
Coba tanyakan pada anak Moms di rumah, apakah ia mengenal permainan anak-anak tradisional seperti congklak, bekel, petak umpet, gobak sodor, atau tapak gunung? Kemungkinan besar, sih, jawabannya tidak.
Permainan-permainan tradisional semacam itu memang sepertinya sudah kalah dengan keberadaan aneka games elektronik di tablet atau ponsel pintar yang suka dimainkan anak. Padahal, permainan tradisional bisa mengajarkan hal-hal yang lebih banyak dan baik kepada anak dibanding games modern, lho.
Kita patut bersyukur karena memiliki warisan banyak sekali jenis-jenis permainan anak-anak tradisional. Hal ini membuktikan bahwa nenek moyang kita sebenarnya tak kalah cerdas dan kreatif dengan para pencipta games masa kini.
Dan yang paling penting, kebanyakan permainan tradisional ini diciptakan dengan suatu misi atau tujuan yang baik, yaitu memberi nilai-nilai yang positif pada mereka yang memainkannya. Apa saja?
1. Memicu kreativitas anak
Kebanyakan permainan modern di komputer memiliki pola yang berulang, sehingga terkesan monoton dan tidak memicu kreativitas anak. Berbeda dengan permainan tradisional, di mana anak dituntut kreatif untuk mencari jalan atau menyelesaikan permainan.
Misalnya saja membuat pistol-pistolan dari pelepah pisang untuk mendukung permainan perang-perangan, membuat mobil-mobilan dari kulit jeruk, dan lain-lain.
2. Melatih fisik anak
Hampir semua permainan tradisional menuntut gerakan fisik yang lebih dari sekadar gerakan jari-jari tangan.
Permainan petak umpet, misalnya, anak harus berlari untuk mencari tempat persembunyian, atau permainan lompat tali dan tapak gunung di mana anak harus melompat untuk menyelesaikan permainan. Bukankah ini baik untuk kesehatan anak?
3. Membiasakan anak bermain dalam kelompok
Bermain dalam kelompok akan meningkatkan perkembangan emosi dan kemampuan sosial anak. Secara tidak langsung, anak akan belajar cara bergiliran, mengantre, bertoleransi, serta berempati lewat permainan-permainan tradisional.
4. Stimulasi motorik halus
Moms pasti kenal permainan bola bekel. Dalam permainan ini, kita harus membolak-balik biji bekel hingga semua berada dalam posisi yang sama.
Hal ini akan melatih konsentrasi, ketelitian, serta kemampuan motorik halus anak ketika harus satu-persatu membalik biji bekel yang kecil-kecil. Begitu pula dalam permainan congklak, di mana anak harus membagi-bagi biji congklak yang berukuran kecil ke dalam setiap lubang yang ada.
5. Mengasah intuisi
Dalam permainan tradisional, kadang dibutuhkan lebih dari sekadar taktik untuk menyelesaikan permainan. Ketika bermain petak umpet, misalnya, anak harus mengandalkan instingnya untuk mencari tempat persembunyian teman-temannya.
Misal dengan memikirkan lokasi favorit temannya, atau menelaah lewat kebiasaan-kebiasaan temannya. Hal ini tentu tidak akan anak dapatkan di permainan elektronik yang kebanyakan hanya mengandalkan strategi dan repetisi semata.
6. Menyatu dengan alam
Kebanyakan alat bantu yang dibutuhkan dalam hampir semua permainan tradisional adalah sesuatu yang ada di sekitar anak, misalnya batu untuk permainan tapak gunung, atau karet gelang untuk permainan lompat tali.
Kadang, permainan tradisional bahkan tak membutuhkan alat bantu apapun, seperti petak umpet, bentengan, dan sebagainya. Selain mengajarkan anak untuk kreatif memanfaatkan benda-benda yang ada di sekitarnya, hal ini juga mengajarkan pada anak untuk dekat dengan alam.
7. Membiasakan anak berbuat jujur
Dalam permainan elektronik, tidak akan ada yang memarahi anak ketika ia berbuat curang, misalnya dengan memakai mode cheat.
Tapi di permainan tradisional, karena dilakukan beramai-ramai atau secara berkelompok, anak akan mendapat sanksi sosial (dimarahi dan diprotes teman-temannya) jika ia berbuat curang. Hal ini tentu saja secara tidak langsung membiasakan anak untuk selalu berbuat jujur.
Permainan tradisional mana yang paling Moms suka saat anak-anak dulu?
(VAN)
Copyright © 2023 Orami. All rights reserved.