01 Agustus 2022

Mengenal Gender Dysphoria, Ketika Seseorang Merasa “Terjebak” di Tubuh yang Salah

Pergolakan batin mengenai jenis kelamin dapat membuat orang dengan gender dysphoria rentan depresi
Mengenal Gender Dysphoria, Ketika Seseorang Merasa “Terjebak” di Tubuh yang Salah

Meski jenis kelamin secara umum dibedakan menjadi 2, yaitu laki-laki dan perempuan, beberapa orang merasa “terjebak” dalam tubuh yang salah, hal ini disebut gender dysphoria.

Menurut laman American Psychiatric Association (APA), gender dysphoria adalah suatu kondisi di mana orang berjuang dengan identitas gender yang ditetapkan sejak mereka lahir.

Seseorang mungkin merasa tidak nyaman dengan tubuhnya atau dengan peran gender yang diasumsikan masyarakat.

Beberapa orang mungkin mengalami perasaan ini dalam jangka panjang, sementara bagi yang lain perasaan itu bersifat sementara.

Baca juga: Mengenal Hermaprodit atau Intersex, Ketika Bayi Terlahir dengan 2 Jenis Kelamin

Kondisi ini bisa berdampak signifikan terhadap kualitas hidup seseorang. Mereka dengan gender dysphoria lebih cenderung mengalami depresi dan memiliki keinginan bunuh diri.

Lebih lanjutnya, yuk simak pembahasan berikut ini, Moms!

Memahami Gejala Gender Dysphoria

Gejala Gender Dysphoria
Foto: Gejala Gender Dysphoria (awomanstime.com)

Foto: anak perempuan (Orami Photo Stock)

Menurut American Psychiatric Association (APA), remaja dan orang dewasa dengan gender dysphoria mungkin mengalami:

  • Perbedaan mencolok antara jenis kelamin yang dirasakan dengan jenis kelamin fisik.
  • Keinginan kuat untuk hidup dalam peran gender lain atau diperlakukan sebagai gender lain.
  • Keinginan kuat untuk mengubah karakteristik seks yang mereka tetapkan.

Sementara itu, gejala pada anak-anak adalah:

  • Keinginan kuat untuk menjadi jenis kelamin lain.
  • Tidak menyukai anatomi seksual mereka.
  • Punya keinginan kuat untuk mengenakan pakaian dari jenis kelamin yang berbeda.
  • Keinginan kuat untuk memainkan jenis kelamin lain saat bermain peran.
  • Menolak mainan dan aktivitas yang memiliki asosiasi khas dengan jenis kelaminnya.

Gender dysphoria dapat mulai berkembang sejak masa kanak-kanak, dan berlanjut hingga dewasa.

Terkadang, seseorang mungkin tidak mengalaminya hingga usia remaja atau dewasa. Beberapa orang mungkin berhenti mengalami kondisi ini secara tiba-tiba.

Pada anak-anak, gejala gender dysphoria biasanya mulai terlihat sejak usia 2 - 4 tahun.

Meskipun banyak yang mungkin tidak mengungkapkan perasaan dan perilakunya sampai jauh di kemudian hari.

Beberapa anak mungkin mulai menolak perubahan biologis mereka ketika mereka melewati masa pubertas.

Sebuah riset pada 2018 di jurnal PLOS ONE mengungkapkan, beberapa orangtua melaporkan gender dysphoria muncul tiba-tiba di masa pubertas.

Beberapa lainnya menunjukkan bahwa kondisi ini berkembang dalam situasi di mana ada teman sebaya anak yang mengalami gender dysphoria.

Baca juga: Fakta Hormon Dopamin yang Punya Pengaruh Besar pada Kesehatan Mental dan Fisik

Namun, banyak anak menunjukkan perilaku yang tidak sesuai gender, dan itu tidak berarti bahwa mereka mengalami gender dysphoria.

Juga, banyak anak yang memenuhi kriteria gender dysphoria tidak terus melakukannya saat mereka tumbuh dewasa.

Menurut penelitian pada 2018 di jurnal BioMed Research International mengungkapkan, hanya 10-20% anak dengan gender dysphoria yang akan terus mengalaminya di masa remaja.

Para peneliti juga menemukan anak-anak yang mengalami kondisi ini bisa mendapatkan manfaat dari terapi dan dukungan psikologis.

Ini biasanya melibatkan tim multi-disiplin, yang terdiri dari dokter anak, psikiater, dan endokrinologi pediatrik yang mengkhususkan diri dalam hormon anak-anak.

Penyebab Gender Dysphoria

Penyebab Gender Dysphoria
Foto: Penyebab Gender Dysphoria (freepik.com)

Foto: ilustrasi kromosom (freepik.com)

Penyebab pasti mengapa seseorang mengalami gender dysphoria masih belum jelas.

Kondisi ini mungkin hasil dari campuran faktor yang kompleks, termasuk faktor biologis, psikologis, dan sosial.

Namun, beberapa hal yang diduga menjadi pemicu terjadinya kondisi ini adalah:

  • Terlahir dengan gangguan yang memengaruhi hormon seks.
  • Paparan bahan kimia yang mengganggu hormon saat di dalam kandungan.
  • Kesalahan perkembangan beberapa neuron yang terkait dengan jenis kelamin.
  • Memiliki kondisi kejiwaan, seperti skizofrenia.
  • Memiliki gangguan spektrum autisme.
  • Riwayat pelecehan atau penelantaran di masa kanak-kanak.
  • Memiliki anggota keluarga dekat dengan gender dysphoria.

Meski ada beberapa hal yang diduga jadi pemicu, tetap sulit untuk mengaitkan gender dysphoria dengan penyebab spesifik apapun.

Baca juga: Depersonalisasi, Gangguan Kesehatan Mental Seolah Tubuh Terpisah dari Jiwa

Penanganan untuk Gender Dysphoria

Beberapa orang dengan gender dysphoria memutuskan bahwa mereka ingin beralih ke gender lain.

Namun, ada juga yang akan terus menegaskan identitas mereka dengan cara lain, dan beberapa akan berhenti mengalami gender dysphoria.

Sebenarnya, tidak ada metode khusus yang benar-benar membantu mengatasi kondisi ini.

Apa yang berhasil untuk seseorang mungkin tidak berhasil untuk orang lain. Beberapa pilihan penanganan yang bisa dilakukan adalah:

1. Terapi

psikoterapi
Foto: psikoterapi (Orami Photo Stock)

Foto: ilustrasi terapi (Orami Photo Stock)

Terapi dapat memberi ruang untuk mengeksplorasi perasaan dan emosi orang dengan gender dysphoria. Bagi beberapa orang, ini dapat mengatasi gender dysphoria mereka.

Bagi yang lain, bisa saja justru menegaskan bahwa mereka ingin hidup dalam peran gender lain.

Selain untuk mengeksplorasi perasaan, terapi juga dapat membantu mengelola masalah yang muncul di sekolah, tempat kerja, atau dalam hubungan.

Hal ini dapat mengurangi perasaan depresi dan kecemasan dan meningkatkan rasa percaya diri.

2. Perubahan Ekspresi Gender

Perubahan Ekspresi Gender
Foto: Perubahan Ekspresi Gender (expertinstitute.com)

Foto: operasi (Orami Photo Stock)

Beberapa orang mungkin memutuskan bahwa mereka ingin hidup paruh waktu atau penuh waktu dalam peran gender lain.

Ini mungkin termasuk menggunakan nama dan kata ganti yang biasanya dikaitkan dengan jenis kelamin tersebut.

Beberapa cara seseorang untuk mengubah ekspresi gendernya meliputi:

  • Menghadiri terapi suara untuk mengembangkan karakteristik vokal yang berbeda.
  • Menghilangkan rambut atau melakukan transplantasi rambut.
  • Menyelipkan atau membuat alat kelamin terlihat seperti yang diinginkan.
  • Mengikat atau melapisi payudara.
  • Merias wajah dan menata rambut.

3. Pengobatan Medis

Penyakit Lupus - Terapi Hormon.jpg
Foto: Penyakit Lupus - Terapi Hormon.jpg (Orami Photo Stocks)

Foto: konsultasi dokter (Orami Photo Stock)

Beberapa orang mungkin ingin mengambil langkah lebih lanjut untuk membantu mereka hidup dalam peran gender lain.

Langkah-langkah tersebut mungkin termasuk:

  • Terapi hormon untuk membantu mengembangkan fitur yang berbeda, seperti rambut wajah.
  • Operasi untuk menambah atau menghilangkan payudara dan membuat perubahan pada alat kelamin.

Baca juga: Tips Berdamai dengan Diri Sendiri, Bantu Tenangkan Jiwa dan Pikiran

4. Perawatan Diri

makanan bergizi
Foto: makanan bergizi

Foto: makanan bergizi (Orami Photo Stock)

Orang dengan gender dysphoria berisiko lebih tinggi mengalami masalah kesehatan mental lainnya.

Jadi, penting untuk melakukan perawatan diri yang baik dan menjaga kesehatan fisik dan mental, dengan cara:

  • Mengonsumsi makanan bergizi seimbang, cukup tidur, dan berolahraga secara teratur.
  • Berlatih teknik manajemen stres, seperti yoga dan meditasi.
  • Tetap terhubung dengan orang tersayang, seperti keluarga, teman, atau orang lain yang mengalami gender dysphoria.
  • Menemui psikiater atau psikolog jika perlu.

Bentuk Dukungan untuk Orang dengan Gender Dysphoria

Dukungan untuk Orang dengan Gender Dysphoria
Foto: Dukungan untuk Orang dengan Gender Dysphoria (Orami Photo Stocks)

Foto: saling menggenggam (Orami Photo Stock)

Sangat penting bagi orang dengan gender dysphoria untuk mendapatkan dukungan dari orang yang dicintai.

Bila ada orang terdekat Moms yang mengalami kondisi ini, cobalah lakukan beberapa hal berikut:

  • Dengarkan pengalaman mereka. Berusahalah memahami mereka.
  • Jangan meremehkan pengalaman atau emosi mereka.
  • Tanyakan apa yang bisa dibantu, apa yang mereka butuhkan, dan apa yang akan membuat segalanya lebih mudah.
  • Dorong mereka untuk mencari bantuan, terutama jika menunjukkan gejala masalah kesehatan mental, bunuh diri, atau penyalahgunaan zat.

Baca juga: Victim Blaming, Sikap yang Menyudutkan Korban Kekerasan

Orang dengan gender dysphoria yang mendapat dukungan dari orang yang dicintai lebih kecil kemungkinannya untuk mengalami depresi, kecemasan, dan efek samping lainnya.

Cobalah tawarkan diri untuk menemani ke psikolog atau psikiater jika mereka terlihat butuh bantuan.

Bila kondisi ini terjadi pada anak, cobalah untuk membawa mereka ke dokter atau psikolog anak untuk mendapatkan dukungan.

Jelaskan pada mereka bahwa apa pun yang terjadi, Moms akan tetap mendukung dan mencintai mereka.

  • https://www.psychiatry.org/patients-families/gender-dysphoria/what-is-gender-dysphoria
  • https://doi.org/10.1371/journal.pone.0202330
  • https://www.medicalnewstoday.com/articles/gender-dysphoria
  • https://www.nhs.uk/conditions/gender-dysphoria/
  • https://www.verywellmind.com/gender-dysphoria-5085081

Konten di bawah ini disajikan oleh advertiser.
Tim Redaksi Orami tidak terlibat dalam materi konten ini.


FOLLOW US

facebook
twitter
instagram
spotify
tiktok

Orami Articles — Artikel Seputar Parenting, Kesehatan,
Gaya Hidup dan Hiburan

Copyright © 2024 Orami. All rights reserved.

rbb