24 Januari 2024

Biografi Ernest Douwes Dekker, Pejuang Anti Kolonialisme

Simak biografi lengkapnya!
Biografi Ernest Douwes Dekker, Pejuang Anti Kolonialisme

Ernest Douwes Dekker, atau yang lebih dikenal dengan nama Danudirja Setiabudi, adalah salah satu tokoh penting dalam pergerakan nasional Indonesia.

Ia lahir di Pasuruan, Jawa Timur, pada tanggal 8 Oktober 1879. Douwes Dekker adalah seorang keturunan Belanda-Jawa, tetapi ia lebih memilih menganggap dirinya sebagai orang Indonesia.

Douwes Dekker menempuh pendidikan di Hogere Burger School (HBS) Surabaya. Setelah lulus, ia bekerja di perkebunan kopi di Malang dan Kraksaan.

Selama bekerja di perkebunan, ia melihat secara langsung penderitaan rakyat pribumi yang ditindas oleh pemerintah kolonial Belanda.

Pada tahun 1900, Douwes Dekker mulai aktif dalam pergerakan nasional. Ia mendirikan surat kabar De Expres di Bandung pada tahun 1903.

Surat kabar ini menjadi corong bagi Douwes Dekker untuk menyuarakan kritiknya terhadap pemerintah kolonial Belanda.

Ingin tahu kisah hidup Douwes Dekker selengkapnya? Simak sampai akhir, ya!

Baca Juga: 9 Contoh Buku Biografi Tokoh Indonesia yang Menginspirasi

Masa Kecil Ernest Douwes Dekker

Douwes Dekker
Foto: Douwes Dekker (Pinterest.com)

Ernest Douwes Dekker dilahirkan dengan nama lengkap Ernest François Eugène Douwes Dekker di Pasuruan pada 8 Oktober 1879.

Orangtuanya adalah Auguste Henri Eduard Douwes Dekker dan Louisa Neumann. Ayahnya adalah orang Belanda sedangkan ibunya memiliki keturunan Jerman-Jawa.

Karena campuran keturunan ini, Ernest Douwes Dekker sering diidentifikasi sebagai orang Indo, yang mengindikasikan perpaduan antara orang Indonesia dan Eropa.

Kelompok orang Indo seringkali berada di bawah orang Eropa murni dalam hierarki sosial pada masa itu, dan Ernest Douwes Dekker merasakan diskriminasi dari komunitas orang Belanda murni.

Keluarga Ernest kemudian pindah ke Surabaya pada tahun 1892. Untuk pendidikan dasarnya, Ernest menghadiri Hogere Burgerschool (HBS) di Surabaya.

Kemudian, ia melanjutkan pendidikannya di Gymnasium Koning Willem III School, sebuah sekolah elit setingkat HBS di Batavia (yang sekarang daerah Gambir, Jakarta Pusat).

Pada usia 14 tahun, Ernest berhasil menulis Gedenkboek van Lombok, sebuah buku yang membahas ekspedisi militer Belanda untuk meredakan kerusuhan di Lombok.

Ibunya sangat menghargai bakat menulisnya. Ernest memiliki pendidikan yang baik dan memiliki kemampuan menulis yang luar biasa.

Baca Juga: Biografi Raja Ali Haji, Sastrawan dan Ulama dari Melayu

Bekerja di Perkebunan

Setelah menyelesaikan sekolahnya, Ernest Douwes Dekker tidak melanjutkan pendidikan tinggi karena kendala biaya.

Sebaliknya, ia memulai karirnya sebagai pengawas perkebunan atau "opzichter" di perkebunan kopi "Soember Doeren" di Malang, Jawa Timur.

Di sana, ia menjadi saksi perlakuan yang tidak adil dan eksploitasi terhadap para pekerja perkebunan, dan sering kali membela mereka dengan menciptakan sistem kerja alternatif.

Meskipun tindakannya ini membuatnya kurang disukai oleh rekan-rekan kerjanya, ia mendapat dukungan dari pegawai-pegawai di bawahnya.

Namun, ia sering kali mendapatkan teguran dari atasannya, R. W. Jesse.

Akibatnya, ia terlibat konflik dengan manajemen dan akhirnya dipindahkan ke perkebunan tebu "Padjarakan" di Kraksaan.

Sekali lagi, di perusahaan yang baru ini, Ernest terlibat dalam konflik dengan manajemen terkait pembagian irigasi antara perkebunan tebu dan lahan pertanian padi petani setempat.

Irigasi yang seharusnya mengairi sawah petani justru dialihkan ke perkebunan tebu, menyebabkan sawah kekeringan.

Ada berbagai sumber yang menyatakan bahwa Ernest kemudian mengundurkan diri, tetapi ada juga yang menyatakan bahwa ia dipecat.

Yang pasti, Ia akhirnya menjadi pengangguran karena kehilangan pekerjaannya.

Baca Juga: Profil dan Biografi Sukarni, Aktivis 'Penculik' Soekarno-Hatta

Terlibat Perang di Afrika Selatan

Douwes Dekker
Foto: Douwes Dekker (Museum.kemdikbud.go.id)

Setelah Ibunya meninggal, ia memutuskan untuk menjadi relawan dalam Perang Boer II pada tahun 1899-1902 bersama dua saudaranya, Guido dan Julius.

Perang Boer II adalah konflik antara penduduk Kekaisaran Britania dan penduduk Boer, yaitu Republik Transvaal dan Negara Bebas Oranje, di Afrika Selatan.

Perang ini dipicu oleh penemuan berlian dan emas di wilayah Boer.

Ernest Douwes Dekker dan saudara-saudaranya kemudian bergabung sebagai tentara dan diberikan kewarganegaraan Republik Transvaal, tetapi mereka kehilangan kewarganegaraan Belanda.

Para pejuang Boer ini sebenarnya kurang berpengalaman dalam perang, mereka hampir seperti tentara amatir dengan seragam dan senjata yang terbatas, yang menyebabkan banyak relawan kabur.

Namun, Ernest tetap gigih dan tidak menyerah. Bahkan, Jenderal De la Rey, pemimpin perang, memberinya penghargaan dan gelar "The Boer Fighting Man" dan "Brave Kerel".

Tidak banyak yang tahu bahwa Ernest Douwes Dekker pernah berperang dan menjadi perwira. Kabarnya, ia bahkan menerima lima tembakan di tubuhnya selama perang.

Namun, perjuangan Ernest dalam perang ini terhenti saat ia ditangkap dan dipenjara di Kamp Ceylon, Sri Lanka.

Karena wabah penyakit, Ernest dan tawanan lainnya dipindahkan ke Ragama. Selama masa tahanannya, Ernest banyak membaca buku dan menulis tentang pengalamannya selama berperang di Afrika Selatan.

Ia juga menciptakan puisi dan menggambar ilustrasi tentang pengalamannya, yang kemudian dikirimkan sebagai hadiah ulang tahun kepada Ratu Belanda, Wilhelmina.

Selama di penjara, Ernest juga menderita radang paru-paru dan dirawat di Rumah Sakit Jaffna.

Akhirnya, pada tahun 1902, Ernest dipulangkan ke Hindia Belanda setelah sembuh dari penyakitnya.

Baca Juga: Biografi I Gusti Ketut Jelantik, Pahlawan Nasional dari Bali

Setelah memiliki pengalaman perang di Afrika Selatan, Ernest Douwes Dekker terinspirasi untuk...

Konten di bawah ini disajikan oleh advertiser.
Tim Redaksi Orami tidak terlibat dalam materi konten ini.


FOLLOW US

facebook
twitter
instagram
spotify
tiktok

Orami Articles — Artikel Seputar Parenting, Kesehatan,
Gaya Hidup dan Hiburan

Copyright © 2024 Orami. All rights reserved.

rbb