28 Mei 2024

Mengenal Tradisi Tedak Siten, Urutan Acara serta Maknanya

Banyak selebriti yang menggelar tradisi tedak siten untuk buah hatinya

Tedak siten adalah salah satu tradisi dalam adat dan budaya Jawa yang bertujuan agar anak dapat tumbuh menjadi sukses di masa depan.

Adapun tradisi ini dilakukan dengan restu dari Tuhan maupun bimbingan dari kedua orang tuanya.

Tradisi tedak siten ini sebenarnya sudah diselenggarakan sejak dahulu kala hingga kini sudah turun-temurun.

Selain menggambarkan doa dan harapan dari orang tua, tradisi ini juga dapat dimaknai sebagai bentuk rasa syukur atas karunia Tuhan karena telah diberi keturunan.

Lalu, seperti apa upacara tedak siten ini?

Apa saja yang perlu dipersiapkan dan bagaimana tata laksananya? Simak penjelasannya berikut ini Moms.

Baca Juga: 9+ Makanan Khas Gresik yang Unik, Ada Nasi Krawu dan Pudak!

Tradisi Tedak Siten

Upacara Tedak Siten
Foto: Upacara Tedak Siten (Javaans.be)

Mengutip Joglo Semar, tedak berarti "melangkah", dan "siten" berasal dari kata siti yang artinya "tanah atau bumi".

Jadi, tedak siten memiliki makna "melangkah di bumi".

Upacara ini menggambarkan kesiapan seorang anak untuk menghadapi kehidupan yang sukses di masa depan, dengan berkah Tuhan dan bimbingan dari orang tua, sejak masa kecilnya.

Upacara tedak siten dilakukan ketika seorang anak perempuan atau laki-laki berusia 7 lapan.

Mengala 7 lapan? Hal ini karena 1 lapan sama dengan 35 hari, jadi umur anak saat mengadakan tedak siten berusia 245 hari (7 x 35 = 245 hari).

Hal ini karena pada usia ini, perkembangan anak sudah berada pada tahap berdiri, dan di momen ini kaki anak sudah bisa menginjak tanah.

Perlu diketahui juga bahwa ada lima hari Pasaran (pasar) dalam satu Selapan, yakni Legi, Pahing, Pon, Wage, dan Kliwon.

Oleh karena itu, setiap hari diberi nama berbeda dalam satu periode Selapan.

Satu periode dari Minggu Legi hingga Sabtu Kliwon adalah 35 hari.

Hari-hari tersebut dinamakan dalam bahasa Jawa atau dikenal dengan sebutan weton.

Bagi orang Jawa, mengetahui hari Pasaran atau weton adalah sesuatu hal yang penting.

Biasanya, tedak siten harus diselenggarakan pada pagi hari, di halaman depan rumah.

Tedak siten menggunakan sajen atau persembahan yang melambangkan permintaan dan doa kepada Tuhan untuk menerima berkah dan perlindungan.

Termasuk berkah dari para leluhur, serta memerangi perbuatan jahat dari manusia dan roh jahat.

Baca Juga: 10 Rumah Adat Jawa Tengah, Tak Hanya Joglo!

Perlengkapan Tedak Siten

Ritual Tedak Siten
Foto: Ritual Tedak Siten (budayajawa.id)

Sebelum masuk ke proses acara, pihak orang tua yang hendak mengadakan tedak siten membutuhkan peralatan yang diperlukan, yaitu:

  • Kurungan dari bambu seperti untuk mengurung ayam.
  • Aneka jenang warna-warni yang terbuat dari ketan
  • Tangga dan kursi, dibuat dari tebu.
  • Ayam panggang ditusukkan pada batang tebu, dibawahnya diberi pisang, aneka barang-barang dan mainan tradisional.
  • Tumpeng robyong, bubur dan jadah (terbuat dari ketan) 7 warna, buah-buahan dan jajanan pasar.
  • Uang kertas atau receh untuk disebarkan.
  • Bayu gege (air gege), dibiarkan semalam di tempat terbuka dan paginya kena sinar matahari sampai pukul 08.00.
  • Ayam hidup yang dilepaskan dan diperebutkan kepada tamu undangan.

Karena acara tedak sinten adalah tradisi Jawa, maka penyelenggarannya memakai pakaian adat tradisional Jawa, seperti batik, kebaya, dan jawi jangkep.

Susunan Acara Tedak Siten

Setelah semua kebutuhan telah disiapkan, keluarga (orang tua, anak, kerabat) dan undangan akan berkumpul di tempat upacara.

Langkah-langkah ritual yang dilakukan yakni dengan urutan berikut:

1. Berjalan di 7 Warna

Anak dipandu untuk berjalan di atas jenang 7 warna yang berbeda (merah, putih, jingga, kuning, hijau, biru, dan ungu) yang terbuat dari beras ketan.

Ritual ini melambangkan bahwa di masa depan, anak harus bisa mengatasi semua hambatan dalam hidup.

Sementara dilansir dari malangvoice, Budayawan Jawa, Suryadi atau yang lebih dikenal dengan Ki Suryo menjelaskan bahwa “Maknanya, hidup berawal dari yang gelap dan berakhir dengan terang.”

2. Menginjak Tangga dari Tebu

Anak selanjutnya dibimbing untuk menginjak tangga yang terbuat dari tebu "Arjuna" dan kemudian turun. Tebu merupakan singkatan dari Antebing Kalbu.

Diharapkan ke depannya, anak itu berperilaku seperti Arjuna, yang merupakan seorang pejuang sejati.

Diharapkan anak bisa berjalan dalam kehidupan dengan tekad dan penuh percaya diri seperti Arjuna yang heroik.

Baca Juga: 10 Fakta Midodareni, Rangkaian Upacara Adat Jawa sebelum Pernikahan

3. Diletakkan di Tumpukan Pasir

Usai menginjak tangga dari tebu, selanjutnya anak dipandu dua langkah dan diletakkan di atas tumpukan pasir.

Anak harus melakukan "Ceker-Ceker", yaitu ia bermain pasir dengan kedua kaki.

Dalam bahasa Jawa, ritual ini memiliki makna bahwa ceker-ceker tersebut artinya bekerja dan mendapatkan sesuatu untuk memenuhi kebutuhannya.

4. Masuk ke Kandang Ayam

Selanjutnya, sang anak kembali dipandu untuk memasuki kandang ayam yang didekorasi.

Di dalam kandang, ada beberapa barang, seperti buku tulis, perhiasan, aksesoris emas, kalung, gelang, beras, kapas dan barang-barang bermanfaat lainnya.

Di tahap ini, anak akan memilih barang yang disediakan di kandang ayam tersebut.

Jika misalnya, anak bermain dengan buku tulis, mungkin dia harus bekerja di kantor atau menjadi profesor.

Bila anak memilih perhiasan, mungkin anak itu haruslah menjadi orang kaya.

Semua simbol profesi ada di kurungan menjadi semacam penuntun bagi bayi dalam memilih pekerjaan nanti.

Sementara kandang ayam tersebut memiliki makna bahwa ketika anak telah memasuki kehidupan, dia...

Konten di bawah ini disajikan oleh advertiser.
Tim Redaksi Orami tidak terlibat dalam materi konten ini.


FOLLOW US

facebook
twitter
instagram
spotify
tiktok

Orami Articles — Artikel Seputar Parenting, Kesehatan,
Gaya Hidup dan Hiburan

Copyright © 2024 Orami. All rights reserved.