Marital Rape atau Pemerkosaan dalam Pernikahan, Apa Itu?
Apakah Moms pernah mendengar tentang marital rape?
Ketika Moms dan Dads sudah menikah, pasangan suami istri atau pasutri sudah sah untuk hidup bersama, termasuk melakukan hubungan seks.
Namun bukan berarti kemudian pemaksaan hubungan seks legal dengan adanya ikatan ini.
Pemaksaan untuk berhubungan seks yang terjadi dalam pernikahan disebut dengan marital rape.
Banyak orang beranggapan bahwa urusan suami-istri sudah menjadi hal pribadi mereka, apalagi jika itu kaitanya dengan hubungan seks.
Padahal, marital rape adalah sesuatu yang berkaitan dengan hak korban sebagai manusia, terlepas apapun hubungannya dengan pelaku.
Sebagai pasutri, sama sekali tidak dibenarkan untuk melakukan marital rape bila salah satu pihak keberatan melakukan hal tersebut.
Berikut ini Orami akan membahas seputar marital rape dan Undang-Undang yang mengaturnya.
Baca Juga: Grooming, Taktik Pelaku Kekerasan Seksual Anak dalam Mendekati Calon Korban
Mengenal Lebih Jauh tentang Marital Rape
Melansir European Institute for Gender Equality (EIGE), marital rape adalah penetrasi vagina, anal, atau oral yang bersifat non-konsensual pada tubuh orang lain.
Ini termasuk dengan bagian tubuh atau objek apa pun, serta tindakan non-konsensual lainnya yang bersifat seksual oleh pasangan dalam ikatan perkawinan.
Sementara itu, definisi marital rape dari US Legal adalah setiap tindakan seksual yang tidak diinginkan oleh pasangan yang dilakukan tanpa persetujuan (consent).
Terkadang, marital rape dilakukan dengan kekerasan, ancaman kekerasan, atau intimidasi ketika persetujuan untuk berhubungan seks tidak diberikan.
Sebagian orang menertawakan istilah marital rape. Sebab, mereka berpikir tak mungkin ada pemerkosaan dalam pernikahan.
Penting untuk diingat bahwa setuju untuk menikah tidak sama dengan setuju untuk mengikuti kemauan semua pasangan.
Setiap individu memiliki otoritas untuk dirinya sendiri, bukan orang lain termasuk pasangannya.
Dikutip dari VAW Net, umumnya bentuk-bentuk marital rape adalah:
1. Hubungan Seks yang Terpaksa
Apa pun bentuk hubungan seks yang dilakukan secara terpaksa termasuk marital rape, Moms. Contohnya:
- Pasangan memaksa hubungan seks
- Pasangan menyakiti pasangannya
- Melukai orang yang harusnya ia lindungi
2. Hubungan Seks dengan Perasaan Terancam
Seks seharusnya memberi kesenangan untuk masing-masing pasangan.
Apabila hubungan seks disertai ancaman penyerangan, esensi seks yang bersifat konsensual akan hilang dan menjelma menjadi bentuk pemerkosaan.
Baca Juga: Tidak Hanya Anak dan Remaja, Ketahui Pentingnya Pendidikan Seks untuk Pasutri
3. Hasil Manipulasi
Apabila manipulasi ini membuat pasangan merasa tak ada pilihan, hubungan seks yang dilakukan tergolong pemerkosaan.
Karena sebenarnya ada pihak yang tidak setuju.
4. Hubungan Seks Tanpa Kesadaran Salah Satu Pihak
Consent atau persetujuan berarti kedua pihak memiliki kesadaran penuh untuk menyetujui segala aktivitas yang dilakukan, termasuk seks.
Apabila pasangan berhubungan seks dengan istri atau suaminya yang tak sadarkan diri, hal ini juga termasuk pemerkosaan. Misalnya:
- Dicekoki obat tidur dan perangsang
- Dibuat mabuk dengan minuman alkohol
- Diracun
- Dibuat pingsan
Baca Juga: Pantaskah Membicarakan Aktivitas Seks Pasutri pada Sahabat? Pahami Batasannya!
Undang-Undang tentang Marital Rape
Belakangan ini marak dibahas soal Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP).
Bahkan hal ini menjadi salah satu pemicu turunnya mahasiswa ke jalan untuk melakukan demo terhadap beberapa kebijakan pemerintah yang dinilai tidak tepat.
Dalam RKUHP itulah diatur soal pemaksaan hubungan seks suami-istri atau marital rape.
Dilansir dari laman CNN Indonesia, disebut bahwa RKUHP mengatur ancaman hukuman pidana untuk suami yang memaksa hubungan seks kepada istrinya, atau sebaliknya.
Pasal 480 ayat (1) menjelaskan bahwa setiap orang yang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seseorang bersetubuh dengannya, dipidana penjara 12 tahun penjara.
Di ayat (2) dalam pasal yang sama, pemaksaan dalam hubungan suami-istri maupun sebaliknya, juga dikategorikan sebagai tindak pidana perkosaan.
Sayangnya, RKUHP ini juga berisi beberapa poin yang kurang tepat diterapkan. Karenanya terjadi demo mahasiswa.
Salah satu tuntutannya adalah mendesak adanya penundaan untuk melakukan pembahasan ulang terhadap pasal-pasal yang bermasalah dalam RKUHP.
Kompas.com menulis, tuntutan lain juga berisi untuk mendesak pengesahan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS).
Ambaranie Nadia Kemala Movanita menulis untuk Kompas bahwa RUU PKS dianggap krusial.
Karena memang perlu adanya payung hukum yang kuat untuk melindungi korban kekerasan seksual.
RUU ini sebenarnya bisa memperkuat regulasi soal kekerasan seksual yang diatur dalam KUHP secara umum.
Bukan sekadar karena angka kasus yang tercatat, peraturan ini menjadi penting karena di dalamnya juga mengatur tentang layanan terhadap korban kekerasan seksual.
Baca Juga: 10+ Cara Melindungi Anak dari Bahaya Predator Seksual
Marital Rape Itu Nyata
Tak hanya di Indonesia, marital rape atau perkosaan dalam pernikahan juga merupakan masalah yang cukup disoroti di berbagai belahan dunia.
Di Amerika Serikat, definisi hukum perkosaan dalam pernikahan berbeda-beda, tapi pada umumnya merujuk pada segala hubungan atau penetrasi yang tidak diinginkan.
Baik itu vaginal, anal, maupun seks oral, yang dilakukan dengan kekerasan ataupun ancaman, paksaan, dan kekerasan.
Dilansir dari Huff Post, edukasi kekerasan seksual dalam pernikahan sangat penting.
Hal ini bertujuan demi membantu meningkatkan kesadaran tentang seberapa sering hal semacam ini terjadi dalam rumah tangga.
Penelitian ini melibatkan wawancara dengan 930 wanita dalam sampel komunitas representatif yang dipilih secara acak di San Francisco.
Tujuannya untuk mengetahui besarnya angka perkosaan dalam pernikahan.
Hasilnya, para peneliti memperkirakan bahwa ada sekitar 10-14% wanita menikah, mengalami perkosaan dalam pernikahan.
Marital rape dalam hal ini terjadi lintar ras, kelas, dan juga usia.
Walaupun banyak wanita yang melaporkan bahwa pengalaman pertama mereka menerima kekerasan seksual dalam pernikahan terjadi pada saat usia di bawah 25 tahun.
Pentingnya Undang-Undang yang Mengatur Soal Marital Rape
Permasalahan di Amerika juga kurang lebih sama dengan apa yang terjadi di Indonesia.
Perkosaan dalam pernikahan seolah menjadi sesuatu yang lazim walaupun ilegal.
Hal ini sering dianggap sebagai kejahatan yang tingkatnya jauh lebih rendah ketimbang perkosaan oleh orang asing.
Bahkan ada yang menganggapnya bukan kejahatan dengan dalih hubungan seks suami atau istri sendiri memang wajar dilakukan.
Namun demikian, meski banyak orang menganggap hal ini bukan suatu kejahatan besar, undang-undang yang mengatur soal marital rape ini sebaiknya memang ada.
Bagaimanapun juga, kekerasan, apa pun bentuknya dan pada siapapun dilakukannya, tetaplah kejahatan.
Baca Juga: Kasus-kasus Kekerasan Seksual Anak di Indonesia, Kenali 6 Ciri Anak yang Mengalaminya
Itu dia informasi seputar marital rape yang penting untuk diketahui. Jangan ragu melapor ke pihak berwajib jika Moms atau seseorang di sekitar mengalami hal tersebut, ya!
- https://eige.europa.eu/thesaurus/terms/1282
- https://www.criminaldefenselawyer.com/marital-rape-laws.html
- https://vawnet.org/material/marital-rape-new-research-and-directions
- https://www.healthywomen.org/your-care/marital-rape/particle-1
- https://www.huffpost.com/entry/yes-marital-rape-happens_b_7891192
- https://magdalene.co/story/magdalene-primer-marital-rape-dan-consent-dalam-pernikahan
Orami Articles — Artikel Seputar Parenting, Kesehatan,
Gaya Hidup dan Hiburan
Copyright © 2024 Orami. All rights reserved.