11 Ciri Strict Parents dan Dampak Buruknya terhadap Anak
Dampak Buruk Strict Parents terhadap Anak
Pola asuh orang tua memegang peran penting dalam pembentukan karakter, kepribadian, dan kemampuan anak menghadapi dunia.
Termasuk dalam keterampilan sosial dan prestasi akademik.
Orangtua yang termasuk golongan strict parents tentu sangat menyayangi anaknya.
Mereka pada dasarnya ingin anak menjadi yang terbaik dan mendapatkan hal terbaik dalam hidupnya.
Namun, sikap seperti ini juga menjadi boomerang bagi berbagai aspek hidup anak.
Melansir literatur di National Center for Biotechnology Information, anak-anak yang tumbuh dengan orang tua otoriter bisa membuat anak memiliki tingkat agresi yang tinggi, mungkin juga pemalu dan tidak terampil secara sosial, serta tidak mampu membuat keputusan sendiri.
Mereka juga bisa mengembangkan perilaku memberontak hingga usia dewasa.
Berikut ini penjelasan lengkapnya mengenai dampak buruk yang dapat dialami anak yang diasuh oleh strict parents.
1. Rendahnya Harga Diri
Anak-anak yang terus-menerus dikritik atau dibandingkan dengan orang lain dapat merasa tidak mampu dan memiliki citra diri yang negatif.
2. Ketergantungan yang Berlebihan dan Tidak Mandiri
Anak yang selalu diberi tahu apa yang harus dilakukan dan tidak diberi kesempatan untuk membuat keputusan sendiri dapat menjadi terlalu bergantung pada orang lain ketika dewasa.
Tidak seperti anak yang dibesarkan oleh orang tua pada umumnya, anak-anak yang dibesarkan oleh strict parents biasanya tidak didorong untuk bertindak secara mandiri.
Ini membuat mereka tidak pernah benar-benar belajar bagaimana menetapkan batasan dan standar pribadi mereka sendiri.
Kurangnya kemandirian ini pada akhirnya dapat menyebabkan masalah ketika orangtua atau figur otoritas tidak ada di dekat mereka.
3. Anak Menjadi Pemberontak
Kontrol yang ketat, bisa membuat beberapa anak menjadi memberontak dan gemar melawan.
Mereka juga mungkin memiliki perilaku yang lebih agresif terhadap orang lain.
Selain itu bisa juga timbul gejala masalah kepribadian seperti hiperaktif dan masalah perilaku hingga kesulitan dalam mengendalikan diri.
Ke depannya ini bisa memicu perilaku berisiko seperti penyalahgunaan zat atau masalah dengan hukum.
4. Kurangnya Kemampuan Mengatasi Masalah
Anak yang selalu dilindungi dari kesulitan mungkin tidak memiliki keterampilan yang diperlukan untuk mengatasi tantangan di masa depan.
5. Kecemasan dan Depresi
Tekanan untuk memenuhi standar yang sangat tinggi dan takut gagal dapat meningkatkan risiko anak mengalami gangguan kecemasan dan depresi.
6. Kurangnya Kemampuan Sosial
Jika anak terlalu sering diisolasi atau dilarang berinteraksi dengan teman-temannya, mereka mungkin tidak mengembangkan keterampilan sosial yang diperlukan untuk berinteraksi dengan orang lain.
7. Risiko Prestasi Akademik Menurun
Meskipun banyak orang tua ketat berfokus pada prestasi akademik, tekanan yang berlebihan dapat sebenarnya mengurangi motivasi anak untuk belajar dan menghasilkan prestasi akademik yang menurun.
8. Kurangnya Inisiatif
Anak yang terbiasa diatur dan diberi tahu apa yang harus dilakukan mungkin kurang memiliki motivasi dan inisiatif untuk mencari tahu dan belajar sendiri.
9. Kesulitan dalam Hubungan di Masa Depan
Pengalaman dengan orang tua yang terlalu mengendalikan dapat memengaruhi cara anak memandang hubungan dan interaksi dengan pasangan atau teman di masa depan.
Terbiasa dibesarkan dengan pola asuh yang otoriter, bisa membuat anak punya pemahaman yang kurang tepat mengenai kasih sayang.
Mereka bisa saja mengaitkan kepatuhan yang ketat sebagai bentuk dari cinta.
10. Cenderung Menarik Diri
Anak mungkin merasa tidak aman untuk menyampaikan pendapat atau perasaannya dan memilih untuk menarik diri.
11. Sulit Membentuk Jati Diri pada Remaja
Remaja yang terlalu dikontrol mungkin kesulitan dalam proses pembentukan identitas, yang merupakan bagian penting dari perkembangan mereka.
12. Anak Menjadi Sering Berbohong
Pola asuh yang diterapkan oleh strict parents membuat anak takut akan hukuman yang bisa membuatnya berbohong untuk menghindari hukuman tersebut.
Anak mungkin berbohong untuk menjaga kebebasan mereka dalam situasi di mana mereka merasa kehidupan mereka terlalu dikontrol.
Baca juga: 6 Cara Mengajarkan Anak Menyelesaikan Masalah, Coba Yuk Moms!
13. Anak Menjadi Tidak Bahagia
Pola asuh yang terlalu ketat sering kali dapat berdampak pada kebahagiaan dan kesejahteraan emosional anak.
Anak mungkin merasa terus-menerus berada di bawah tekanan untuk memenuhi standar yang tinggi atau ekspektasi yang tidak realistis, yang bisa menyebabkan stres.
Rasa kehilangan kontrol atas hidup mereka sendiri, ditambah ketakutan untuk mengekspresikan pendapat dan perasaan, serta bayangan hukuman atas kesalahan bisa membuat anak tidak bahagia.
Apalagi jika anak terlalu sering dilarang untuk berinteraksi dengan teman atau keluar rumah, mereka mungkin merasa terisolasi dan kesepian.
Ketidakbahagiaan bisa memuncak ketika anak mungkin merasa terpecah antara keinginan untuk mematuhi dan memenuhi ekspektasi orang tua dan keinginan untuk mengejar apa yang mereka inginkan atau percayai.
Konten di bawah ini disajikan oleh advertiser.
Tim Redaksi Orami tidak terlibat dalam materi konten ini.
Orami Articles — Artikel Seputar Parenting, Kesehatan,
Gaya Hidup dan Hiburan
Copyright © 2024 Orami. All rights reserved.