10 Juni 2022

Serba-serbi Tes Kariotipe, Bisa Deteksi Dini Risiko Kelainan Genetik

Kelainan genetik yang terkait masalah pada kromosom bisa dideteksi dengan tes kariotipe
Serba-serbi Tes Kariotipe, Bisa Deteksi Dini Risiko Kelainan Genetik

Namanya mungkin asing, tetapi tes kariotipe adalah pemeriksaan yang penting untuk mendeteksi kelainan genetik pada seseorang.

Tes ini dilakukan untuk melihat dan menilai bentuk, ukuran, dan jumlah kromosom seseorang.

Untuk diketahui, kromosom merupakan sebuah struktur mirip benang dalam inti sel, yang diwarisi dari orangtua.

Stuktur ini membawa informasi genetik dalam bentuk gen, yang kemudian menentukan penampilan dan fungsi tubuh.

Setiap manusia memiliki 46 buah kromosom. Sejumlah 22 pasang pertama disebut autosom, yang menentukan fitur biologis dan fisiologis unik.

Sementara pasangan ke 23 adalah kromosom seks (dikenal sebagai X atau Y), yang menunjukkan jenis kelamin seseorang.

Baca juga: Mengenal Fenilketonuria, Kelainan Genetika Langka pada Bayi Sejak Lahir

Nah, tes kariotipe dilakukan untuk mendeteksi adanya kelainan pada kromosom. Apakah ada kromosom tambahan, hilang, atau bentuknya tidak normal bisa dideteksi.

Kelainan pada kromosom tersebut dapat menyebabkan masalah pada pertumbuhan, perkembangan, dan fungsi tubuh seseorang.

Siapa yang Memerlukan Tes Kariotipe?

Cacat kromosom.jpg
Foto: Cacat kromosom.jpg

Foto: Orami Photo Stock

Tes kariotipe bisa dilakukan sebagai pemeriksaan prenatal pada ibu hamil, untuk mendeteksi dini risiko kelainan genetik pada bayi.

Ketika digunakan untuk skrining prenatal, tes kariotipe biasanya dilakukan selama trimester pertama dan pada trimester kedua.

Namun, tes keriotipe juga bisa dilakukan sebagai pemeriksaan prakonsepsi atau sebelum memulai program hamil, dalam kondisi tertentu, seperti:

  • Memiliki anggota keluarga dengan riwayat penyakit genetik
  • Ketika salah satu pasangan memiliki penyakit genetik
  • Ketika satu pasangan diketahui memiliki mutasi resesif autosomal
  • Tidak dapat hamil selama lebih dari setahun menjalani program hamil
  • Pernah mengalami 2 atau lebih keguguran berturut-turut
  • Pernah mengalami bayi lahir mati (stillbirth)
  • Pasangan pria tidak memiliki sperma dalam air maninya atau jumlah sperma yang sangat rendah
  • Pasangan wanita didiagnosis dengan disfungsi ovarium primer

Tes kariotipe juga mungkin diperlukan sebelum menerima teknologi reproduksi berbantuan, termasuk IUI (intrauterine insemination) atau IVF (in vitro vertilization).

Ini diungkapkan dalam studi pada 2016 di jurnal Obsetric & Gynecology.

Pemeriksaan ini diperlukan terutama bagi pasangan yang mempertimbangkan IVF dengan ICSI (intracytoplasmic sperm injection).

Sebab, metode ini dapat meningkatkan risiko penurunan infertilitas pria dan beberapa kelainan genetik.

Baca juga: Mengenal Akalasia, Kelainan Langka yang Menyerang Kerongkongan

Pada beberapa kasus, tes kariotipe juga bisa digunakan untuk membantu diagnosis leukemia myeloid kronis, bersama dengan tes lain.

Hal ini diungkapkan dalam penelitian pada 2015 yang diterbitkan di jurnal Mayo Clinic Proceedings.

Prosedur Tes Kariotipe

Untuk memeriksa adanya kelainan genetik pada tes keriotipe, diperlukan pengambilan sampel. Umumnya, sampel bisa diambil dari cairan atau jaringan tubuh apapun.

Namun, dalam praktik klinis, metode pengambilan sampel bisa dilakukan dengan beberapa cara, yaitu:

1. Amniosentesis

kariotipe
Foto: kariotipe (americanpregnancy.org)

Foto: americanpregnancy.org

Prosedur pengambilan sampel ini dilakukan dengan memasukkan jarum ke dalam perut, untuk mendapatkan sedikit cairan ketuban dari rahim.

Dokter biasanya melakukannya sambil memantau janin menggunakan USG (ultrasonografi).

Agar aman, prosedur ini hanya bisa dilakukan antara minggu ke 15-20 kehamilan. Namun, meski relatif aman, prosedur pengambilan sampel jenis ini tetap memiliki risiko keguguran.

2. Pengambilan Sampel Chorionic Villus (CVS)

kariotipe
Foto: kariotipe (nhs.uk)

Foto: nhs.uk

Prosedur pengambilan sampel jenis ini juga dilakukan dengan menggunakan jarum yang ditusukkan ke perut.

Namun, sampel yang diambil adalah sel dari jaringan plasenta. Biasanya dilakukan antara minggu 10-13 kehamilan.

3. Phlebotomy

00 ILUSTRASI CEK DARAH SAAT HAMIL - sumber medicalnewstoday.jpg
Foto: 00 ILUSTRASI CEK DARAH SAAT HAMIL - sumber medicalnewstoday.jpg (Medicalnewstoday.com)

Foto: Orami Photo Stock

Pada metode ini, sampe yang diambil untuk diuji adalah darah.

Biasanya sampel darah diambil dari pembuluh darah di lengan, dengan bantuan amonia klorida untuk mengisolasi leukosit (sel darah putih).

Nyeri di area bekas suntikan, pembengkakan, dan infeksi mungkin terjadi.

Baca juga: Baik untuk Kesehatan Ibu Hamil, Ini Manfaat Cincau Hijau

4. Aspirasi Sumsum Tulang

kariotipe
Foto: kariotipe (britannica.com)

Foto: britannica.com

Metode pengambilan sampel ini biasnaya dilakukan untuk diagnosis leukemia myeloid kronis.

Prosedurnya dilakukan dengan memasukkan jarum ke bagian tengah tulang pinggul, dengan anestesi lokal. Nyeri, pendarahan, dan infeksi adalah beberapa efek samping yang mungkin terjadi.

Evaluasi Sampel dan Hasil

Setelah sampel dikumpulkan, langkah selanjutnya adalah analisis di laboratorium oleh spesialis yang dikenal dengan sebutan ahli sitogenetik.

Sel-sel yang terkumpul akan ditempatkan di wadah khusus untuk membantu mengidentifikasi kromosom.

Ahli sitogenetika kemudian mengambil gambar kromosom dan menyusunnya ulang. Ini untuk mencocokkan 22 pasang kromosom autosomal dan sepasang kromosom seks.

Setelah gambar diposisikan dengan benar, evaluasi akan dilakukan untuk melihat apakah ada kromosom yang hilang atau justru kelebihan.

Setiap kelainan yang ditemukan akan dicantumkan pada laporan tes kariotipe. Hasil dari tes kariotipe prenatal biasanya memakan waktu antara 10-14 hari.

Sementara jika bukan prenatal, hasil biasanya sudah bisa didapat dalam 3-7 hari.

Setelah hasil pengujian laboratorium diperoleh, dokter akan meninjau hasilnya dan menjelaskan apa maksud dari hasil yang didapat.

Apakah terdeteksi kelainan genetik bawaan atau tidak, akan dijelaskan oleh merinci oleh dokter.

Baca juga: Cari Tahu Penyebab Kandungan Lemah yang Bisa Berdampak Keguguran!

Kelainan Genetik yang Bisa Terdeteksi

kariotipe
Foto: kariotipe (Orami Photo Stock)

Foto: Orami Photo Stock

Seperti sudah dijelaskan, tes keriotipe adalah pemeriksaan yang bisa dilakukan untuk mendeteksi kelainan genetik yang berkaitan dengan kromosom.

Namun, apa saja kelainan yang bisa dideteksi? Berikut ini beberapa di antaranya:

1. Sindrom Klinefelter

Sindrom klinefelter adalah kelainan genetik yang memengaruhi kromosom seks, X dan Y. Biasanya, orang hanya memiliki dua jenis kromosom seks. Jika XX, berarti perempuan. Sementara jika XY, berarti laki-laki.

Namun, pada kondisi sindrom klinefelter, seseorang memiliki kromosom seks XXY. Salah satu efek yang dapat terjadi akibat sindrom klinefelter adalah infertilitas pria.

2. Penghapusan Mikro Kromosom Y

Ini adalah kelainan genetik yang disebabkan oleh masalah pada kromosom seks.

Laki-laki dengan kondisi ini memiliki kromosom XY yang khas, tetapi kromosom Y tersebut kehilangan beberapa gen. Kelainan ini dapat menyebabkan kemandulan.

3. Translokasi Seimbang (Balance Translocation)

Translokasi dapat terjadi pada pria ataupun wanita, dan dapat menyebabkan infertilitas atau keguguran berulang. Translokasi seimbang adalah kondisi ketika "potongan" kromosom bertukar tempat.

Jadi, kromosom tersebut tidak kehilangan gen dan tidak memiliki gen ekstra yang seharusnya tidak mereka miliki (seperti kasus sindrom Klinefelter).

Namun, gen yang ada tidak berada di tempat yang seharusnya.

Analoginya seperti Moms memiliki semua kaus kaki dan peralatan makan di rumah.

Namun, tetapi seseorang meletakkan kaus kaki di laci peralatan makan di dapur, dan meletakkan peralatan makan di lemari pakaian.

Terkadang, translokasi seimbang tidak menyebabkan masalah kesehatan. Namun, pada beberapa kasus juga dapat menyebabkan masalah, seperti misalnya keguguran berulang.

4. Sindrom Kallmann

Sindrom Kallmann adalah kelainan genetik langka yang bisa terjadi pada pria ataupun wanita, dan dapat menyebabkan infertilitas.

Orang dengan kelainan ini biasanya tidak mengalami pubertas sebagaimana mestinya. Namun, sindrom ini bisa diatasi dengan perawatan kesuburan.

Baca juga: Mengenal Sindaktili, Kondisi saat Jari Bayi Dempet dan Berselaput

5. Mutasi Gen CFTR

Fibrosis kistik penuh dapat membuat kedua orangtua mewariskan gen tersebut kepada anak mereka.

Namun, beberapa pria yang membawa gen cystic fibrosis dapat mengalami masalah kesuburan, meskipun tidak mengalami penyakit tersebut.

Itulah pembahasan mengenai tes kariotipe, prosedur, hingga kelainan apa saja yang bisa terdeteksi.

Bila Moms merasa memiliki masalah seperti keguguran berulang, atau program hamil yang tak kunjung sukses, pemeriksaan ini bisa dicoba.

Dengan begitu, Moms bisa tahu apakah ada risiko kelainan genetik yang menyebabkan sulitnya memiliki momongan.

Selain itu, tes ini juga dapat membantu Moms bersiap jika ada risiko kelainan genetik yang mungkin diturunkan ke anak kelak.

  • https://www.mayoclinicproceedings.org/article/S0025-6196(15)00671-0/fulltext
  • https://journals.lww.com/greenjournal/Fulltext/2016/09000/Committee_Opinion_No_671__Perinatal_Risks.54.aspx
  • https://www.verywellhealth.com/what-is-a-karyotype-1120441
  • https://www.verywellfamily.com/genetic-karyotyping-1960122
  • https://www.webmd.com/baby/what-is-a-karyotype-test#1

Konten di bawah ini disajikan oleh advertiser.
Tim Redaksi Orami tidak terlibat dalam materi konten ini.


FOLLOW US

facebook
twitter
instagram
spotify
tiktok

Orami Articles — Artikel Seputar Parenting, Kesehatan,
Gaya Hidup dan Hiburan

Copyright © 2024 Orami. All rights reserved.

rbb