tim medis akan segera mengetahui mana bayi yang membutuhkan resusitasi dan mana yang tidak.

Baca Juga: Alami Bayi Kuning tapi Aktif? Simak Jawaban Dokter Ini!

Faktor yang Meningkatkan Kebutuhan Resusitasi Bayi Baru Lahir

Bayi
Foto: Bayi (Orami Photo Stock)

Mengutip studi dalam Sari Pediatri, bayi prematur merupakan kelompok yang berisiko membutuhkan bantuan resusitasi aktif.

Meski begitu, ada risiko terganggunya fungsi tubuh jika menggunakan bantuan oksigen secara terus menerus.

Normalnya, persalinan normal bantu mempersiapkan paru-paru dan sistem pernapasan bayi untuk bisa bernapas secara mandiri.

Dalam beberapa hari terakhir sebelum persalinan normal, paru-paru bayi mulai memproduksi lebih sedikit cairan untuk persiapan bernapas.

Kontraksi selama persalinan normal juga membantu proses keluarnya cairan dari paru-paru secara lebih maksimal.

Pada saat lahir, paru-paru harus cukup bersih dari cairan untuk mulai bernapas dan dalam 6-10 jam setelah lahir.

Sayangnya, ketika bayi lahir prematur, persiapan akhir paru-paru ini akan terganggu sehingga kemungkinan besar bayi prematur akan mengalami kesulitan bernapas.

Tidak hanya itu, terdapat berbagai faktor risiko yang meningkatkan kebutuhan resusitasi bayi baru lahir dengan asfiksia, antara lain:

  • Hipertensi ibu atau penyakit kardiovaskular
  • Hamil kembar
  • Penggunaan narkoba/alkohol pada ibu
  • Trauma saat lahir
  • Usia ibu di atas 40 tahun
  • Makrosomia janin
  • Cairan ketuban mengandung mekonium (feses pertama bayi)
  • Infeksi pada ibu
  • Solusio plasenta

Terlambat memberikan resusitasi bayi baru lahir dengan asfiksia bisa meningkatkan risiko autisme.

Baca Juga: 7 Penyebab Bayi Menangis saat Menyusu, Catat Moms!

Langkah dan Proses Resusitasi Bayi Baru Lahir

Proses resusitasi bayi baru lahir harus mengikuti pedoman yang sudah ditetapkan Kementerian Kesehatan Indonesia.

Pedoman ini biasanya menjadi dasar dari sebagian besar upaya resusitasi bayi baru lahir dengan asfiksia.

Sedangkan, menurut dr. Fransiska Farah langkahnya bisa dengan membersihkan jalan napasnya terlebih dahulu.

"Saat baru lahir, bayi segera dikeringkan, dibersihkan jalan napasnya dari lendir dan ketuban, serta diposisikan pada meja penghangat agar bayi dapat menangis dan bernapas dengan baik," jelasnya.

Berikut langkah resusitasi bayi baru lahir dengan lebih rinci.

1. Pencegahan Hipotermia

Langkah pertama dalam resusitasi bayi baru lahir adalah pencegahan cold stress atau hipotermia.

Cold stress adalah proses yang terjadi karena bayi yang baru lahir dengan cepat, kehilangan panas tubuh akibat meninggalkan lingkungan internal rahim yang hangat.

Cold stress dapat memicu penyempitan pembuluh darah dan dengan demikian mempersulit masalah pernapasan bayi baru lahir.

Kondisi ini biasanya diatasi dengan meletakkan topi hangat di atas kepala bayi dan menempatkannya di bawah lampu yang bisa memberi kehangatan.

2. Pembersihan Jalur Napas

Langkah kedua dalam upaya resusitasi bayi baru lahir dengan asfiksia adalah berfokus pada pembersihan jalur pernapasan bayi.

Terkadang bayi kesulitan bernapas dan itu disebabkan oleh cairan yang berlebihan di mulut, tenggorokan, dan hidung.

Pengeluaran cairan obstruktif dari saluran napas bayi dilakukan dengan bulb syringe atau kateter isap.

Instrumen dimasukkan ke dalam blok jalan napas dan digunakan untuk menyedot dan membersihkan cairan bebas. Proses ini disebut aspirasi.

Mulut biasanya disedot terlebih dahulu untuk menghindari tersedak yang sering disebabkan oleh aspirasi hidung.

Untuk sebagian besar bayi baru lahir yang mengalami masalah pernapasan, resusitasi bayi baru lahir biasanya selesai setelah langkah ini.

Beberapa kasus tidak diperlukan upaya lebih lanjut karena bayi sudah bisa bernapas sendiri.

Biasanya dokter perlu membuat penilaian apakah bayi bernapas normal dan mendapatkan cukup oksigen sendiri.

Jika penilaian ini menunjukkan bahwa bayi masih tidak bernapas dengan benar, langkah-langkah resusitasi yang lebih lanjut perlu dilakukan.

Baca Juga: Aturan Posisi Bayi di Stroller Sejak Usia Newborn, Moms Sudah Tahu?

3. Pemberian Oksigen

Langkah ketiga dalam resusitasi bayi baru lahir adalah pemberian oksigen dan atau ventilasi manual.

Ventilasi pada tahap ini biasanya dilengkapi dengan ventilator bag-mask.

Bayi dipindahkan ke posisi telentang untuk memungkinkan saluran udara terbuka. Ini akan menggunakan masker dengan ukuran yang tepat dipasang di atas mulut dan hidung.

Dokter kemudian akan memampatkan kantong ventilasi dan memantau frekuensi jantung secara normal.

Jika frekuensi jantung naik secara normal saat kantong dikompresi, itu adalah indikasi udara masuk ke paru-paru.

Namun, jika proses ini tidak segera berhasil, biasanya dokter akan melakukan kompresi dada dengan ventilator.

4. Intubasi atau Pembedahan

Jika bayi baru lahir terus menunjukkan tanda-tanda gangguan pernapasan, artinya perlu dilakukan tahapan berikutnya.

Intubasi adalah prosedur pembedahan di mana selang pernapasan endotrakeal dipasang melalui tenggorokan dan dipasang ke ventilator mekanis.

Ini adalah prosedur pembedahan yang sulit dan membutuhkan keterampilan tingkat tinggi.

Tidak semua dokter memenuhi syarat untuk melakukan ini. Sehingga sangat penting untuk memiliki seseorang atau tim medis yang mumpuni.

Dalam beberapa kasus, kebutuhan akan intervensi khusus bahkan mungkin tidak terwujud sampai bayi lahir.

Oleh karena itu, sangat penting bahwa penyedia layanan kesehatan tidak hanya berpengalaman dalam menangani kondisi medis bayi baru lahir.

Tetapi juga memperhatikan tanda-tanda gawat janin yang dapat menyebabkan perlunya resusitasi bayi baru lahir.

Baca Juga: Yuk Ketahui Pentingnya Skrining Hipotiroid Untuk Bayi Baru Lahir

Evaluasi Pasca Resusitasi Bayi Baru Lahir

Bayi dalam Perawatan
Foto: Bayi dalam Perawatan (Orami Photo Stock)

Setelah melakukan serangkaian resusitasi, tim medis biasanya akan melakukan evaluasi kembali semua tanda vital.

Biasanya mereka akan mencari tanda bahaya dan mengukur glukosa darah. Penilaian skor Apgar retroaktif kembali dilakukan dan dicatat pada lembar pemantauan.

Pemindahan bayi baru lahir ke unit perawatan neonatal diindikasikan jika salah satu kondisi berikut ini terjadi, yaitu:

  • Bayi baru lahir diventilasi dengan masker selama 2 menit atau lebih.
  • Skor Apgar adalah ≤ 4 dalam 1 menit atau ≤ 6 dalam 5 menit.
  • Ada tanda bahaya.

Baca Juga: 12 Cara Mengatasi Mual dengan Mudah, Coba Atur Napas, Moms!

Jika bayi baru lahir tampak baik (tidak ada indikasi untuk pindah pada ruang neonatal) atau jika transfer diperlukan, maka:

  • Tim medis harus melakukan observasi setidaknya selama 24 jam.
  • Setiap 2 jam, pemeriksaan tanda-tanda bahaya dan pemantauan tanda-tanda vital akan dilakukan.
  • Memastikan perawatan rutin.
  • Ibu harus menyusui sesegera mungkin.

Perawatan Setelah Resusitasi Bayi

Ibu Memeluk Bayi
Foto: Ibu Memeluk Bayi (Usnews.com)

Moms, tak cukup hanya evaluasi pasca resusitasi bayi. Perlu perawatan berlanjut dalam menstabilkan fungsi sel dan organ Si Kecil.

"Setelah tindakan resusitasi, biasanya bayi akan dirawat di NICU agar pernapasan, detak jantung, serta pemberian cairan dan obat-obatan yang diperlukan dapat dipantau dengan baik," ungkap dr. Fransiska Farah.

Jika kondisi bayi sudah stabil dan bayi sudah bugar, ibu bisa melakukan inisiasi menyusui dini (IMD) dengan pengawasan.

Adapun perawatan yang bisa dilakukan antara lain:

1. Kontak Fisik Kulit ke Kulit

Sebagian besar bayi yang baru lahir tidak memerlukan penjepitan tali pusar atau resusitasi segera.

Ini dapat dievaluasi dan dipantau dari proses kontak kulit-ke-kulit dengan ibu mereka setelah lahir.

Cara ini juga dilakukan pasca resusitasi bayi baru lahir untuk melihat perkembangan yang terjadi. Biasanya ibu akan dibolehkan mengunjungi bayi di ruangan khusus.

Nantinya para tenaga medis akan menganjurkan untuk proses skin to skin ini.

2. Memantau Oksimetri Nadi

Peningkatan denyut jantung adalah indikator yang paling penting terhadap resusitasi bayi baru lahir.

Oksimetri nadi digunakan untuk mengamati saturasi oksigen apakah memenuhi batas yang dianjurkan.

Mengutip American Heart Association, membutuhkan waktu 1 sampai 2 menit untuk oksimeter nadi bekerja.

Penilaian dilihat dari 3 karakteristik vital yakni denyut jantung, pernapasan, dan keadaan oksigen.

3. Memberikan Tekanan pada Dada

Kompresi atau tekanan pada dada diberikan jika ada respons denyut jantung yang buruk terhadap resusitasi bayi baru lahir.

Respon denyut jantung terhadap kompresi dada dan obat-obatan harus dipantau secara elektrokardiografi.

Jika respons terhadap kompresi dada buruk, mungkin dokter memberikan epinefrin melalui intravena atau infus.

Apabila langkah resusitasi bayi ini tidak ada respons denyut jantung dalam 20 menit, pengalihan perawatan lain harus didiskusikan dengan tim dan keluarga.

Baca Juga: 7 Cara Mengatasi Bayi Susah BAB, Coba Pijat Bayi dan Ganti Menu Makannya

Melansir Medicine Net, langkah yang dilakukan apabila detak jantung tidak ada atau rendah (kurang dari 60 detak/menit) antara lain:

  • Pegang dada bayi dengan dua tangan sambil meletakkan ibu jari di bawah puting susu.
  • Tekan dada bayi dengan ibu jarinya dengan cepat. Metode lain pada bayi yang lebih kecil adalah menggunakan telunjuk dan jari tengah untuk menekan lembut tulang dada.
  • Berikan waktu untuk jantung berdenyut.
  • Berikan tiga kompresi dada untuk satu napas dengan bantuan dokter.
  • Lanjutkan kompresi dada sampai detak jantung bayi menjadi normal.
  • Periksa respons dengan mendengarkan detak jantung bayi setiap 30 detik hingga satu menit.
  • Lihat gerakan dada pada setiap napasnya.

4. Mengamati Suhu Normal Bayi

Moms, perawatan resusitasi bayi baru lahir yakni dengan pengamatan suhu.

Ukur suhu sesegera mungkin di kamar bersalin setelah resusitasi bayi.

Mengutip Queensland Health, batas suhu tubuh normal untuk semua bayi antara 36,5 °C dan 37,5 °C.

Hipotermia pada bayi terjadi ketika suhu kurang dari 36 °C.

5. Memantau Kadar Glukosa

Perawatan lainnya juga dibutuhkan pasca resusitasi bayi baru lahir dengan asfiksia.

Memantau kadar glukosa dibutuhkan untuk mencegah glukosa yang tidak stabil.

Gula yang tinggi dalam darah bisa menyebabkan hipoglikemia. Gejala hipoglikemia pada bayi agak sulit diidentifikasi.

Namun, gejala umumnya adalah bayi terlihat lemas dan tidak ingin menyusu.

Pada kondisi yang parah, bayi bisa kejang, berhenti bernapas (apnea), dan bibir serta kukunya menjadi kebiruan (sianosis).

Biasanya dokter akan mempertimbangkan penggunaan infus glukosa untuk menghindari hipoglikemia.

Risiko Resusitasi pada Bayi Baru Lahir

Risiko yang mungkin terjadi selama atau setelah resusitasi adalah bayi bisa saja tidak merespon tindakan resusitasi yang diberikan.

"Hal ini ditandai dengan tidak adanya gerakan napas atau detak jantung meski sudah dilakukan tindakan resusitasi yang komprehensif," ungkap dr. Fransiska Farah.

Resusitasi dikatakan berhasil jika bayi menangis, bernapas dengan baik, dan memiliki detak jantung yang normal.

"Sebaliknya, jika resusitasi pada bayi baru lahir gagal di mana ia tidak merespon terhadap tindakan resusitasi, maka bayi dinyatakan meninggal," tambahnya.

Baca Juga: 8 Rekomendasi Alat Penyedot Ingus Bayi, Legakan Pernapasan

Bayi Tidak Bernapas dan Tidak Memiliki Detak Jantung

Ilustrasi Resusitasi pada Bayi Baru Lahir
Foto: Ilustrasi Resusitasi pada Bayi Baru Lahir (Orami Photo Stock)

Nah, menurut dr. Fransiska Farah, jika bayi baru lahir tidak bernapas dan tidak memiliki detak jantung bisa dilakukan resusitasi, Moms.

"Tubuh bayi dikeringkan, jalan napas (hidung dan mulut) dibersihkan, kemudian diposisikan pada meja resusitasi untuk membuka jalan napas," katanya.

Jika bayi masih belum menangis, dokter dan tim akan memasang monitor oksigen pada tangan atau kaki dan memberikan bantuan oksigen pada bayi.

Jika bayi tidak memiliki detak jantung, dokter dan tim akan melakukan resusitasi jantung paru dengan memberikan oksigen dan pijatan atau kompresi pada dada bayi.

Di sisi lain, jika Si Kecil lahir dengan memiliki masalah jantung dan tekanan darah, memungkinan bayi tidak dapat merespon pemberian oksigen saat resusitasi meski sudah diberikan terapi oksigen yang komprehensif.

"Bayi akan dirawat di neonatal intensive care unit (NICU) untuk dipantau lebih lanjut. Pemeriksaan echocardiography atau USG jantung bayi diperlukan untuk melihat kelainan jantung yang dicurigai," kata dr. Fransiska Farah.

Baca Juga: 15 Kelainan Jantung pada Bayi Baru Lahir, Kenali dan Waspadai!

Itulah beberapa hal yang perlu Moms ketahui tentang resusitasi bayi baru lahir dengan asfiksia.

Jangan ragu untuk bertanya kepada dokter, ya!

  • https://pediatrics.aappublications.org/content/136/Supplement_2/S196
  • https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2991653/
  • https://yankes.kemkes.go.id/unduh/fileunduhan_1610340497_731779.pdf/12
  • https://www.ahajournals.org/doi/full/10.1161/circulationaha.110.971119
  • https://www.health.qld.gov.au/__data/assets/pdf_file/0011/140600/g-resus.pdf
  • https://www.medicinenet.com/what_are_the_steps_in_neonatal_resuscitation/article.htm

Konten di bawah ini disajikan oleh advertiser.
Tim Redaksi Orami tidak terlibat dalam materi konten ini.


FOLLOW US

facebook
twitter
instagram
spotify
tiktok

Orami Articles — Artikel Seputar Parenting, Kesehatan,
Gaya Hidup dan Hiburan

Copyright © 2024 Orami. All rights reserved.

rbb