03 November 2023

Masa Iddah: Aturan, Hak, Larangan, dan Lama Waktunya

Salah satu larangannya adalah tidak boleh menikah dulu
Masa Iddah: Aturan, Hak, Larangan, dan Lama Waktunya

Hak Perempuan Selama Masa Iddah

Masa idah (Orami Photo Stock)
Foto: Masa idah (Orami Photo Stock) (Freepik.com/author/pressfoto)

Melansir NU Online, penjelasan dari Syekh Muhammad ibn Qasim dalam kitab Fathul Qarib dapat disampaikan beberapa kesimpulan tentang hak dan kewajiban perempuan saat masa iddah, yakni:

1. Perempuan dalam Masa Iddah dari Talak Raj‘i

Suami bisa saja rujuk kapan pun selama masa iddah, tanpa melalui akad baru dan tanpa pula melalui rida istri.

Istri berhak mendapat tempat tinggal layak, nafkah, pakaian, dan biaya hidup lainnya dari mantan suami.

Itu semua adalah hak perempuan, kecuali jika dia nusyuz (durhaka) sebelum diceraikan atau di tengah-tengah masa iddah-nya.

Hal itu berdasarkan firman Allah SWT:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّبِىُّ إِذَا طَلَّقْتُمُ ٱلنِّسَآءَ فَطَلِّقُوهُنَّ لِعِدَّتِهِنَّ وَأَحْصُوا۟ ٱلْعِدَّةَ ۖ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ رَبَّكُمْ ۖ لَا تُخْرِجُوهُنَّ مِنۢ بُيُوتِهِنَّ وَلَا يَخْرُجْنَ إِلَّآ أَن يَأْتِينَ بِفَٰحِشَةٍ مُّبَيِّنَةٍ ۚ وَتِلْكَ حُدُودُ ٱللَّهِ ۚ وَمَن يَتَعَدَّ حُدُودَ ٱللَّهِ فَقَدْ ظَلَمَ نَفْسَهُۥ ۚ لَا تَدْرِى لَعَلَّ ٱللَّهَ يُحْدِثُ بَعْدَ ذَٰلِكَ أَمْرً

"Yā ayyuhan-nabiyyu iżā ṭallaqtumun-nisā`a fa ṭalliqụhunna li'iddatihinna wa aḥṣul-'idda

wattaqullāha rabbakum, lā tukhrijụhunna mim buyụtihinna wa lā yakhrujna illā ay ya`tīna bifāḥisyatim mubayyinah,

wa tilka ḥudụdullāh, wa may yata'adda ḥudụdallāhi fa qad ẓalama nafsah, lā tadrī la'allallāha yuḥdiṡu ba'da żālika amrā."

Artinya: "Hai Nabi, apabila kamu menceraikan istri-istrimu maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) idahnya (yang wajar) dan hitunglah waktu idah itu serta bertakwalah kepada Allah Tuhanmu.

Janganlah kamu keluarkan mereka dari rumah mereka dan janganlah mereka (diizinkan) ke luar kecuali mereka mengerjakan perbuatan keji yang terang.

Itulah hukum-hukum Allah dan barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah, maka sesungguhnya dia telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri.

Kamu tidak mengetahui barangkali Allah mengadakan sesudah itu sesuatu hal yang baru," (Q.S At-Talaq Ayat 1).

Dan juga sabda Rasulullah SAW:

“Perempuan ber-idah yang bisa dirujuk oleh (mantan) suaminya berhak mendapat kediaman dan nafkah darinya,” (Syekh Abu Syuja, al-Ghâyah wa al-Taqrîb, terbitan Alam al-Kutub, hal. 35). 

2. Perempuan dalam Masa Iddah dari Talak Ba’in

Baik karena khulu‘, talak tiga, atau karena fasakh dan tidak dalam keadaan hamil, berhak mendapat tempat tinggal saja tanpa mendapat nafkah.

Kecuali jika dia durhaka sebelum ditalaknya atau di tengah masa idahnya.

Hal ini berdasarkan firman Allah SWT:

“Tempatkanlah mereka (para istri) di mana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka.

Dan jika mereka (istri-istri yang sudah ditalaq) itu sedang hamil, maka berikanlah kepada mereka nafkahnya hingga mereka bersalin, kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu maka berikanlah kepada mereka upahnya." (QS At Talaq: 6).

Sebagaimana didukung pula dalam hadis lainnya mengenai kisah Fathimah binti Qois RA ketika diceraikan oleh suaminya, kemudian Rasulullah SAW bersabda:

“Tidak ada nafkah untukmu kecuali jika engkau dalam keadaan hamil,” (HR. Abu Daud no. 2290).

3. Perempuan dalam Masa Iddah dari Talak Ba’in dan dalam Keadaan Hamil

Berhak mendapat tempat tinggal dan nafkah saja, namun tidak berhak atas biaya lainnya.

Hanya saja terjadi perbedaan pendapat, apakah nafkah itu gugur karena nusyuz atau tidak. Namun, ada dalil khusus yang menerangkan hal ini.

Dari Al Furai’ah binti Malik bin Sinan yang merupakan saudari Abu Sa’id Al Kudri, dia berkata:

“Dia datang kepada Rasulullah SAW meminta izin kepada beliau untuk kembali kepada keluarganya di Bani Khudrah karena suaminya keluar mencari beberapa budaknya yang melarikan diri hingga setelah mereka berada di Tharaf Al Qadum dia bertemu dengan mereka lalu mereka membunuhnya."

Dia berkata, “Aku meminta izin kepada Rasulullah SAW untuk kembali kepada keluargaku karena suamiku tidak meninggalkan rumah dan harta untukku,”

Ia berkata, “Kemudian aku keluar hingga setelah sampai di sebuah ruangan atau di masjid, beliau memanggilku dan memerintahkan agar aku datang."

Kemudian beliau berkata, “Apa yang tadi engkau katakan?”

Kemudian aku kembali menyebutkan kisah yang telah saya sebutkan, mengenai keadaan suamiku.

Kemudian beliau bersabda, “Tinggallah di rumahmu hingga selesai masa iddah.”

Dia berkata, “Aku melewati masa iddah di tempat tersebut selama empat bulan sepuluh hari,” (HR. Abu Daud no. 2300, At Tirmidzi no. 1204).

4. Perempuan dalam Masa Iddah karena Ditinggal Wafat Suaminya

Tidak berhak mendapat nafkah walaupun dalam keadaan hamil karena kondisinya ia ditinggal wafat oleh suaminya.

Hal ini cukup berbeda dengan jenis masa iddah lainnya.

Ini karena ketika ditinggal wafat oleh suami tidak ada kewajiban keluarga dari suami untuk menafkahi istri yang ditinggal tersebut.

Bukan hanya perlu mendapatkan hak, selama masa idah pun perempuan harus memenuhi kewajibannya,...

Konten di bawah ini disajikan oleh advertiser.
Tim Redaksi Orami tidak terlibat dalam materi konten ini.


FOLLOW US

facebook
twitter
instagram
spotify
tiktok

Orami Articles — Artikel Seputar Parenting, Kesehatan,
Gaya Hidup dan Hiburan

Copyright © 2024 Orami. All rights reserved.

rbb