24 Januari 2024

10 Hadits Larangan Marah dalam Islam yang Patut Dipahami

Orang yang mampu menahan amarah dijanjikan surga oleh Allah SWT
10 Hadits Larangan Marah dalam Islam yang Patut Dipahami

Hadits larangan marah sangat penting dipahami terutama bagi umat Muslim yang ingin memperkuat ketakwaannya terhadap Allah SWT.

Hal tersebut bahkan tertuang dalam HR Bukhari dari Abu Hurairah.

Jadi, marah dalam Islam sendiri bukanlah hal yang baik. Meski Nabi Muhammad SAW pernah marah, namun ia lebih mengutamakan sifat pengampunnya.

Sehingga lahir hadits larangan marah serta apa yang akan didapat umat Islam jika mampu menahan marah dan jadi orang yang lebih sabar.

Untuk itu, simak beberapa hadits larangan marah di bawah ini, ya Moms!

Hadits Larangan Marah dan Keutamaan Menahan Marah dalam Islam

Hadits Larangan Marah dan Keutamaan Menahan Marah dalam Islam
Foto: Hadits Larangan Marah dan Keutamaan Menahan Marah dalam Islam (videohive.net)

Nabi Muhammad SAW pun secara langsung mencontohkan dengan sikapnya untuk tidak marah ketika ada seseorang yang mengotori masjid.

Dikisahkan seorang Arab bodoh yang secara tiba-tiba buang air kecil di pojokan masjid.

Melihat hal itu, para sahabat Nabi pun ngamuk dan bahkan ada yang berniat untuk menggebuki orang tersebut.

Namun tanpa ada amarah Nabi pun mencegah dan segera menginstruksikan untuk mengambil ember air. Kemudian beliau pun menyuruh untuk mengguyur tempat yang terkena urin tersebut.

Orang yang melakukan buang air kecil sembarangan tersebut pun langsung dinasihati dan diminta pergi tanpa perlu dihakimi.

Hal tersebut karena semua orang sudah mengetahui ia adalah orang yang tidak berpengetahuan.

Ada beberapa hadits larangan marah, simak selengkapnya di sini!

1. Dijanjikan Surga

عَنْ أَبِي عَمْرِو بْنِ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ، عَنْ أَبِيهِ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ "مَنْ كَفَّ غَضَبَهُ كَفَّ اللهُ عَنْهُ عَذَابَهُ، وَمَنْ خزَنَ لِسَانَهُ سَتَرَ اللهُ عَوْرَتَهُ، وَمَنِ اعْتَذَرَ إلَى اللهِ قَبِلَ عُذْرَه

Artinya: "Dan bersegeralah kalian kepada ampunan dari Tuhan kalian dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang," (Hadis Nabi Muhammad yang dijelaskan oleh Malik bin Anas).

2. Orang yang Kuat

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم، قال: "لَيْسَ الشَّدِيدُ بِالصُّرُعة، وَلَكِنَّ الشَّدِيدَ الَّذِي يَمْلِكُ نَفْسَهُ عِنْدَ الْغَضَبِ

Artinya: "Orang yang kuat itu bukanlah karena jago gulat, tetapi orang kuat adalah orang yang dapat menahan dirinya di kala sedang marah, "(Hadis Nabi Muhammad SAW ini dijelaskan oleh Abu Hurairah R.A)

3. Masuk dalam Nasihat Rasulullah


جَارية بْنُ قُدامة السَّعْدِيُّ؛ أَنَّهُ سَأَلَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، قُلْ لِي قَوْلًا يَنْفَعُنِي وأقْلِل عَلَيَّ، لَعَلِّي أَعِيهِ. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "لَا تَغْضَبْ". فَأَعَادَ عَلَيْهِ حَتَّى أَعَادَ عَلَيْهِ مِرَارًا، كُلُّ ذَلِكَ يَقُولُ: "لَا تَغْضَبْ".

Artinya: "Bahwa ia pernah bertanya kepada Rasulullah SAW untuk itu ia mengatakan, 'Wahai Rasulullah, ajarkanlah kepadaku suatu nasihat yang bermanfaat bagi diriku, tetapi jangan banyak-banyak agar aku selalu mengingatnya.'

Maka Rasulullah SAW bersabda, 'Kamu jangan marah.'

Ia mengulangi pertanyaannya kepada Nabi SAW. berkali-kali, tetapi semuanya itu dijawab oleh Nabi SAW dengan kalimat, 'kamu jangan marah'," (Dilansir dari NU Online, hadis ini diceritakan oleh Hariah Ibnu Qudaman As-Sa'di).

4. Marah Adalah Perbuatan Setan

، عَنْ جَدِّي عَطِيَّةَ -هُوَ ابْنُ سَعْدٍ السَّعْدِيُّ، وَقَدْ كَانَتْ لَهُ صُحْبَةٌ-قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم: "إنَّ الْغَضَبُ مِنَ الشَّيْطَانِ، وإنَّ الشَّيْطَانَ خُلِقَ مِنَ النَّارِ وإنَّمَا تُطْفَأُ النَّارُ بِالماءِ، فَإذَا أُغْضِبَ أحَدُكُمْ فَلْيَتَوضَّأْ".

Artinya: "Telah menceritakan kepadaku ayahku di hadapan kakekku (yaitu Atiyyah ibnu Sa'd As-Sa'di) yang berpredikat sebagai sahabat, bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda: 'Sesungguhnya marah itu perbuatan setan, dan setan itu diciptakan dari api, dan sesungguhnya api itu hanya dapat dipadamkan dengan air. Karena itu, apabila seseorang di antara kalian marah, hendaklah ia berwudu'.

5. Orang yang Menahan Marah adalah Orang yang Beriman

عَنْ رَجُلٍ مِنْ أَبْنَاءِ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، عَنْ أَبِيهِ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلم: "مَنْ كَظَمَ غَيْظًا وَهُوَ قَادِرٌ عَلَى أنْ يُنْفِذَه مَلأهُ اللهُ أَمْنًا وَإيمانًا

Artinya: "Barang siapa yang menahan amarah, sedangkan dia mampu mengeluarkannya, maka Allah memenuhi rongganya dengan keamanan dan iman."

Hadits larangan marah ini disampaikan oleh Imam Abu Daud.

Ia mengatakan telah menceritakan kepada kami Uqbah ibnu Makram, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman (yakni Ibnu Mahdi), dari Bisyr (yakni Ibnu Mansur), dari Muhammad ibnu Ajlan, dari Suwaid ibnu Wahb, dari seorang lelaki anak seorang sahabat Rasulullah SAW, dari ayahnya yang mengatakan bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda seperti yang sudah disebutkan.

Hadits larangan marah ini diceritakan oleh Humaid ibnu Abdur Rahman.

6. Dinanti Bidadari

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يَزيد، حَدَّثَنَا سَعِيدٌ، حَدَّثَنِي أَبُو مَرْحُوم، عَنْ سَهْل بْنِ مُعَاذ بْنِ أَنَسٍ، عَنْ أَبِيهِ؛ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "مَنْ كَظَمَ غَيْظًا وَهُوَ قَادِرٌ عَلَى أَنْ يُنْفِذَه، دَعَاهُ اللهُ عَلَى رُؤُوسِ الْخَلائِقِ، حَتَّى يُخيرَهُ مِنْ أيِّ الْحُورِ شَاءَ

Artinya: "Barang siapa menahan amarah, sedangkan dia mampu untuk melaksanakannya, maka Allah kelak akan memanggilnya di mata semua makhluk, hingga Allah menyuruhnya memilih bidadari manakah yang disukainya," (Hadis diriwayatkan Imam Abu Daud, Imam Turmuzi, dan Imam Ibnu Majah).

7. Marah Menghimpun Semua Perbuatan Jahat

عَنْ حُمَيد بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، عَنْ رَجُلٍ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: قَالَ رَجُلٌ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَوْصِنِي. قَالَ: "لَا تَغْضَبْ". قَالَ الرَّجُلُ: فَفَكَّرْتُ حِينَ قَالَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا قَالَ، فَإِذَا الْغَضَبُ يَجْمَعُ الشَّرَّ كُلَّهُ

Artinya:  "Seorang lelaki bertanya, 'Wahai Rasulullah, berwasiatlah untukku.' Nabi SAW menjawab, 'Kamu jangan marah.'

Lelaki itu melanjutkan kisahnya, 'Maka setelah kurenungkan apa yang telah disabdakan oleh Nabi SAW tadi, aku berkesimpulan bahwa marah itu menghimpun semua perbuatan jahat.'

8. Mendapat Rida Allah

عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَا تَجَرَّعَ عَبْدٌ مِنْ جُرْعَةٍ أَفْضَلَ أَجْرًا مِنْ جُرْعَةِ غَيْظٍ كَظَمَهَا ابْتِغَاءَ وَجْهِ اللَّهِ

Artinya: "Tiada suatu regukan pun yang ditelan oleh seorang hamba dengan pahala yang lebih utama selain dari regukan amarah yang ditelan olehnya karena mengharapkan ridha Allah," (Hadis ini dikisahkan oleh Ibnu Umar R.A.)

9. Ganjaran Surga

Hadits larangan marah yang selanjutnya adalah menjelaskan bahwa seseorang yang dapat menahan amarahnya akan mendapatkan ganjaran surga di kemudian hari, berikut bunyinya:

لاَ تَغْضَبْ وَلَكَ الْجَنَّةُ

"Jangan kamu marah, maka kamu akan masuk Surga." (HR Ath-Thabrani)

10. Lebih baik Diam

Dalam sebuah hadits larangan marah yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Ahmad disebutkan bahwa ketika kamu merasa hendak marah alangkah baiknya untuk diam.

Berikut ini adalah arti dari potongan hadits larangan marah tersebut:

"Apabila seorang dari kalian marah, hendaklah ia diam." (HR. Ahmad, Bukhari)

Baca Juga: 6 Hadis tentang Pengendalian Diri dan Keutamaannya

Nabi Memberi Ampun Bukan Menjatuhkan Hukuman

Orang yang Sabar (Orami Photo Stock)
Foto: Orang yang Sabar (Orami Photo Stock)

Hadits larangan marah pun dicontohkan oleh Rasulullah ketika ada seseorang yang kerap memprovokasi dan memfitnah keluarganya.

Dalam sebuah kisah lain, Abu Bakar sendiri pernah bersumpah untuk menghukum Misthah karena selalu memprovokasi dan memfitnah putri Nabi serta sang istri, Siti Aisyah dalam peristiwa Haditsul Ifqi.

Namun Nabi Muhammad SAW bahkan melarang dan meminta Abu Bakar untuk menggandakan bantuannya.

Dengan melihat peristiwa tersebut, sikap Nabi Muhammad SAW sendiri menggambarkan dirinya yang selalu mendahulukan ampunan daripada menjatuhkan hukuman.

Baca Juga: Kumpulan Hadits tentang Aqiqah dan Tata Caranya, Simak!


Orang yang Kuat Adalah Orang yang Sabar

Istri Marah pada Suami (Orami Photo Stock)
Foto: Istri Marah pada Suami (Orami Photo Stock)

Hadits larangan marah pun tertuang Hadits Riwayat Muslim.

Dalam Hadits Riwayat Muslim, Nabi Muhammad SAW pun pernah meyebutkan bahwa orang yang perkawasa adalah orang yang bisa atau sanggup menahan diri ketika marah.

Hadits larangan marah tersebut menceritakan:

“Ibnu Mas’ud berkata, Nabi bertanya, ‘Siapa yang kalian anggap sebagai orang yang perkasa?’

Kami menjawab, ‘Dia yang tidak bisa dikalahkan keperkasaannya oleh siapa pun.’

Nabi menimpali, ‘Bukan demikian, akan tetapi yang perkasa adalah orang yang bisa menahan dirinya ketika marah’,” (HR Muslim).

Hadits larangan marah pun diperkuat dengan perkataan Jakfar bin Muhammad yang memiliki arti "Marah adalah kunci dari setiap keburukan."

Cara Agar Bisa Meredam Marah dari Imam Al-Ghazali

Rumah Tangga Harmonis (Orami Photo Stock)
Foto: Rumah Tangga Harmonis (Orami Photo Stock)

Setelah mengetahui beragam potongan hadits larangan marah, kini Moms dan Dads perlu mengetahui cara meredam amarah yang dicontohkan oleh Imam Al-Ghazali,

Dikutip dari Islam NU, ada 2 cara yang bisa dilakukan untuk meredam amarah. Yang pertama adalah meredamnya dengan menggunakan ilmu dan yang kedua adalah meredamnya dengan menggunakan amal.

Berikut penjelasannya.

1. Meredam Amarah dengan Ilmu

Imam Al Ghazali menjelaskan ada beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk meredam amarah dengan menggunakan ilmu, yakni:

Pertama, berpikir tentang ayat atau hadits Nabi tentang keutamaan menahan amarah, memaafkan, bersikap ramah dan menahan diri.

Sehingga diri terdorong untuk menggapai pahalanya, dan mencegah dirinya untuk membalas, serta dapat memadamkan amarahnya.

Kedua, menakut-nakuti diri dengan siksa Allah bila ia tetap meluapkan amarahnya.

Apakah diri akan aman dari murka Allah di hari kiamat? Padahal diri ini sangat membutuhkan pengampunan.

Ketiga, menakut-nakuti diri tentang akibat dari permusuhan dan pembalasan, bagaimana sergapan musuh untuk membalasnya, menggagalkan rencana-rencananya serta bahagianya musuh saat ia tertimpa musibah, padahal seseorang tidak bisa lepas dari musibah-musibah.

Takut-takutilah diri sendiri dengan dampak (buruk) amarah di dunia, bila ia belum bisa takut dari siksaan di akhirat kelak.

Keempat, berpikir bagaimana buruknya muka ketika marah. Bayangkan bagaimana raut muka orang lain saat marah, berpikirlah tentang buruknya marah di dalam dirinya.

Berpikirlah bahwa saat marah diri seperti anjing yang membahayakan dan binatang buas yang mengancam.

Berpikirlah untuk menyerupai orang ramah yang dapat menahan amarah layaknya para nabi, wali, ulama dan para bijak bestari.

Berilah pilihan untuk diri, apakah lebih memilih serupa dengan anjing, binatang buas dan manusia-manusia hina; ataukah memilih untuk menyerupai ulama dan para nabi di dalam kebiasaan mereka?

Agar hati ini condong untuk suka meniru perilaku mereka jika masih menyisakan satu tangkai dari akal sehat.

Kelima, berpikir tentang sebab yang mendorongnya untuk membalas dan mencegah dari menahan amarah, semisal ketika dalam hati terdapat bujuk rayu setan;

‘Sesungguhnya orang ini membuat kita lemah dan rendah serta menjadikan kita hina di mata manusia’.

Maka jawablah dengan tegas di hatimu ‘Aku heran denganmu. Kamu sekarang mencemoohku karena menahan diri, sedangkan kamu tidak mencemooh dari kehinaan di hari kiamat.

Kamu tidak khawatir dirimu akan hina di sisi Allah, para malaikat dan para Nabi’.”

“Ketika ia menahan amarah, maka seyogiayanya menahan amarah karena Allah. Yang demikian itu bisa membuatnya agung di sisi Allah,” (Syekh Jamaluddin al-Qasimi, Mau’idhah al-Mu’mini Min Ihya’ Ulum al-Din, hal. 208)

Baca Juga: 9 Cara Mencukur Bulu Kemaluan dan Hukumnya Menurut Hadits

2. Meredam Amarah dengan Amal

Sementara itu, menahan amarah bisa dengan melakukan zikir serta membaca ta'awudz. Kemudian cobalah untuk menenangkan diri.

Carilah posisi yang bisa membuat hati menjadi lebih tenang. Jika kita sedang marah dalam keadaan berdiri, cobalah untuk berganti menjadi posisi duduk.

Sementara jika kita marah dalam posisi duduk, kita bisa berganti posisi dengan berbaring miring.

Kita pun dianjurkan untuk melakukan wudu menggunakan air dingin.

Nah itu dia hadits larangan marah serta cara yang bisa dilakukan agar bisa menenangkan diri.

Semoga hadits larangan marah bisa membuat kita menjadi pribadi yang lebih baik dan lebih bisa bersabar.

  • https://www.nu.or.id/post/read/108457/jangan-marah
  • https://islam.nu.or.id/post/read/104614/dua-cara-menahan-amarah-menurut-imam-al-ghazali

Konten di bawah ini disajikan oleh advertiser.
Tim Redaksi Orami tidak terlibat dalam materi konten ini.


FOLLOW US

facebook
twitter
instagram
spotify
tiktok

Orami Articles — Artikel Seputar Parenting, Kesehatan,
Gaya Hidup dan Hiburan

Copyright © 2024 Orami. All rights reserved.

rbb