Kisah Kerajaan Perlak, Kesultanan Islam Tertua di Nusantara
Kerajaan Perlak, juga dikenal sebagai Kesultanan Peureulak, merupakan kerajaan Islam yang berkuasa di wilayah yang sekarang dikenal sebagai Peureulak, Aceh Timur.
Kesultanan ini berdiri sekitar tahun 840 hingga 1292 M.
Melansir dari publikasi STEKOM, wilayah Perlak terkenal sebagai penghasil kayu perlak, jenis kayu berkualitas tinggi yang sangat digunakan dalam pembuatan kapal.
Oleh karena itu, daerah ini sering disebut sebagai "Negeri Perlak."
Kekayaan alam Perlak dan posisinya yang strategis menjadikannya pusat perdagangan yang berkembang pada abad ke-8.
Pelabuhan Perlak sering didatangi oleh kapal-kapal dari berbagai wilayah, termasuk Arab dan Persia.
Hal ini memberikan kontribusi besar terhadap perkembangan Islam di daerah ini, terutama melalui perkawinan campur antara pedagang Muslim dan penduduk setempat.
Seiring berjalannya waktu, kesultanan ini memainkan peran penting dalam perkembangan budaya dan perdagangan di kawasan tersebut.
Baca Juga: Sejarah Nasi Padang, Lengkap dengan Kalori Lauknya!
Sejarah Berdirinya Kerajaan Perlak
Kerajaan Perlak sudah ada pada tahun 506 Hijriah, berawal dari datangnya sebuah kelompok dakwah dari Mekkah, Arab Saudi, yang tiba di wilayah Perlak.
Di antara para pengikut dakwah ini terdapat seorang bernama Sayyid Ali Al-Muktabar, yang kemudian menikahi seorang gadis setempat bernama Putri Tansyir Dewi.
Dari pernikahan mereka, lahir seorang anak yang diberi nama Alaidin Sayyid Maulana Abdul Aziz Syah, yang kemudian menjadi pendiri dan raja pertama Kerajaan Perlak.
Suatu saat, konflik antara pengikut Sunni dan Syiah terjadi, menyebabkan Kerajaan Perlak terpecah menjadi dua pemerintahan.
Perlak Baroh, yang dikuasai oleh pengikut Syiah, berpusat di wilayah pesisir, sementara Perlak Tunong, yang diperintah oleh pengikut Sunni, berpusat di pedalaman kerajaan.
Namun, saat Kerajaan Sriwijaya menginvasi Perlak Baroh, kedua pemerintahan ini bersatu kembali.
Kemakmuran Kerajaan Perlak tercapai pada abad ke-8 melalui keberhasilannya dalam perdagangan.
Wilayah ini dikenal sebagai salah satu penghasil kayu terbaik, yang sering digunakan sebagai bahan pembuatan kapal.
Dengan berkembangnya perdagangan, Perlak juga menjadi pusat penyebaran agama Islam di wilayah tersebut, terutama melalui perkawinan antara penduduk setempat dengan pedagang Muslim yang singgah di pelabuhan.
Oleh karena itu, Kerajaan Perlak dikenal sebagai salah satu kerajaan Islam tertua di Nusantara.
Baca Juga: 4 Silsilah Keluarga Kerajaan Inggris serta Daftar Pewaris
Kondisi Geografis Kerajaan Perlak
Selat Malaka sejak zaman dahulu, telah dikenal sebagai salah satu jalur perdagangan utama di wilayah Nusantara.
Pedagang dari berbagai belahan dunia menggunakan jalur ini untuk berdagang, dan selat ini juga menjadi pintu masuk bagi ajaran agama-agama baru ke wilayah Nusantara.
Sebelum Kesultanan Malaka berdiri, pelayaran di Selat Malaka tidak melewati pantai Semenanjung Malaya seperti yang kita kenal saat ini, melainkan melalui sisi barat Selat Malaka yang mengikuti pantai-pantai Sumatera.
Kota pelabuhan yang sangat penting pada masa itu adalah Melayu, yang terletak di muara Sungai Batanghari, Jambi.
Pada bulan Desember hingga Maret, angin musim timur laut berhembus di sebelah utara khatulistiwa, memungkinkan kapal-kapal dagang dari India dan Tiongkok untuk berlayar ke perairan Selat Malaka.
Kapal-kapal ini biasanya berlabuh di Selat Malaka hingga bulan Mei sebelum kembali ke negeri asal mereka dengan memanfaatkan angin musim barat daya.
Sumatera juga memainkan peran penting dalam perdagangan internasional di Selat Malaka.
Salah satu hasil bumi utama Sumatera pada waktu itu adalah lada, terutama di wilayah Aceh.
Menurut catatan pedagang Arab dan Tiongkok, penanaman lada di Aceh telah dimulai sejak abad ke-9, terutama di daerah-daerah Perlak, Lamuri, dan Samudra.
Meskipun lada bukan tanaman asli Aceh, melainkan berasal dari Malagasi (Madagaskar), pedagang dari Arab dan Persia membawa lada ke Aceh dan mencoba menanamnya di sana.
Ternyata, tanah dan iklim Aceh sangat cocok untuk tanaman lada. Dalam waktu singkat, Aceh berkembang menjadi produsen dan eksportir lada terbesar pada masa itu.
Bandar Perlak menjadi pelabuhan utama di pantai timur Sumatera bagian utara.
Wilayah ini terus tumbuh menjadi sebuah kota perdagangan internasional yang ramai dikunjungi oleh pedagang dari berbagai penjuru dunia, termasuk pedagang Muslim.
Baca Juga: Teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, Makna dan Sejarahnya
Nama Sultan yang Pernah Berkuasa di Kerajaan Perlak
Para sultan Kerajaan Perlak dibedakan menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok Sayid Maulana Abdul Azis Syah dan kelompok Johan berdaulat.
Dibawah ini merupakan nama sultan yang pernah memerintah di Kerajaan Perlak:
- Sultan Alaiddin Sayid Maulana Abdul Azis Syah (840-864 M) yang berpaham Sunni.
- Sultan Alaiddin Sayid Maulana Abdul Rahim Syah (864-888 M) yang berpaham Sunni.
- Sultan Alaiddin Sayid Maulana Abdul Abbas Syah (888-913 M) yang berpaham Sunni.
- Sultan Alaiddin Sayid Maulana Ali Mughat Syah (915-918 M) yang berpaham Syiah.
- Sultan Makhdum Alaiddin Malik Abdul Kadir (928-932 M) yang berpaham Syiah.
- Sultan Makhdum Alaiddin Malik Muhammad Amin (932-956 M) yang berpaham Syiah.
- Sultan Makhdum Alaiddin Abdul Malik (956-983 M) yang berpaham Syiah.
- Sultan Makhdum Alaiddin Malik Ibrahim (986-1023 M) yang berpaham Sunni
- Sultan Makhdum Alaiddin Malik Mahmud (1023-1059 M) yang berpaham Sunni.
- Sultan Makhdum Alaiddin Malik Mansur (1059-1078 M) yang berpaham Sunni.
- Sultan Makhdum Alaiddin Malik Abdullah (1078-1109 M) yang berpaham Sunni.
- Sultan Makhdum Alaiddin Malik Ahmad (1109-1135 M) yang berpaham Sunni.
- Sultan Makhdum Alaiddin Malik Mahmud (1135-1160 M) yang berpaham Sunni.
- Sultan Makhdum Alaiddin Malik Muhammad (1173-1200 M) yang berpaham Sunni.
- Sultan Makhdum Alaiddin Malik Abdul Jalil (1200-1230 M) yang berpaham Sunni.
- Sultan Makhdum Alaiddin Malik Muhammad Amin (1230-1267 M) yang berpaham Sunni.
- Sultan Makhdum Alaiddin Malik Abdul Aziz (1267-1292 M) yang berpaham Sunni.
Baca Juga: Mengenal Perang Jamal dan Perkembangan Sejarah Islam
Serangan Kerajaan Sriwijaya
Pada tahun 986 Masehi, Kerajaan Sriwijaya yang menganut agama Buddha di wilayah Nusantara, melancarkan serangan ke Kesultanan Peureulak Pesisir.
Pertempuran sengit pun meletus, menghadirkan konflik antara dua pasukan kerajaan tersebut.
Di dalam pertempuran ini, Sultan Peureulak Pesisir, yaitu Sultan Alaiddin Syad Maulana Mahmud Syah, mengorbankan nyawanya dalam peperangan.
Setelah kematian Sultan Peureulak Pesisir, wilayah Kesultanan Perlak secara keseluruhan akhirnya jatuh ke tangan Sultan Peureulak Pedalaman.
Kehadiran pasukan Sriwijaya di wilayah Peureulak segera memicu reaksi dari Sultan Malik Ibrahim Syah, yang menggalang semangat rakyat Peureulak untuk melawan invasi Sriwijaya.
Pertempuran besar berlangsung selama beberapa tahun, dan perang antara kedua kerajaan ini akhirnya mereda pada tahun 1006 Masehi.
Kerajaan Sriwijaya memutuskan untuk menarik pasukannya dari medan perang guna menghadapi ancaman Raja Dharmawangsa dari Kerajaan Medang di Jawa.
Dengan berakhirnya konflik antara Kesultanan Peureulak dan Kedatuan Sriwijaya, wilayah Peureulak secara keseluruhan diperintah oleh keturunan Sultan Malik Ibrahim Syah.
Pada periode ini, Kesultanan Perlak menikmati periode relatif damai, tanpa adanya pertempuran melawan kerajaan luar.
Baca Juga: Gobak Sodor: Sejarah, Cara Bermain, dan Manfaatnya
Masa Berakhirnya Kerajaan Perlak
Setelah tercapainya perdamaian antara pihak Sunni dan Syiah, Sultan Makhdum Alaiddin Malik Muhammad Amin Syah II Johan Berdaulat melanjutkan perjuangannya melawan Kerajaan Sriwijaya hingga tahun 1006.
Sultan menjalankan kebijakan diplomasi dengan negara-negara tetangga untuk memperkuat kekuatan dan bersiap menghadapi serangan dari Kerajaan Sriwijaya.
Salah satu taktik yang diterapkan adalah dengan menikahkan dua putrinya dengan pemimpin kerajaan tetangga.
Putri Ratna Kamaladinikahkan dengan Raja Kerajaan Malaka, Sultan Muhammad Syah (Parameswara), sementara Putri Ganggang dinikahkan dengan Raja Kerajaan Samudera Pasai, Malik Al-Saleh.
Kerajaan Perlak berakhir setelah Sultan yang ke-17, Sultan Makhdum Alaiddin Malik Abdul Aziz Johan Bedaulat, meninggal pada tahun 1292.
Pada titik ini, Kerajaan Perlak bersatu dengan Kerajaan Samudera Pasai di bawah pemerintahan Samudera Pasai yang memerintah pada saat itu, yang dipimpin oleh Sultan Muhammad Malik Al-Dhahir, yang juga merupakan putra dari Malik Al-Saleh.
Baca Juga: Profil Princess Leonor, Calon Ratu Kerajaan Spanyol
Dengan ini, berakhirlah era Kerajaan Perlak.
Demikian informasi tentang sejarah Kerajaan Perlak di Nusantara. Semoga dapat menambah wawasan, ya!
- https://p2k.stekom.ac.id/ensiklopedia/Kesultanan_Peureulak#cite_note-1
- https://wawasansejarah.com/kesultanan-perlak-840-1292-m/
- https://museumnusantara.com/kerajaan-perlak/
Konten di bawah ini disajikan oleh advertiser.
Tim Redaksi Orami tidak terlibat dalam materi konten ini.
Orami Articles — Artikel Seputar Parenting, Kesehatan,
Gaya Hidup dan Hiburan
Copyright © 2024 Orami. All rights reserved.