Tradisi Pingitan di Indonesia dari Berbagai Suku, Pahami!
2. Suku Muna
Tradisi pingitan di Suku Muna yang merupakan suku asli dari Sulawesi Tenggara dikenal dengan nama Karia.
Karia yang dilakukan oleh Suku Muna tidak hanya untuk wanita yang akan melangsungkan pernikahan saja, tetapi juga para wanita yang tengah beranjak dewasa.
Tata cara pingitan Suku Muna dilakukan sesuai dengan waktu yang disepakati oleh keluarga dan wanita yang akan melakukan pingitan.
Umumnya pingitan Suku Muna memakan waktu selama sehari semalam hingga 4 hari 4 malam.
Selama Karia, anak perempuan ditempatkan di sebuah ruangan tanpa penerangan atau perlengkapan tidur.
Selama masa pingitan ini pula mereka akan diberi nasihat dan petuah agar kehidupan di usia dewasa mereka dapat bermanfaat bagi lingkungan sekitar, selalu berbuat baik, serta berbakti kepada orang tua.
Baca Juga: Kenali 5 Jenis Pakaian Adat Kalimantan Timur dan Keunikannya
Dalam Jurnal Psikologi Pendidikan dan Konseling, dijelaskan makna prosesi pingitan ini. Salah satu tahap yang dilakukan adalah Kafoluku.
Kafoluku merupakan proses pembinaan remaja perempuan yang menjelang dewasa dalam ruangan gelap yang disebut Suo atau Songi. Ruangan gelap ini menggambarkan rahim seorang ibu.
Prosesi Kafoluku bermaksud seperti mengembalikan seorang anak dalam rahim ibunya.
Makna pingitan yang diharapkan yaitu remaja perempuan yang menjelang dewasa tersebut dapat mengenali asal atau tempat awal hidup mereka (dari rahim ibu).
Selain itu, juga agar mengenali tanggung jawab seorang perempuan sebagai istri sekaligus ibu yang berujung pada adanya sebuah pengenalan diri.
Kemudian, dilanjutkan proses Kalempagi.
Kalempagi merupakan pertanda seorang perempuan yang telah mengalami peralihan menjadi perempuan dewasa yang bertanggung jawab.
Makna pingitan utama yang terkandung dalam prosesi ini yaitu mencapai nilai pemahaman diri.
Baca Juga: Kenali Depresi Setelah Menikah, Mungkinkah Terjadi?
3. Suku Betawi
Dalam tradisi adat Suku Betawi, pingitan disebut dengan istilah Dipiare.
Dipiare dilakukan oleh orang-orang Suku Betawi terdahulu bisa berlangsung hingga sebulan lamanya.
Namun seiring modernisasi, prosesinya dipersingkat dan sekarang hanya berlangsung selama sekitar 1-2 hari.
Tata cara pingitan Suku Betawi diawali dengan calon pengantin wanita yang disebut sebagai 'None Mantu' didampingi oleh seorang Tukang Piare.
Selama menjalankan masa Dipiare, Tukang Piare harus memerhatikan kegiatan dan kesehatan dari None Mantu, serta merawat kecantikan None Mantu.
Selama masa Dipiare ini pula, None Mantu akan melakukan berbagai macam perawatan, dimulai dari diet, minum jamu, hingga lulur.
Baca Juga: 20+ Nama Bayi Perempuan Islam yang Jarang Dipakai, Unik!
Beberapa pantangan harus dilakukan oleh None Mantu, seperti dilarang untuk berhubungan atau berkomunikasi dengan orang-orang luar, kecuali Tukang Piare dan keluarga terdekat.
Makna Dipiare dalam Suku Betawi adalah untuk mengontrol kegiatan, kesehatan, dan memelihara kecantikan calon mempelai wanita dalam menghadapi hari pernikahan.
Selain melaksanakan perawatan fisik, calon pengantin wanita juga menjalani program diet dengan pantang makanan tertentu untuk menjaga berat tubuh ideal.
Selain itu, minum jamu godog dan jamu air akar secang juga dilakukan.
4. Suku Banjar
Suku Banjar merupakan salah satu suku asli dari Kalimantan Selatan. Dalam istilah Suku Banjar, pingitan dinamakan dengan Bapingit.
Berbeda dengan suku-suku lainnya, tata cara pingitan Suku Banjar dimulai setelah seorang wanita resmi menikah dengan suaminya.
Selama masa Bapingit, wanita tersebut dilarang untuk bertemu dengan suaminya maupun pemuda lainnya.
Tata cara Bapingit dimulai dengan membaca Al-Qur'an hingga menamatkannya, memperdalam ilmu agama, serta diakhiri dengan membantu pernikahan orang lain.
Bapingit digunakan untuk calon mempelai wanita merawat diri yang disebut dengan bakasai.
Makna pingitan baksai ini adalah untuk membersihkan dan merawat diri agar tubuh menjadi bersih dan muka bercahaya saat proses pernikahan berlangsung.
Baca Juga: Oral Seks adalah Variasi Foreplay yang Bisa Dicoba, Amankah?
Konten di bawah ini disajikan oleh advertiser.
Tim Redaksi Orami tidak terlibat dalam materi konten ini.
Orami Articles — Artikel Seputar Parenting, Kesehatan,
Gaya Hidup dan Hiburan
Copyright © 2024 Orami. All rights reserved.