14 Oktober 2022

Syirkah: Pengertian, Dasar Hukum, Rukun, Syarat, dan Jenisnya

Dilakukan dengan kesepakatan dan tanpa paksaan
Syirkah: Pengertian, Dasar Hukum, Rukun, Syarat, dan Jenisnya

Dalam dunia perbankan syariah, istilah syirkah digunakan untuk menjelaskan konsep bagi hasil antara pihak bank dan pemberi modal.

Modal yang diberikan bisa berupa harta kekayaan (uang dan barang) maupun jasa (keahlian kerja dan komitmen menunaikan kewajiban syirkah).

Ternyata, ada beberapa jenis syirkah dan syarat yang harus terpenuhi agar tetap sesuai syariat.

Yuk, simak informasi lengkapnya berikut ini!

Baca Juga: 7 Adab Menasihati dalam Islam, Bukan untuk Menunjukkan Diri Lebih Benar atau Lebih Takwa, Lho!

Pengertian Syirkah

Ilustrasi Syirkah
Foto: Ilustrasi Syirkah (Unsplash.com)

Secara bahasa, syirkah artinya al-ikhtilat (percampuran) atau persekutuan dua orang atau lebih.

Mereka mencampurkan hartanya untuk dikelola, dimana keuntungan dan kerugiannya ditanggung bersama secara proporsional atau sesuai kesepakatan.

Menurut Imam Maliki, syirkah adalah izin untuk mendayagunakan (tasharuf) harta yang dimiliki dua orang secara bersama-sama oleh keduanya.

Mereka saling mengizinkan kepada salah satu pihak untuk mendayagunakan harta tersebut, namun masing-masing pihak juga memiliki hak untuk ber-tasharuf.

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia juga menjabarkan definisi yang mirip.

Menurutnya, syirkah adalah akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu, dimana setiap pihak memberikan kontribusi dana atau modal usaha (ra’s al-mal).

Adapun ketentuannya yakni keuntungan yang diperoleh akan dibagi sesuai nisbah yang disepakati atau secara proporsional.

Sementara kerugiannya ditanggung oleh para pihak secara proporsional juga.

Baca Juga: Apa Itu Investasi Syariah? Berikut Pengertian dan Jenisnya

Dasar Hukum Syirkah

Dasar Hukum Syirkah
Foto: Dasar Hukum Syirkah (Unsplash.com)

Pada umumnya, syirkah banyak dijumpai di bank syariah atau lembaga keuangan lainnya yang menggunakan prinsip syariat Islam.

Pelaksanaannya pun didasarkan pada Alquran dan hadis shahih, seperti yang tertulis di surat Shad ayat 24 yang artinya:

Daud berkata: “Sesungguhnya Dia telah berbuat zalim kepadamu dengan meminta kambingmu itu untuk ditambahkan kepada kambingnya; dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebagian mereka berbuat zalim kepada sebagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh; dan amat sedikitlah mereka ini”.

Dan Daud mengetahui bahwa Kami mengujinya; Maka ia meminta ampun kepada Tuhannya lalu menyungkur sujud dan bertaubat.” (QS. Shad: 24)

Baca Juga: Mengenal Istilah Musyarakah atau Akad dalam Perbankan Syariah

Berdasarkan syariat Islam, pelaksanaan metode ini harus berlandaskan prinsip perwalian dan kepercayaan, serta menjauhi pengkhianatan.

Hal ini tercantum di Surat Al-Isra ayat 64 yang artinya:

Dan perdayakanlah siapa yang kamu sanggupi di antara mereka dengan ajakanmu, dan kerahkanlah terhadap mereka pasukan berkuda dan pasukanmu yang berjalan kaki dan berserikatlah dengan mereka pada harta dan anak-anak dan beri janjilah mereka.” (QS. Al-Isra: 64)

Metode kerja sama semacam ini telah diberkahi oleh Allah SWT selagi tidak ada pengkhianatan di dalamnya.

Bahkan, praktiknya pun sudah dilaksanakan sejak zaman Rasulullah SAW.

Dalam riwayat Abu Dawud, Rasulullah SAW bersabda yang artinya:

Sesungguhnya Allah berfirman: “Aku adalah pihak ketiga dari dua orang yang bersekutu, selama tidak ada salah seorang di antara mereka yang berkhianat kepada sahabatnya. Apabila ia telah mengkhianatinya, maka aku keluar dari keduanya.

Di sini Allah SWT berperan sebagai pihak ketiga di antara orang-orang yang bekerja sama tersebut.

Allah SWT bersama mereka dengan menjaga, memelihara, memberi bantuan, dan merahmati mereka.

Namun, jika ada salah satu pihak berkhianat, Allah akan keluar dari perserikatan itu dan mencabut keberkahan di dalamnya.

Baca Juga: Bank Syariah di Indonesia: Pengertian, Prinsip, dan Produknya

Rukun dan Syarat Syirkah

Uang Rupiah
Foto: Uang Rupiah (Unsplash.com)

Pelaksanaan syirkah yang sah menurut syariat Islam harus memenuhi rukun dan syaratnya.

Ada 3 rukun yang harus dipenuhi, yaitu:

  • Sighat, yaitu lafaz yang dilantunkan saat akad syirkah dilakukan
  • Syarik, yaitu pihak-pihak yang terlibat dalam syirkah, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak
  • Pokok pekerjaan atau bidang usaha yang dijalankan

Sementara itu, syarat-syarat syirkah menurut syariat Islam antara lain:

  • Dilaksanakan dengan modal uang tunai
  • Dua orang atau lebih berserikat, menyerahkan modal, menyampurkan antara harta benda mereka, kemudian bersepakat dalam jenis dan macam perusahaannya
  • Dua orang atau lebih mencampurkan hartanya sehingga tidak dapat dibedakan satu dari yang lainnya
  • Keuntungan dan kerugian diatur dengan perbandingan modal harta serikat yang diberikan

Baca Juga: 5 Pilihan Instrumen Investasi Modal Kecil bagi Investor Pemula

Dalam pelaksanaannya, orang yang berserikat haruslah orang yang berakal, baligh, dan dengan kehendak sendiri atau tanpa paksaan.

Sementara itu, modal yang diperbolehkan untuk hal ini yakni berupa barang modal yang dapat dihargai (umumnya berbentuk uang tunai).

Kemudian, harta tersebut harus dicampur dan menjadi harta perseroan, sehingga tidak dipermasalahkan lagi dari mana asal-usul modal tersebut.

Macam-Macam Syirkah

Ilustrasi Perjanjian Syirkah
Foto: Ilustrasi Perjanjian Syirkah (Unsplash.com)

Secara garis besar, syirkah dibedakan menjadi 2 macam, yaitu al-amlak dan al-aqd.

Berikut perbedaannya:

1. Syirkah Al-Amlak

Syirkah al-amlak merupakan jenis syirkah kepemilikan.

Artinya, orang-orang telah memiliki barang tersebut tanpa adanya perjanjian atau akad terlebih dahulu.

Salah satu contoh syirkah al-amlak adalah harta warisan.

Baca Juga: 5+ Tips Beli Rumah Lelang Bank Serta Untung dan Ruginya, Yuk Simak!

2. Syirkah Al-Aqd

Syirkah al-aqd atau syirkah uqud merupakan jenis syirkah yang terjadi karena adanya perjanjian terlebih dahulu.

Para pihak melakukan perjanjian atas suatu modal atau harta yang akan digunakan untuk tujuan tertentu dan memperoleh keuntungan darinya.

Nah, syirkah ini terbagi ke dalam 5 syirkah lainnya, yaitu:

  • Al-‘inan, yakni dilakukan melalui akad atas harta tersebut, lalu keuntungannya dibagi secara proporsional.
  • Al-mufawadah, yakni berupa keahlian untuk bernegosiasi atau mengurus pekerjaan tertentu.
  • Abdan, yakni kerja sama untuk membuat karya, lalu upahnya dibagi sesuai kesepakatan.
  • Al-wujuh, wujudnya berupa tanggung jawab, bukan modal uang atau keahlian.
  • Al-mudharabah, yakni kerja sama usaha dimana pihak pertama sebagai penyedia modal, sedangkan pihak kedua sebagai pengelola.

Baca Juga: Hukum dan Bahaya Ujub dalam Islam, Waspada!

Nah, itu dia informasi lengkap seputar syirkah dalam syariat Islam. Semoga bermanfaat, ya!

  • https://putusan3.mahkamahagung.go.id/peraturan/detail/11eb4016047a1128b9dc313031343437
  • https://ejournal.stebisigm.ac.id/index.php/isbank/article/view/32
  • http://repository.radenintan.ac.id/1588/3/BAB_II.pdf

Konten di bawah ini disajikan oleh advertiser.
Tim Redaksi Orami tidak terlibat dalam materi konten ini.


FOLLOW US

facebook
twitter
instagram
spotify
tiktok

Orami Articles — Artikel Seputar Parenting, Kesehatan,
Gaya Hidup dan Hiburan

Copyright © 2024 Orami. All rights reserved.

rbb