21 Februari 2024

Puasa Sebelum Menikah (Puasa Mutih): Tata Cara dan Manfaat

Salah satu puasa yang dilakukan bagi calon pengantin adat Jawa
Puasa Sebelum Menikah (Puasa Mutih): Tata Cara dan Manfaat

Tahukah Moms mengenai tradisi puasa sebelum menikah yang harus dilakukan oleh calon pengantin?

Bagi calon pengantin, khususnya mereka yang hendak menggelar pernikahan menggunakan adat Jawa, biasanya disarankan untuk melewati beberapa ritual menjelang pernikahan.

Selain midodareni, calon pengantin juga harus melewati tradisi puasa sebelum menikah.

Beberapa orang mungkin sudah tidak asing dengan tradisi puasa sebelum menikah.

Umumnya, puasa ini dikenal dengan sebutan puasa mutih.

Baca Juga: Contoh Mahar Pernikahan dalam Islam dan Ketentuannya

Puasa mutih sendiri merupakan puasa yang diyakini menjadi salah satu tradisi Jawa Kuno.

Sesuai dengan namanya, calon pengantin tidak boleh makan dan minum selain yang berwarna putih.

Jadi, selama menjalankan puasa mutih, calon pengantin hanya boleh mengonsumsi makanan dan minuman berwarna putih.

Meski kerap dilakukan oleh sebagian besar calon pengantin, masih banyak yang tak mengetahui tata cara melakukan puasa mutih.

Untuk itu, bagi Moms yang hendak melakukan puasa sebelum menikah, dapat melihat informasi mengenai puasa mutih selengkapnya di sini!

Baca Juga: Cara Menghitung Hari Baik Pernikahan Menurut Primbon Jawa, Catat!

Mengenal Tradisi Puasa Sebelum Menikah dalam Adat Jawa (Puasa Mutih)

Mempelai Pengantin
Foto: Mempelai Pengantin (freepik.com/freepic.diller)

Dalam budaya Jawa, terdapat sebuah tradisi yang dikenal sebagai "puasa mutih" atau puasa sebelum menikah.

Tradisi ini mencerminkan nilai-nilai kebudayaan dan kehormatan terhadap leluhur.

Meskipun tidak termasuk dalam ajaran keagamaan, puasa mutih memiliki makna yang mendalam bagi para calon pengantin Jawa.

Terutama yang ingin menghormati dan melestarikan warisan budaya nenek moyang mereka.

Puasa mutih merupakan salah satu ritual tradisional yang telah tertanam dalam aliran kejawen di tanah Jawa.

Ritual ini melibatkan ketekunan dalam mengamalkan puasa, yang mencakup tidak mengonsumsi makanan atau minuman selain yang berwarna putih.

Secara khusus, calon pengantin yang menjalani puasa mutih hanya diizinkan mengonsumsi nasi putih, telur putih, dan air putih.

Tujuan utama dibalik melaksanakan puasa mutih sebelum menikah adalah untuk menghormati dan mempersembahkan penghormatan kepada leluhur.

Selain itu, juga sebagai warisan budaya yang telah diwariskan dari generasi ke generasi.

Tradisi ini juga memiliki tujuan untuk memberikan doa dan harapan agar segala prosesi pernikahan berjalan dengan lancar dan sukses.

Baca Juga: Anak Pertama Menikah dengan Anak Terakhir dalam Adat Jawa, Bolehkah Dilakukan?

Warna putih dalam tradisi puasa mutih memiliki makna yang mendalam. Putih melambangkan kesucian, kebersihan, dan kepolosan.

Dengan membatasi makanan dan minuman hanya pada yang berwarna putih, calon pengantin ingin membersihkan tubuh dan pikiran mereka.

Khususnya sebelum memasuki babak baru dalam kehidupan, yaitu pernikahan.

Konsep aura dan energi memiliki tempat penting dalam tradisi puasa mutih.

Dalam pandangan tradisional Jawa, menjalani puasa mutih diyakini dapat meningkatkan aura positif calon pengantin.

Aura ini akan memancar saat upacara pernikahan berlangsung, menciptakan suasana yang harmonis dan membawa berkah bagi pasangan yang akan menikah.

Salah satu aspek yang membuat tradisi puasa mutih begitu unik adalah penggabungan antara spiritualitas dan budaya.

Ini adalah bentuk penghormatan terhadap leluhur, tradisi nenek moyang, dan nilai-nilai kebudayaan yang telah diwariskan selama berabad-abad.

Baca juga: 9 Keutamaan Surat Al Waqiah, Bisa Dijauhkan dari Kemiskinan!

Berapa Hari Sebaiknya Puasa Mutih Dilakukan?

Puasa Mutih
Foto: Puasa Mutih (freepik.com)

Umumnya, disarankan untuk menjalani puasa mutih selama 3 hari berturut-turut sebelum hari pernikahan.

Waktu ini memberikan pasangan waktu yang cukup untuk fokus pada persiapan mental dan spiritual mereka.

Tiga hari puasa mutih juga dianggap sebagai periode yang optimal untuk membersihkan tubuh dari toksin dan mempersiapkan diri menghadapi pernikahan.

Mengapa tiga hari berturut-turut menjadi pilihan umum untuk puasa mutih?

Hal ini berkaitan dengan konsep dalam banyak agama yang mengaitkan angka tiga dengan kesucian dan transformasi.

Tiga hari dianggap sebagai waktu yang cukup untuk memulai perubahan dalam diri, dan menjauhkan diri dari godaan duniawi.

Selain itu juga untuk memusatkan perhatian pada persiapan pernikahan.

Sama halnya seperti ibadah puasa pada umumnya, puasa mutih juga mengharuskan seseorang untuk...

Konten di bawah ini disajikan oleh advertiser.
Tim Redaksi Orami tidak terlibat dalam materi konten ini.


FOLLOW US

facebook
twitter
instagram
spotify
tiktok

Orami Articles — Artikel Seputar Parenting, Kesehatan,
Gaya Hidup dan Hiburan

Copyright © 2024 Orami. All rights reserved.

rbb