27 Maret 2018

Kejang Pada Bayi, Apa Benar Pengaruhi Kecerdasan Otaknya?

Kenali bahaya kejang pada tumbuh kembang Si Kecil
Kejang Pada Bayi, Apa Benar Pengaruhi Kecerdasan Otaknya?

Pada bayi, kondisi kejang bisa terjadi sewaktu-waktu. Kejadian kejang tertinggi ditemukan pada beberapa jam sampai hari pertama setelah kelahiran. Otak yang belum matang, khususnya pada bayi baru lahir, rentan terhadap kejang karena kurangnya perlindungan.

GABA (gamma-aminobutyric acid), yang merupakan penghambat neurotransmitter primer di otak matang merupakan depolarisasi dan rangsangan pada otak yang belum matang. Selain itu, kejang  juga menjadi indikasi dari gangguan otak atau kelainan genetik.  

Baca Juga : Apa yang Pertama Kali Harus Dilakukan Saat Balita Kejang?

Apakah Kejang Pada Bayi Dapat Menyebabkan Kerusakan Otak?

Bahkan jika Si Kecil mengalaminya selama bertahun-tahun, kejang singkat tidak menyebabkan kerusakan pada otak.

Sementara itu, kejang yang lebih lama (biasanya sepuluh menit atau lebih) berpotensi menyebabkan kerusakan otak pada sejumlah bayi.

Untuk alasan ini, dokter mempertimbangkan kejang yang berlangsung selama lima menit atau lebih sebagai keadaan darurat medis, bahkan untuk bayi yang sering mengalaminya. 

Sebagaimana diketahui, bayi yang mengalami kejang segera setelah dilahirkan berisiko cukup tinggi untuk mengembangkan defisit memori, memori jangka panjang, dan gangguan kognitif seperti autisme.

Namun, hingga saat ini masih belum diketahui mengapa defisit ini dapat terjadi, termasuk bagaimana cara pencegahan yang dapat digunakan. 

Baca Juga : Bayi Kejang, Bagaimana Cara Mengatasinya?

Kejang dan Perkembangan Otak Bayi Baru Lahir

Dalam Journal of Neuroscience, para peneliti dari Children Hospital Boston, yang dipimpin oleh ahli syaraf Frances Jenson, meneliti bagaimana kejang awal dapat mempengaruhi perkembangan otak pada tingkat seluler dan molekuler dalam jangka panjang.

Selain itu, mereka juga menunjukkan bahwa mungkin saja untuk menangkal efek ini menggunakan perawatan obat-obatan segera setelah kejang terjadi. Obat yang dimaksud yakni NBQX atau obat sejenis yang sudah disetujui oleh FDA. 

Hasilnya, jaringan otak model penelitian menunjukkan potensi penurunan kemampuan otak jangka panjang, proxy molekuler yang diterima secara luas untuk pembelajaran yang melihat reaksi listrik terhadap stimulasi neuron sebagai ukuran kemampuan sinapsis untuk mengubah kemampuannya.

Semua efek tersebut ditunjukkan dalam 2-3 hari setelah kejang. Saat Jenson memberi NBQX pada model penelitian, yang menghalangi reseptor AMPA, sinapsis tidak aktif dan penurunan kemampuan otak tetap terjadi, bahkan saat NBQX diberikan hingga 48 jam setelah kejang terjadi.

Efek buruk tersebut bahkan bertahan hingga dewasa. 

Karena obat-obatan sejenis NBQX sudah disetujui FDA untuk indikasi lain, Jenson  yakin hasil ini pada akhirnya dapat mengarah pada percobaan klinis pada bayi baru lahir yang mengalami kejang.

Baca Juga : Apa Minum Kopi Bisa Mencegah Anak Kejang Saat Demam?

Kejang Berhubungan dengan Keterlambatan Perkembangan Bayi

Peneliti dari Inggris mengungkapkan bahwa keterlambatan perkembangan terjadi pada bayi yang pernah mengalami kejang yang berlangsung selama lebih dari 30 menit (SE).

Dalam studi di sebuah jurnal yang diterbitkan oleh Wiley atas nama League Against Epilepsy (ILAE), menunjukkan bawa gangguan perkembangan saraf serius berlanjut satu tahun setelah SE. 

Status epileptik (SE) merupakan salah satu keadaan darurat neurologis yang paling umum terjadi pada bayi dan anak-anak. Kejang berkepanjangan ini dapat terjadi dengan atau tanpa demam. Studi menunjukkan bahwa SE lebih sering terjadi pada tiga tahun pertama kehidupan, pada masa kritis pertumbuhan dan perkembangan anak.

Dr. Martinos mengatakan bahwa gangguan perkembangan anak-anak akibat SE, termasuk dengan pasien PFS yang biasanya tidak menunjukkan masalah neurologis sebelum kejang.

Menunjukkan bahwa gangguan saraf masih ada pada satu tahun setelah periode tersebut. Sehingga dapat dikatakan bahwa SE memiliki potensi efek jangka panjang terhadap perkembangan anak melalui reorganisasi jaringan otak fungsional yang lebih permanen. 

(RGW)

Sumber: sciencedaily.com, vector.childrenhospital.org, ncbi.nlm.gov, babycenter.com

Konten di bawah ini disajikan oleh advertiser.
Tim Redaksi Orami tidak terlibat dalam materi konten ini.


FOLLOW US

facebook
twitter
instagram
spotify
tiktok

Orami Articles — Artikel Seputar Parenting, Kesehatan,
Gaya Hidup dan Hiburan

Copyright © 2024 Orami. All rights reserved.

rbb