11 Bentuk Kekerasan Verbal dalam Rumah Tangga dan Dampaknya!
Kekerasan verbal dalam rumah tangga adalah salah satu bentuk kekerasan yang sering terjadi namun kerap diabaikan.
Tindakan ini dilakukan melalui penghinaan, cemoohan, atau penggunaan bahasa tidak senonoh dengan tujuan menyakiti atau mengontrol korban.
Berbeda dengan kekerasan fisik, kekerasan verbal menggunakan kata-kata atau sikap untuk melukai perasaan dan merendahkan korban, baik itu pasangan suami istri maupun anak-anak.
Sayangnya, kekerasan ini menjadi penyebab utama dalam banyak kasus KDRT di berbagai keluarga.
Apa saja tanda-tanda kekerasan verbal yang perlu Moms waspadai? Yuk, simak informasi selengkapnya di artikel ini!
Baca Juga: Mengenal Cyberbullying, Kasus Kekerasan Dunia Maya yang Kerap Menyerang Anak, Waspada!
Bentuk Tindakan Kekerasan Verbal dalam Rumah Tangga

Pelecehan dan kekerasan datang dalam berbagai bentuk dan tidak semuanya bersifat fisik.
Ketika seseorang berulang kali menggunakan kata-kata untuk merendahkan, menakut-nakuti, atau mengendalikan seseorang, itu sudah dianggap kekerasan verbal.
Berikut ini adalah tanda-tanda bahwa Moms atau Dads mengalami KDRT dalam bentuk kekerasan verbal.
1. Membantah
Bedakan antara membantah terus-menerus dan berdebat ya, Moms. Sesekali, perdebatan adalah hal yang wajar dan sehat dalam sebuah hubungan.
Itu berarti Moms dan Dads berdua menyampaikan sudut pandang masing-masing tanpa maksud untuk menyakiti.
Sedangkan, pasangan yang selalu membantah kata-kata bermaksud untuk membuat pasangan kecil hati adalah suatu bentuk kekerasan verbal.
Misalnya saat Moms berdua makan di restoran. Ketika Moms memuji hidangannya yang lezat, tapi pasangan langsung membantah dan bilang makanannya tidak enak.
Ini bisa membuat Moms merasa kecil hati karena berpikir memiliki selera yang buruk.
Padahal, bisa saja pasangan setuju bahwa rasanya enak namun ia hanya tidak ingin membuat Moms merasa lebih benar.
2. Selalu Mengkritik
Kritik yang membangun tentu saja positif dan sangat diperlukan untuk kemajuan orang lain. Namun, ada perbedaan antara kritikan dan mencari-cari kesalahan orang lain.
Kritikan yang disampaikan dengan tujuan menunjukkan kelemahan orang lain atau membuat orang tersebut kehilangan kepercayaan dirinya.
Hal ini sudah termasuk bentuk kekerasan verbal, Moms.
Misalnya, cara bicara Moms selalu diejek karena dianggap buruk oleh pasangan tanpa memberikan masukan.
Baca Juga: Kekerasan pada Anak: Tanda, Jenis, Dampak, dan Cara Mengatasinya
3. Memberi Nama Panggilan Buruk
Jenis kekerasan verbal ini mungkin yang paling mudah dikenali. Ini termasuk menyebut nama buruk atau diteriaki secara terus menerus.
Argumen yang selalu menggunakan teriakan dan penggunaan kata agresif dalam percakapan adalah tanda komunikasi Moms dengan pasangan sama sekali tidak sehat.
Belum lagi bila pertengkaran tersebut memberikan Moms label nama panggilan yang buruk, seperti, "dasar bodoh!"
Ini merupakan tanda bahwa Moms mengalami kekerasan verbal dari pasangan.
4. Menuduh dan Menyalahkan

Berbeda dengan memberikan kritik yang membangun, menuduh dan menyalahkan termasuk dalam kekerasan verbal.
Padahal, pasangan menyalahkan Moms akan hal-hal yang sebenarnya di luar kendali Moms.
Contohnya ketika pasangan terlambat ke kantor. Ia mungkin menyalahkan Moms karena lambat menyetir.
Padahal, saat itu kondisi jalanan memang lebih macet dari biasanya.
Selain itu, tak jarang ketika seseorang melakukan kesalahan namun tak berani mengakuinya, mereka malah melimpahkan kesalahannya kepada orang lain.
Bentuk kekerasan verbal ini biasanya diselingi guyonan, namun lama kelamaan dapat menyakiti hati pasangan. Ini juga kerap disebut sarcastic.
Begitu pula yang terjadi dalam kehidupan berumah tangga.
Contohnya suami tak mendapat penghasilan cukup, ia lalu menyalahkan sang istri yang tak membantunya dalam mencari uang.
Padahal suaminya sendiri yang meminta sang istri untuk tetap di rumah menjaga Si Kecil.
5. Menolak Berbicara
Bahkan tidak berkata apa pun bisa jadi bentuk kekerasan verbal.
Hal ini disebut dengan silent treatment, terutama bila dilakukan untuk membuat korbannya merasa tidak nyaman.
Misalnya, ketika Moms bertengkar dengan pasangan, ia memilih diam dan pergi ketika Moms menuntut penjelasan darinya.
Padahal, dalam hubungan yang sehat, pasangan akan memilih menjauh dari pertengkaran dan mencoba membicarakan masalah saat keduanya sudah tenang.
6. Menyembunyikan Identitas
Menyembunyikan identitas diri sudah sering terjadi pada banyak pasangan yang telah menikah.
Sebagian besar banyak yang menutupi bahwa dirinya sudah berstatus menikah hanya karena masih ingin dekat dengan orang lain atau mungkin jenuh terhadap kehidupan rumah tangganya.
Pada akhirnya membuat diri seolah-olah masih lajang adalah pilihan yang dirasa tepat.
7. Mengarang
Pasangan kerap mengatakan bahwa Moms suka mengarang suatu kejadian agar merasa bersalah?
Bisa jadi itu adalah bentuk kekerasan verbal agar Moms segera minta maaf dan kian tergantung pada mereka.
Contoh konkretnya seperti Moms menagih janji pasangan untuk membantu pekerjaan rumah, tapi dia berkata “kita tidak pernah ada perjanjian soal itu.”
Bahkan, ia bisa menegaskannya dengan “jangan suka mengarang, itu cuma halusinasi kamu” sehingga Moms akan meminta maaf.
8. Mengancam
Kekerasan verbal bisa jadi awal mula terjadinya kekerasan fisik, salah satunya dimulai ketika pelaku kekerasan ini mengeluarkan nada ancaman.
Ancaman ini sangat mudah dikenali karena sudah pasti memberi efek takut pada korban dan menuntut korban untuk patuh pada kata-kata pelaku kekerasan ini.
Contohnya, “kalau kamu tidak menuruti saya, jangan salahkan saya jika terjadi sesuatu yang mengerikan pada kamu.”
Baca Juga: 6 Bentuk Tindakan KDRT yang Perlu Diwaspadai, Termasuk Merendahkan Pasangan!
9. Manipulatif
Tindakan manipulatif adalah salah satu bentuk kekerasan verbal yang juga paling sering terjadi dalam hubungan percintaan.
Manipulatif adalah tindakan yang menggunakan kata-kata untuk memanipulasi dan mengendalikan orang lain.
Contohnya, "Saya akan menyakiti diri sendiri jika kamu pergi meninggalkanku," ini adalah bentuk tindakan yang menggunakan perasaan bersalah agar membuat Moms melakukan hal-hal tertentu yang tidak diinginkan.
10. Mempermalukan di Depan Umum
Bentuk kekerasan verbal yang selanjutnya adalah ketika pasangan melontarkan kata-kata yang menghina hingga mempermalukan.
Bahkan tak jarang hal seperti ini terjadi di depan umum, seperti contohnya “Kamu bukan ibu yang baik, anak menangis dibiarkan begitu saja”.
Secara tak langsung kata-kata semacam ini akan membuat pasangan menjadi merasa sangat rendah di hadapan orang banyak.
Pada akhirnya, akan terjadi rasa trauma bila pergi bersama.
11. Mengabaikan Keberadaan Pasangan

Selain kata-kata yang merendahkan pasangan, mengabaikan atau tidak menganggap kehadiran pasangan kita juga termasuk kekerasan verbal.
Hal ini bukan dalam artian selalu menggunakan kata-kata saja, tetapi juga dengan tidak melibatkan pasangan dalam mengambil keputusan.
Segala sesuatunya dipikirkan dan dikerjakan sendiri. Padahal keputusan yang hendak diambil melibatkan dan mempengaruhi kedua belah pihak.
Tanda-tanda Seseorang Mengalami Kekerasan Verbal

Perilaku kekerasan verbal adalah upaya untuk mendapatkan kekuasaan, dan tujuannya adalah untuk mengontrol serta mengintimidasi korbannya agar tunduk.
Berikut ini beberapa tanda-tanda seseorang yang mengalami kekerasan dilansir dari Very Well Mind.
- Takut pada pelaku kekerasan verbal.
- Merasa takut tampil di depan umum.
- Merasa terancam.
- Merasa rendah diri dan malu pada diri sendiri.
- Sulit menjelaskan tentang diri sendiri.
Dampak Kekerasan Verbal pada Korban

Ketika mendapat perlakuan kekerasan verbal di rumah tangga baik dari suami maupun istri, ini akan memengaruhi kestabilan mental seseorang.
Tanda-tanda bahwa Moms atau Dads mengalami dampak dari kekerasan verbal adalah:
1. Menurunnya Kepercayaan Diri
Dampak kekerasan verbal di rumah tangga dapat menurunkan rasa percaya diri pasangan.
Omelan terus menerus, berteriak dan meremehkan dapat menurunkan rasa kepercayaan diri.
Sering memberi tahu pasangan bahwa dia tidak pandai dalam segala hal dapat membuat pasangan percaya setelah beberapa waktu bahwa dia benar-benar 'tidak berguna.'
Hal ini dapat membuatnya kehilangan kepercayaan pada kemampuannya dan ragu untuk melakukan aktivitas baru.
Misalnya, jika pasangan terus-menerus diberitahu bahwa dia bodoh, dia akan mulai percaya bahwa ini benar dan akan berkinerja buruk di semua aspek kehidupan.
2. Mood Swings
Mood swings atau perubahan suasana hati adalah efek samping psikologis yang cukup standar bagi orang-orang yang terlibat dalam hubungan tidak sehat.
Secara alami, berbagai bentuk kekerasan termasuk kekerasan verbal di rumah tangga, dapat membuat seseorang merasakan perubahan suasana hati.
Perubahan suasana hati dapat menjadi kacau dan membingungkan, menyebabkan seseorang merasa seperti dia tidak dapat mempercayai penilaian atau perasaannya sendiri.
3. Posttraumatic Stress Disorder (PTSD)
Posttraumatic Stress Disorder (PTSD) atau gangguan stres pascatrauma adalah konsekuensi yang berbahaya dan dapat dialami korban kekerasan verbal.
Trauma kekerasan verbal dapat terbawa hingga ke dalam:
- Hubungan baru
- Romantisme
- Platonis
- Kehidupan profesional
- Hubungan kekeluargaan
Karena trauma berasal dari masalah komunikasi, keraguan diri, dan ketakutan akan penolakan.
Korban mungkin merasa sangat sensitif terhadap percakapan yang intens atau menjadi sangat keras pada diri sendiri karena kesalahan kecil di tempat kerja.
Gangguan seperti PTSD dapat muncul secara tidak terduga, membuat korban merasa tidak stabil secara mental atas hal-hal yang ia pikir harus segera ditangani.
Penanganan Kekerasan Verbal

Langkah pertama dalam menangani kekerasan verbal adalah dengan mengenali bentuk kekerasan yang dialami.
Dengan bersikap jujur tentang apa yang dialami dan dirasakan, Moms dapat mulai mengambil langkah-langkah berikut ini untuk menangani kekerasan verbal yang dialami.
1. Tetapkan Batasan
Moms dapat menangani kekerasan verbal dengan menyampaikan secara tegas kepada pasangan bahwa perilaku seperti mengkritik, menghakimi, mempermalukan, atau mengancam tidak dapat diterima.
Jelaskan dengan jelas batasan yang Moms tetapkan, serta konsekuensi jika pasangan tetap melanjutkan perilaku tersebut.
Misalnya, katakan bahwa jika pasangan mulai berteriak atau memaki, Moms akan mengakhiri percakapan dan meninggalkan ruangan.
Pendekatan ini membantu menunjukkan bahwa Moms tidak mentoleransi perilaku kasar sekaligus memberikan kesempatan bagi pasangan untuk introspeksi dan berubah.
2. Hindari Orang yang Melakukan Kekerasan Verbal
Kekerasan verbal tidak selalu datang dari pasangan atau orang tua, tetapi juga bisa dilakukan oleh teman dekat atau kerabat keluarga.
Jika Moms sering menghadapi tindakan kasar secara verbal dari seseorang, langkah terbaik adalah membatasi waktu bersama mereka atau menghindarinya sepenuhnya.
Dengan mengurangi interaksi, Moms dapat memiliki ruang untuk mengevaluasi kembali hubungan tersebut, apakah layak dipertahankan atau tidak.
Sebagai gantinya, kelilingi diri dengan orang-orang yang memberikan energi positif dan mendukung.
Teman, keluarga, atau orang terdekat yang peduli akan membantu Moms memahami bagaimana seharusnya hubungan yang sehat terjalin.
3. Akhiri Hubungan
Jika kekerasan verbal terus berlanjut, Moms perlu mempertimbangkan langkah terakhir, yaitu mengakhiri hubungan tersebut.
Sebelum mengambil keputusan, cobalah diskusikan pemikiran dan perasaan Moms dengan teman, keluarga, atau konselor terpercaya untuk mendapatkan perspektif dan dukungan yang dibutuhkan.
Langkah ini penting agar Moms merasa yakin dan siap untuk melangkah ke depan demi kebaikan diri sendiri.
Baca Juga: 7 Posisi Seks setelah Bertengkar, Lebih Menggairahkan dan Tahan Lama!
Kapan Harus Mencari Bantuan Profesional?

Moms dan Dads perlu segera mencari bantuan profesional jika kekerasan verbal yang dialami mulai memengaruhi kesehatan mental, hubungan keluarga, atau kehidupan sehari-hari.
Berikut adalah beberapa tanda yang menunjukkan bahwa saatnya untuk meminta pertolongan:
1. Korban Merasa Tertekan Secara Emosional
Jika Moms atau Dads merasa terus-menerus sedih, takut, atau cemas akibat kata-kata atau perlakuan pasangan, ini bisa menjadi tanda bahwa kekerasan verbal telah berdampak signifikan pada kesehatan mental.
2. Kehilangan Kepercayaan Diri Secara Drastis
Ketika ejekan, penghinaan, atau kritik terus-menerus membuat korban merasa tidak berharga atau ragu pada kemampuan dirinya, penting untuk mendapatkan pandangan dari ahli seperti psikolog.
3. Mengalami Gejala Fisik Akibat Stres
Stres yang disebabkan oleh kekerasan verbal sering kali memengaruhi kesehatan fisik, seperti sakit kepala, gangguan tidur, atau penurunan berat badan tanpa sebab jelas.
4. Hubungan dengan Anak Mulai Terganggu
Kekerasan verbal dalam rumah tangga juga dapat berdampak pada anak-anak.
Jika Moms merasa tidak mampu memberikan perhatian penuh pada anak karena tekanan dari pasangan, pertolongan profesional sangat diperlukan.
5. Pelaku Tidak Mau Berubah
Jika pelaku kekerasan verbal menolak untuk mengakui perilakunya atau tidak menunjukkan itikad untuk berubah meskipun sudah diajak berdiskusi, konsultasi dengan konselor dapat menjadi solusi terbaik.
6. Mulai Muncul Ancaman Fisik
Kekerasan verbal sering kali menjadi langkah awal menuju kekerasan fisik.
Jika pasangan mulai memberikan ancaman atau menunjukkan perilaku yang menakutkan, jangan tunda untuk mencari bantuan segera.
Nah, itu dia Moms informasi seputar kekerasan verbal beserta dampaknya pada korban.
Jangan ragu untuk mencari pertolongan bila Moms atau Dads mengalami hal tersebut dalam rumah tangga, ya.
- https://www.healthline.com/health/mental-health/what-is-verbal-abuse#criticism
- https://www.verywellmind.com/how-to-recognize-verbal-abuse-bullying-4154087
- https://www.joinonelove.org/learn/11-common-patterns-verbal-abuse/
- https://www.brides.com/how-can-someone-identify-and-respond-to-verbal-abuse-1102424
- https://www.webmd.com/mental-health/signs-verbal-abuse
- https://www.medicalnewstoday.com/articles/327346
- https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC8889444/
Konten di bawah ini disajikan oleh advertiser.
Tim Redaksi Orami tidak terlibat dalam materi konten ini.
Orami Articles — Artikel Seputar Parenting, Kesehatan,
Gaya Hidup dan Hiburan
Copyright © 2025 Orami. All rights reserved.