01 Juli 2024

Upacara Sekaten, Tradisi Sambut Hari Lahir Nabi Muhammad SAW

Dilakukan setiap tahun dengan penuh rasa syukur

Terkadang, adat budaya kepercayaan tertentu masih ada kaitannya dengan hal keagamaan. Salah satunya adalah upacara sekaten.

Ini adalah sebuah ritual tahunan yang dilakukan oleh masyarakat di Yogyakarta.

Tak lain, untuk menyambut kelahiran Nabi Muhammad SAW.

Bagaimana asal muasal dan proses tradisi ini dilakukan hingga saat ini? Yuk, tengok penjelasannya bersama di bawah ini!

Baca Juga: Mengenal Mepamit, Upacara Adat Bali yang Dilakukan Mahalini

Asal Usul Upacara Sekaten

Upacara Sekaten
Foto: Upacara Sekaten (En.wikipedia.org/Kembangraps)

Diserap dari bahasa Arab, yakni syahdatain, ini merupakan ritual keagamaan yang dilakukan dengan rutin.

Upacara sekaten dikenal oleh masyarakat sebagai upacara tradisional Jawa.

Upacara ini dilakukan penuh selama seminggu, yang diisi dengan berbagai aktivitas, berupa:

  • Festival kebudayaan.
  • Pementasan alat musik gamelan.
  • Kemeriahan pasar malam.
  • Tarian tradisional Jawa.

Tradisi dalam penyambutan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW ini dilakukan selama 7 hari.

Biasanya, dilangsungkan sejak tanggal 5 Mulud (Rabiulawal) sore hari sampai dengan tanggal 11 Mulud (Rabiulawal) tengah malam.

Ini adalah tradisi Islam yang telah dilakukan pada awal Kesultanan Demak.

Selain itu, asal usul tradisi ini juga diberlakukan sejak era Sunan Kalijaga di masa lampau.

Melansir Grinnel College, awal mulanya Sunan Kalijaga mengidekan untuk melakukan pementasan gamelan di halaman masjid.

Hal ini dibantu oleh para sultan yang menjabat pada masa itu.

Sejak saat itu, pementasan musik dengan gamelan dilakukan untuk perayaan Maulid Nabi atau dikenal dengan sekaten.

Adapun, ini juga campur tangan dari budaya Hindu, Jawa, dan umat Muslim.

Alasan khusus diberlakukan ritual keagamaan ini adalah untuk mengenalkan agama Islam ke masyarakat umum.

Baca Juga: Mengenal Tradisi Tedak Siten, Urutan Acara serta Maknanya

Tujuan Upacara Sekaten

Gunungan Sekaten
Foto: Gunungan Sekaten (Id.wikipedia.org/Kembangraps)

Perayaan biasanya berlangsung di alun-alun utara Yogyakarta. Secara bersamaan, ini juga dirayakan di alun-alun utara Surakarta.

Ini menjadi lokasi yang cukup sering dikunjungi sebagai tempat wisata di Jogjakarta.

Upacara ini awalnya dipopulerkan oleh Sultan Hamengkubuwano I, yakni pendiri Kesultanan Yogyakarta.

Tujuan perayaan upacara sekaten adalah untuk menyebarkan dan berdakwah agama Islam.

Arti dari sekaten ini adalah perasan senang dan tanda syukur atas kelahiran Nabi Muhammad SAW.

Tentunya, penyambutan ini dilakukan dengan suasana meriah dan penuh sukacita.

Penyerapan kata Arab syahdatain ini juga memiliki arti tersendiri.

Sejumlah orang mempercayai bahwa ini artinya adalah kalimat syahadat. Kalimat ini yang diucapkan seseorang ketika ingin memeluk agama Islam.

Baca Juga: Upacara Ngaben, Tradisi Ritual Pembakaran Jenazah di Bali

Prosesi Upacara Sekaten

Gamelan Sekaten
Foto: Gamelan Sekaten (Commons.wikimedia.org/Pandjisaputra94)

Upacara sekaten melalui prosesi yang cukup panjang, yakni mulai dari persiapan hingga hari besar perayaan.

Berikut sejumlah rangkaian proses dari tradisi penyambutan Hari Kelahiran Nabi Muhammad SAW:

1. Persiapan Peralatan Budaya

Persiapan dari upacara sekaten ini dinilai cukup rumit.

Untuk persiapan dalam bentuk fisik, diperlukan menyiapkan berbagai benda-benda dan peralatan kebudayaan.

Salah satu alat musik utama yang dilakukan yakni gamelan, terutama milik Kanjeng Kyai Sekati.

Ini dilengkapi dengan pengumpulan lagu-lagu untuk mengiringi pementasan gamelan nanti.

Konon, lagu-lagu yang dipakai tersebut merupakan ciptaan Walisongo pada jaman Kerajaan Demak.

Tak sampai di situ, adapun berbagai alat budaya lainnya yang diperlukan, yakni:

  • Uang logam untuk upacara udhik-udhik.
  • Naskah riwayat Mulud Nabi Muhammad SAW.
  • Bunga kanthil.
  • Busana seragam untuk para pementas musik.

Nantinya, naskah tersebut akan dibacakan oleh Kyai Pengulu pada tanggal 11 Rabiulawal malam.

2. Persiapan Mental

Tak kalah penting adalah persiapan mental menjelang proses upacara sekaten.

Persiapan non fisik ini para abdi dalem (pelaksana Keraton) yang akan terlibat untuk mempersiapkan diri, terutama mental.

Karena, ritual kebudayaan ini dinilai cukup sakral dan perlu dilakukan dengan hikmat.

Nantinya, para abdi dalem yang bertugas, perlu menyucikan diri dengan berpuasa dan siram jamas (mandi keramas).

Gamelan pusaka adalah benda pusaka Keraton yang nantinya akan dimainkan ketika pementasan berlangsung.

Baca Juga: Mengenal Tradisi Mitoni, Tradisi 7 Bulanan Adat Jawa!

3. Pementasan Gamelan Pusaka

Melansir jogjasiana.net, prosesi selanjutnya dalam upacara sekaten adalah gamelan mulai dibunyikan.

Gamelan sekaten akan dibunyikan di dalam Keraton, tepatnya di Bangsal Ponconiti yang berada di halaman Kemandhungan atau Keben.

Pada waktu tertentu, nantinya gamelan milik Kanjeng Kyai Guntur Madu dan Kanjeng Kyai Nagawilaga dikeluarkan dari tempat persemayamannya.

Pementasan alat musik gamelan ini dilakukan cukup sakral dan diikuti tradisi budaya lainnya.

Menuju ke puncak acara, yakni malam ketujuh, tepatnya tanggal 11 Rabiulawal malam.

Konten di bawah ini disajikan oleh advertiser.
Tim Redaksi Orami tidak terlibat dalam materi konten ini.


FOLLOW US

facebook
twitter
instagram
spotify
tiktok

Orami Articles — Artikel Seputar Parenting, Kesehatan,
Gaya Hidup dan Hiburan

Copyright © 2024 Orami. All rights reserved.