Mengenal Empty Sella Syndrome, Penyakit Langka yang Dialami Ruben Onsu
Salah satu presenter ternama tanah air, Ruben Onsu divonis mengidap penyakit yang cukup langka, yaitu Empty Sella Syndrome.
Selain penyakit langka tersebut, ia juga mengalami sebuah kondisi penyumbatan di sumsum tulang belakang.
Hal yang menimpanya tersebut membuat suami dari Sarwendah ini mulai merasakan ketakutan akan kematian.
Apa sebenarnya penyakit yang diderita Ruben tersebut? Apakah memang dapat berisiko kematian? Untuk ulasan lengkapnya, simak pada artikel ini!
Baca Juga: Huntington, Penyakit Langka yang Menyerang Otak
Apa Itu Empty Sella Syndrome?
Foto: Ruben Onsu mengidap Empty Sella Syndrome (instagram.com/ruben_onsu)
Empty Sella Syndrome merupakan sebuah kondisi langka yang ditandai dengan adanya pembesaran atau malformasi struktur di tengkorak yang dikenal sebagai sella turcica.
Sella turcica adalah celah kecil tulang di dasar otak yang mengontrol dan melindungi kelenjar pituitari.
Lalu, apa itu kelenjar pituitari? Kelenjear ini merupakan sebuah kelenjar kecil yang terletak di dasar otak di bawah hipotalamus.
Ini adalah bagian dari sistem endokrin yang bertanggung jawab dalam memproduksi hormon penting.
Hormon-hormon tersebutlah yang dapat memengaruhi dan mengendalikan kelenjar atau hormon lain dalam sistem endokrin tubuh.
Gejala Empty Sella Syndrome
Foto: sakit kepala (freepik.com/katemangostar)
Gejala paling umum yang sering terjadi pada penderita ESS adalah sakit kepala kronis.
Kebanyakan orang dengan ESS juga memiliki tekanan darah tinggi (hipertensi), yang dapat memicu sakit kepala.
ESS biasanya menyebabkan ketidakseimbangan hormon karena terjadi kerusakan pada kelenjar pituitari.
Seseorang dengan ESS berisiko memiliki gejala yang berbeda tergantung pada hormon mana yang terpengaruh.
Namun, melansir dari Cleveland Clinic, gejala umum yang sering terjadi pada penderita sindrom ini, meliputi:
- Keluarnya cairan dari puting payudara (galaktorea).
- Disfungsi ereksi.
- Haid tidak teratur (haid) atau tidak haid (amenore).
- Penurunan libido atau tidak ada keinginan untuk berhubungan seks (libido rendah).
- Kelelahan.
Dalam kasus yang jarang terjadi, beberapa orang dengan sindrom ini memiliki gejala sebagai berikut:
- Peningkatan tekanan di dalam tengkorak (tekanan intrakranial).
- Kebocoran cairan serebrospinal dari hidung (cerebrospinal rhinorrhea).
- Pembengkakan diskus optikus akibat peningkatan tekanan kranial (papilledema).
- Gangguan penglihatan, seperti hilangnya kejernihan penglihatan.
Namun perlu diketahui, kondisi ini sering kali tidak menimbulkan gejala, dan baru dapat diketahui ketika melakukan pemindaian pencitraan pada otak.
Sehingga, kebanyakan penderitanya bahkan terkadang tidak mengetahui dapat mengidap sindrom ini.
Baca Juga: Kanker Otak, Ketahui Penyebab, Gejala, dan Pengobatannya
Penyebab Empty Sella Syndrome
Foto: sakit kepala (freepik.com/jcomp)
Empty Sella Syndrome terjadi ketika kelenjar pituitari atau sella turcica mengalami kerusakan sebagai akibat dari kondisi atau kejadian tertentu.
Adapun penyebab umum dari kerusakan tersebut, meliputi:
- Tumor.
- Terapi radiasi.
- Operasi otak di daerah kelenjar pituitari.
- Trauma kepala (cedera), seperti cedera otak traumatis.
- Sindrom Sheehan.
Diagnosis Empty Sella Syndrome
Foto: tes MRI (freepik.com/drazenzigic)
Dalam banyak kasus penderita kondisi ini dapat diketahui ketika secara kebetulan sedang menjalani sebuah tes pencitraan pada area kepala atau otak untuk keperluan lain.
Karena sering kali tidak menunjukkan gejala, membuat penderitanya tidak mengetahui sedang mengidap sindrom tersebut.
Namun, tidak menutup kemungkinan bahwa penderita sindrom ini tidak mengalami beberapa gejala.
Jika seseorang mengalami gejala yang mirip dengan sindrom tersebut, seperti sering sakit kepala dan mengalami ketidakseimbangan hormon, dapat segera memeriksakan diri ke ahlinya.
Berdasarkan penelitian yang diterbitkan di Handbook of Clinical Neurology untuk mendapatkan diagnosis yang tepat, penderita sindrom ini sangat dianjurkan melakukan pendekatan multidisiplin yang berintegrasi dengan ahli endokrin, neurologis, dan oftalmologi.
Namun untuk tahap awal, biasanya dokter akan menanyakan riwayat kesehatan, melakukan pemeriksaan fisik dan kemungkinan akan memesan prosedur tes pencitraan kepala dan otak.
Adapun prosedur pencitraan yang umumnya digunakan untuk mendiagnosis ESS meliputi:
- CT scan otak (computed tomography). CT scan otak menggunakan sinar X dan komputer untuk menghasilkan gambar detail otak dan kelenjar pituitari.
- MRI pada otak (pencitraan resonansi magnetik). Tes MRI menggunakan gelombang radio dan magnet yang kuat untuk menghasilkan gambar terperinci dari organ, jaringan, dan struktur tertentu di dalam tubuh, seperti sella turcica.
Selain kedua tes pemeriksaan tersebut, dokter juga biasanya akan melakukan tes tambahan, seperti tes darah, untuk memeriksa kadar hormon dalam tubuh, serta pemeriksaan mata.
Baca Juga: Kenali 6 Penyebab Otak Lambat Berpikir dan Cara Mengatasinya
Perawatan Empty Sella Syndrome
Foto: konsumsi obat (freepik.com/jcomp)
Perawatan tergantung berdasarkan kondisi yang dialami.
Jika dokter yang menangani menemukan Empty Sella Syndrome pada saat tes pemindaian pencitraan, namun kelenjar pituitari pasien tetap berfungsi dengan baik, maka pasien tersebut tidak memerlukan perawatan khusus.
Beda lagi jika kelenjar pituitari pasien tidak berfungsi dengan baik karena ESS, maka pengobatan biasanya dilakukan dengan mengobati kadar hormon yang abnormal, tergantung pada jenis hormon mana yang terpengaruh.
Jika ESS menyebabkan cairan serebrospinal (cairan antibakteri) bocor dari hidung (Rhinorrhea CSF), maka pasien tersebut memerlukan pembedahan untuk memperbaiki sella turcica yang bermasalah.
Demikian informasi mengenai Empty Sella Syndrome, penyakit langka yang dialami oleh Ruben Onsu.
Selama melakukan pengobatan yang tepat dari ahli, maka diharapkan penyakit tersebut dapat teratasi dengan baik.
- https://my.clevelandclinic.org/health/diseases/23100-empty-sella-syndrome-ess
- https://www.ninds.nih.gov/health-information/disorders/empty-sella-syndrome
- https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/34238465/
Orami Articles — Artikel Seputar Parenting, Kesehatan,
Gaya Hidup dan Hiburan
Copyright © 2024 Orami. All rights reserved.