14 Tradisi Islam di Nusantara, Sangat Beragam Lho, Moms!
Banyak tradisi Islam di nusantara yang tersebar hingga ke seluruh pelosok Indonesia.
Sebab, pendekatan awal Islam di Indonesia beriringan dengan tradisi yang ada agar bisa lebih diterima oleh masyarakat secara luas.
Ad-Dhuha Jurnal Pendidikan Bahasa Arab dan Budaya Islam mencatat, tradisi Islam di nusantara merupakan jejak peninggalan para wali yang mampu mengakulturasikan tradisi sebelumnya.
Baca Juga: 10 Budaya Jakarta yang Wajib Diperkenalkan pada Anak
Tradisi Islam di Nusantara
Tradisi adalah kebiasaan atau adat istiadat yang dilakukan turun-temurun oleh masyarakat.
Sebelum Islam datang, masyarakat Indonesia sudah mengenal berbagai kepercayaan dan memiliki beragam tradisi lokal.
Hadirnya Islam turut berbaur dengan tradisi tersebut hingga tercipta beberapa tradisi Islam di nusantara.
Hal ini digunakan sebagai metode dakwah para ulama zaman itu dengan tidak memusnahkan secara total tradisi yang telah ada di masyarakat.
Seni budaya, adat, dan tradisi yang berlandaskan Islam berkembang di Nusantara, memberikan kontribusi besar bagi penyebaran Islam.
Para ulama dan wali kala itu telah mempertimbangkan tradisi tersebut secara matang, termasuk aspek mudarat, mafsadat, dan halal-haram.
Baca Juga: 10+ Resep Sambal Nusantara Terpopuler, Ada Sambal Embe!
Aneka Tradisi Islam di Tanah Air
Banyak sekali tradisi Islam di nusantara yang berkembang hingga saat ini.
Semuanya mencerminkan kekhasan daerah atau tempat masing-masing.
Berikut ini adalah beberapa tradisi Islam di Nusantara yang perlu diketahui:
1. Tradisi Halal Bihalal
Tradisi Islam di nusantara yang pertama adalah halal bihalal.
Halal bihalal dilakukan pada Bulan Syawal yang berupa acara saling bermaaf-maafan.
Setelah umat Islam selesai puasa Ramadan sebulan penuh, maka dosa-dosanya telah diampuni oleh Allah SWT.
Namun, dosa kepada sesama manusia belum akan diampuni jika belum mendapat kehalalan atau dimaafkan oleh orang tersebut.
Oleh karena itu, tradisi halal bihalal dilakukan dalam rangka saling memaafkan atas dosa dan kesalahan yang pernah dilakukan agar kembali kepada fitrah (kesucian).
Tujuan halal bihalal selain saling bermaafan adalah untuk menjalin tali silaturahmi dan mempererat tali persaudaraan.
Halal bihalal sebagai sebuah tradisi Islam di nusantara lahir dari sebuah proses sejarah.
Ini dibuat untuk membangun hubungan yang harmonis (silaturahmi) antar umat untuk berkumpul, saling berinteraksi dan saling bertukar informasi.
2. Tradisi Kupatan (Bakdo Kupat)
Di Pulau Jawa terdapat tradisi Kupatan, yang bahkan sudah berkembang hingga ke daerah-daerah lain.
Tradisi membuat kupat ini biasanya dilakukan seminggu setelah hari raya Idulfitri.
Biasanya, masyarakat akan berkumpul di suatu tempat seperti musala dan masjid untuk mengadakan selamatan dengan hidangan yang didominasi kupat (ketupat).
Kupat merupakan makanan yang terbuat dari beras dan dibungkus anyaman (longsong) dari janur kuning atau daun kelapa yang masih muda.
Sampai saat ini ketupat menjadi maskot Hari Raya Idulfitri karena sebagai makanan khas Lebaran.
Tradisi membuat kupat, yang diprakarsai oleh para Wali, dijadikan sarana untuk syiar agama.
Oleh sebagian besar masyarakat, kupat juga menjadi singkatan atau di-jarwo dhosok-kan menjadi rangkaian kata yang sesuai dengan momennya yaitu Lebaran.
Kupat adalah singkatan dari ngaku lepat (mengakui kesalahan) dan menjadi simbol untuk saling memaafkan.
Membuat makanan ini menjadi tradisi Islam di nusantara.
Baca Juga: Mengenal Martumpol dalam Budaya Batak, Sama dengan Tunangan?
3. Tradisi Sekaten di Surakarta dan Yogyakarta
Tradisi Islam di nusantara lainnya adalah Sekaten.
Tradisi Sekaten dilaksanakan setiap tahun di Keraton Surakarta Jawa Tengah dan Keraton Yogyakarta.
Tradisi ini dilestarikan sebagai wujud mengenang jasa-jasa para Walisongo yang telah berhasil menyebarkan Islam di tanah Jawa.
Peringatan yang lazim dinamai Maulid Nabi itu oleh para wali disebut Sekaten, yang berasal dari kata Syahadatain (dua kalimat Syahadat).
Tradisi ini sebagai sarana penyebaran agama Islam yang pada mulanya dilakukan oleh Sunan Bonang.
Dahulu, setiap Sunan Bonang membunyikan gamelan diselingi dengan lagu-lagu yang berisi ajaran agama Islam.
Serta setiap pergantian pukulan gamelan diselingi dengan membaca syahadatain.
Sekaten diselenggarakan untuk melestarikan tradisi para Wali dalam memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW.
Konten di bawah ini disajikan oleh advertiser.
Tim Redaksi Orami tidak terlibat dalam materi konten ini.
Orami Articles — Artikel Seputar Parenting, Kesehatan,
Gaya Hidup dan Hiburan
Copyright © 2024 Orami. All rights reserved.