15 Juli 2022

Mengenal Terapi Trombolitik, Penanganan untuk Stroke dan Serangan Jantung

Terapi trombolitik bisa mencegah kerusakan lebih lanjut yang diakibatkan stroke
Mengenal Terapi Trombolitik, Penanganan untuk Stroke dan Serangan Jantung

Salah satu pengobatan yang bisa dijalani oleh penderita stroke adalah terapi trombolitik atau disebut juga trombolisis.

Stroke merupakan kondisi berkurangnya pasokan darah ke otak, bisa karena penyumbatan atau pecahnya pembuluh darah.

Terapi trombolitik dilakukan menggunakan obat-obatan khusus. Obat tersebut berfungsi untuk memecah atau melarutkan pembekuan darah berbahaya yang ada di pembuluh darah.

Selain itu, terapi ini juga bermanfaat untuk meningkatkan kelancaran aliran darah, serta mencegah terjadi kerusakan pada jaringan dan organ tubuh.

Baca juga: Perdarahan Subarachnoid: Gejala, Penyebab, dan Cara Mengatasinya

Apa itu Terapi Trombolitik?

Apa itu Terapi Trombolitik
Foto: Apa itu Terapi Trombolitik (pennmedicine.org)

Foto: prosedur medis (Orami Photo Stock)

Perlu diketahui bahwa pembekuan darah bisa memicu berbagai kondisi berbahaya, termasuk stroke dan serangan jantung. Nah, terapi trombolitik bisa jadi solusi untuk hal ini.

Sebuah tinjauan pada 2014 di The Scientific World Journal, terapi trombolitik telah digunakan sebagai pengobatan sejak 1761.

Sejak itulah terapi ini menyelamatkan banyak nyawa hingga kini.

Terapi ini dilakukan dengan bantuan obat-obatan khusus, yang telah disetujui sebagai pengobatan darurat untuk stroke dan serangan jantung.

Beberapa obat yang umum digunakan dalam terapi trombolitik adalah aktivator plasminogen jaringan (tPA).

Agar bekerja dengan optimal, konsumsi obat perlu dilakukan dalam 30 menit pertama setelah serangan stroke atau serangan jantung.

Namun, obat jenis aktivator plasminogen jaringan rekombinan (rt-PA) bisa digunakan pada pasien tertentu dalam waktu 3-4,5 jam setelah serangan.

Hal tersebut diungkapkan dalam studi pada 2014 di jurnal Cochrane Database of Systematic Reviews.

Jadi, sangat penting untuk sesegera mungkin membawa penderita stroke dan serangan jantung ke rumah sakit, agar penanganan bisa segera dilakukan.

Baca juga: Mengenal Fungsi dari Hipotalamus, Pusat Kontrol Tubuh di Otak

Jenis-Jenis Obat untuk Terapi Trombolitik

Reaksi Tubuh Relawan Vaksin Corona Sehabis Disuntik, Demam dan Bengkak.jpg
Foto: Reaksi Tubuh Relawan Vaksin Corona Sehabis Disuntik, Demam dan Bengkak.jpg

Foto: obat (Orami Photo Stock)

Meski sama-sama berfungsi untuk memecah pembekuan darah, obat yang digunakan dalam terapi trombolitik ada beberapa jenis, yaitu:

  • t-PA (activase)
  • Retavase (reteplase)
  • Eminase (anistreplase)
  • TNKase (tenekteplase)
  • Streptase (streptokinase, kabikinase)
  • Abbokinase, kinlitik (rokinase)

Sementara, jenis-jenis obat untuk terapi trombolitik tersebut dapat diberikan melalui 2 cara, tergantung kondisi yang dialami, yaitu:

  • Disuntikkan ke area gumpalan darah, dengan menggunakan alat khusus bernama kateter.
  • Memasukkan kateter yang lebih panjang ke dalam pembuluh darah, lalu mengarahkannya ke dekat lokasi pembekuan darah dan memasukkan obat di sana.

Dibandingkan dengan cara pertama, dokter lebih sering menggunakan cara kedua selama terapi trombolitik.

Dalam prosesnya, dokter juga akan menggunakan pencitraan radiologis, untuk memastikan bekuan darah larut.

Pada beberapa kasus, terapi bisa memakan waktu cukup lama, tergantung besarnya gumpalan darah.

Gumpalan darah yang kecil biasanya membutuhkan waktu beberapa jam. Namun, bila gumpalan darah cukup besar dan parah, proses terapi bisa saja dilakukan hingga beberapa hari.

Selain 2 cara tadi, terapi trombolitik juga bisa dilakukan dengan prosedur yang bernama trombektomi mekanis.

Terapi jenis ini dilakukan dengan cara memasukkan kateter panjang yang di bagian ujungnya dipasangi alat khusus, berupa:

  • Pengisap kecil
  • Jet cairan berkecepatan tinggi
  • Perangkat ultrasound

Alat-alat tersebut berguna untuk membantu memecah pembekuan darah secara fisik.

Terapi Trombolitik untuk Stroke

stroke - healthline.com.jpg
Foto: stroke - healthline.com.jpg (Shutter Stock)

Foto: terapi stroke (Orami Photo Stock)

Pada kebanyakan kasus, stroke terjadi karena adanya pembekuan darah dari suatu area, ke pembuluh darah di otak.

Dalam medis ini disebut dengan istilah stroke iskemik.

Bekuan darah itu kemudian menghalangi aliran darah yang seharusnya mencapai area otak yang terpengaruh. Ketika aliran darah tersebut tersumbat, inilah yang dinamakan stroke.

Nah, terapi trombolitik merupakan salah satu penanganan untuk kondisi stroke iskemik.

Terapi ini bekerja dengan cara membantu melarutkan pembekuan darah yang terjadi dengan cepat.

Penggunaan obat-obatan dalam terapi trombolitik dalam jangka waktu 3 jam setelah gejala stroke terjadi, diyakini dapat meminimalisir kerusakan lebih lanjut akibat stroke.

Namun, tidak semua penderita stroke bisa menjalani terapi ini. Dokter akan membuat keputusan apakah terapi ini bisa digunakan atau tidak, berdasarkan beberapa hal, yaitu:

  • Riwayat kesehatan yang dimiliki
  • Pemeriksaan fisik
  • CT scan otak untuk memastikan tidak ada perdarahan yang terjadi

Pada kasus stroke yang terjadi karena pecahnya pembuluh darah (stroke hemoragik), terapi trombolitik tidak bisa dilakukan. Mengapa?

Karena terapi ini justru dapat memicu peningkatan perdarahan dan memperburuk stroke yang terjadi.

Baca juga: Mengalami Jantung Berdebar Saat Tidur, Berbahayakah?

Risiko dan Efek Samping

Risiko dan Efek Samping trombolitik
Foto: Risiko dan Efek Samping trombolitik

Foto: efek samping pengobatan (Orami Photo Stock)

Secara umum, terapi trombolitik tergolong aman. Namun, seperti halnya prosedur medis lain, terapi ini juga punya risiko dan efek samping, seperti:

1. Meningkatnya Perdarahan

Umumnya terjadi perdarahan kecil dari gusi atau hidung. Meski sangat jarang, perdarahan pada otak juga bisa terjadi.

Hal ini bisa lebih buruk pada orang yang sedang mengonsumsi obat pengencer darah atau yang memiliki kondisi:

  • Hipertensi parah
  • Stroke hemoragik
  • Banyak kehilangan darah
  • Penyakit ginjal
  • Baru menjalani operasi

2. Infeksi

Risiko infeksi pada beberapa orang yang menjalani terapi trombolitik juga bisa terjadi. Namun, risiko ini sangat jarang, Moms.

3. Alergi

Jika Moms menjalani prosedur terapi yang menggunakan zat pewarna selama pencitraan, maka akan ada risiko alergi yang bisa terjadi.

4. Efek Samping Lainnya

Selain 3 hal tadi, risiko dan efek samping lain yang juga bisa terjadi akibat terapi ini adalah:

  • Kerusakan pembuluh darah.
  • Berpindahnya pembekuan darah ke bagian lain.
  • Muncul memar atau perdarahan di tempat dimasukkannya kateter.
  • Kerusakan ginjal pada orang yang menderita kondisi lain seperti diabetes atau penyakit ginjal.

Dari semua risiko efek samping tersebut, kemungkinan komplikasi yang paling serius dari terapi ini adalah perdarahan intrakranial.

Namun, tenang saja, karena komplikasi ini sangat jarang terjadi.

Itulah pembahasan mengenai trombolitik yang bisa jadi terapi untuk stroke dan serangan jantung. Semoga informasinya dapat bermanfaat ya, Moms!

  • https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4276353/
  • https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4153726/
  • https://www.webmd.com/stroke/thrombolysis-definition-and-facts
  • https://medlineplus.gov/ency/article/007089.html

Konten di bawah ini disajikan oleh advertiser.
Tim Redaksi Orami tidak terlibat dalam materi konten ini.


FOLLOW US

facebook
twitter
instagram
spotify
tiktok

Orami Articles — Artikel Seputar Parenting, Kesehatan,
Gaya Hidup dan Hiburan

Copyright © 2024 Orami. All rights reserved.

rbb