Mengenal Hipoksia, Ketika Kadar Oksigen dalam Tubuh Berada di Bawah Batas Normal
Moms, pernah mendengar kondisi bernama hipoksia? Happy hypoxia pernah menjadi sorotan karena menjadi salah satu gejala dari COVID-19.
Maka, ada baiknya Moms memahami lebih jelas tentang kondisi hipoksia, serta penyebab dan gejala yang ditimbulkan.
Secara sederhana, hipoksia adalah rendahnya kadar oksigen dalam jaringan tubuh. Kondisi ini terjadi akibat dari rendahnya kadar oksigen di udara.
Tentunya, kondisi ini bisa berakibat fatal, karena tubuh memerlukan oksigen.
Menurut Journal of Anesthesia & Analgesia, kekurangan oksigen dalam waktu lama dapat menyebabkan asidosis, peradangan, kegagalan energi, stres sel, hingga kematian sel.
Baca Juga: Serba-serbi Oximeter, Penting untuk Diketahui!
Jenis Hipoksia
Foto: Orami Photo Stock
Ada beberapa jenis hipoksia yang dibedakan dalam pengobatannya, yaitu:
- Hipoksemik hipoksia, yaitu ketika tekanan oksigen dalam darah mengalir ke jaringan terlalu rendah untuk memenuhi hemoglobin.
- Hipoksia anemik, yaitu ketika jumlah hemoglobin terlalu rendah, sehingga kapasitas darah untuk membawa oksigen juga terlalu rendah.
- Hipoksia stagnan, yaitu ketika kondisi darah normal, namun aliran darah ke jaringan berkurang atau tidak terdistribusi secara merata.
- Hipoksia histotoksik, yaitu ketika sel-sel jaringan diracuni dan tidak dapat menggunakan oksigen dengan benar.
- Hipoksia metabolik, yaitu kondisi yang terjadi karena lebih banyak oksigen yang dibutuhkan oleh jaringan tubuh daripada biasanya.
Perlu dipahami bahwa penyakit pada darah, jantung, dan paru-paru dapat menyebabkan beberapa jenis hipoksia sekaligus.
Sementara itu, jenis hipoksia juga dapat dibedakan dilihat dari mekanismenya, yaitu:
- Hipoksia yang terjadi karena penurunan jumlah oksigen yang terjadi secara mendadak. Kondisi ini dapat dialami oleh pilot, pendaki gunung, atau orang yang tinggal di dataran tinggi.
- Hipoksia karena gagal jantung dan paru, ketika paru-paru tidak dapat secara efisien mentransfer oksigen dari alveoli ke darah.
Baca Juga: Mengenal Oximeter, Alat Pengukur Saturasi Oksigen, Penting untuk Pasien COVID-19!
Penyebab Hipoksia
Foto: Orami Photo Stock
Penyebab utama terjadinya hipoksia adalah berkurang atau tidak adanya suplai darah ke otak, tidak adanya suplai oksigen, dan kurangnya kadar oksigen dalam darah.
Namun, kondisi yang menyebabkan terjadinya hipoksia tidak dapat dilihat dari satu kondisi saja.
Ada berbagai kondisi atau faktor risiko yang menjadi penyebab hipoksia, seperti dilansir dari Medicinet:
- Keracunan bahan kimia atau gas, misalnya seperti keracunan sianida atau karbon monoksida.
- Berkurang atau tidak adanya konsentrasi oksigen. Kondisi ini dapat terjadi saat berada di tempat ketinggian tanpa bantuan oksigen, tenggelam, atau kebakaran.
- Terjadi masalah pada paru-paru, seperti penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), empisema, bronkitis, edema paru, kanker paru, sleep apnea, radang paru, pneumotoraks, asma, atau COVID-19.
- Kerusakan paru-paru akibat trauma tertentu.
- Konsumsi obat yang dapat mengurangi atau menghentikan upaya bernapas.
- Masalah pada jantung, seperti bradikardia atau fibrilasi ventrikel.
- Anemia, atau kondisi lainnya yang merusak sel darah merah. Kondisi ini menyebabkan berkurangnya kadar oksigen dalam darah. Saat seseorang mengalami anemia, maka kadar hemoglobinnya akan rendah sehingga dapat mengalami hipoksia.
- Penyakit stroke iskemik juga dapat menyebabkan hipoksia. Kondisi ini terjadi ketika suplai darah rendah dan terhalangnya pembuluh darah utama yang menyuplai otak.
Hipoksia pada Penderita COVID-19
Seperti yang diungkapkan di atas, COVID-19 bisa menjadi penyebab terjadinya hipoksia. Kondisi ini dinamakan happy hypoxia atau silent hypoxia.
Happy hypoxia terjadi ketika tubuh memiliki saturasi oksigen di bawah 90%, namun orang tersebut masih dapat bernapas dengan normal.
Meski demikian, menurut Dr. Udit Chaddha, asisten profesor paru-paru di Icahn School of Medicine, Mount Sinai, New York menegaskan, silent atau happy hypoxia bukan saja terjadi karena COVID-19.
Nyatanya, infeksi paru-paru lainnya juga dapat menyebabkan kondisi ini. Berbicara tentang gejala COVID-19, memang yang paling terlihat adalah demam dan batuk.
Namun, mengapa kondisi happy hypoxia ini tidak terlihat secara kasat mata? Ternyata, ada penjelasannya untuk pertanyaan tersebut.
“Ketika terjadi hipoksia pada pasien yang mengalami COVID-19, fungsi paru-paru mungkin tetap akan berjalan dengan baik, namun mereka memiliki kadar oksigen yang rendah.
Paru-paru dapat bergerak dengan baik sehingga mereka mampu mengeluarkan karbon dioksida sehingga tidak mengalami sesak napas,” ungkap Dr. David Hill, dokter spesialis paru di Waterbury, Connecticut, dilansir dari laman TODAY.
Maka dari itu, penting sekali untuk penderita COVID-19 memeriksa saturasi oksigennya agar mengetahui apakah ia mengalami hipoksia atau tidak.
Baca Juga: Mengenal Teknik Proning untuk Membantu Pasien COVID-19 dengan Saturasi Oksigen Rendah
Gejala Hipoksia
Foto: Orami Photo Stock
Gejala hipoksia dapat berbeda-beda pada tiap orang. Namun, menurut WebMD, ada beberapa gejala umum yang bisa dirasakan.
- Perubahan warna kulit, mulai dari membiru hingga memerah keunguan.
- Napas berbunyi atau mengi.
- Merasa kebingungan.
- Batuk-batuk.
- Denyut jantung cepat.
- Napas cepat.
- Sesak napas.
- Tubuh berkeringat.
- Gelisah.
Sementara itu, gejala hipoksia pada anak bisa saja berbeda. Ini beberapa gejala hipoksia pada anak yang perlu untuk dipahami, yaitu:
- Anak terlihat lesu.
- Cepat marah dan sering merasa cemas.
- Merasa kurang perhatian.
- Anak-anak yang mengalami hambatan pada saluran pernapasan mungkin mengeluarkan air liur dan bernapas melalui mulut.
Baca Juga: Tenggorokan Berlendir dan Susah Bernapas, Apa Penyebab dan Cara Mengatasinya?
Cara Mendiagnosis Hipoksia
Foto: Orami Photo Stock
Untuk mendiagnosis hipoksia, dokter akan melakukan pemeriksaan fisik untuk mendengarkan jantung dan paru-paru.
Kelainan pada organ tersebut bisa menjadi tanda oksigen darah rendah.
Dokter mungkin juga akan memeriksa untuk melihat apakah kulit, bibir, atau kuku Moms terlihat kebiruan.
Selain itu, dokter mungkin akan menggunakan tes untuk memeriksa kadar oksigen, termasuk:
- Oksimetri Nadi: Sensor yang dipasang di atas jari untuk mengukur jumlah oksigen dalam darah. Oksimetri nadi tidak menimbulkan rasa sakit dan non-invasif. Banyak dokter menggunakannya secara rutin setiap kali pasien berkunjung.
- Tes Gas Darah Arteri: Jarum digunakan untuk mengambil sampel darah dari arteri untuk mengukur kadar oksigen dalam darah.
- Tes Pernapasan Lainnya: Ini mungkin melibatkan pernapasan ke dalam tabung yang terhubung ke komputer atau mesin lain.
Baca Juga: Ini Perbedaan Saturasi Oksigen Normal pada Anak, Dewasa, dan Lansia, Catat!
Cara Mengatasi Hipoksia
Foto: manometcurrent
Jika terjadi kondisi di atas, Moms harus waspada dan sebaiknya segera memeriksakan diri ke dokter.
Apabila anggota keluarga Moms tiba-tiba mengalami hipoksia, sebaiknya lakukan penanganan mandiri sambil menuju ke rumah sakit. Ada beberapa hal yang bisa segera dilakukan, yaitu:
- Memberikan bantuan tabung oksigen. Maka dari itu, selalu sediakan tabung oksigen berukuran kecil di rumah sehingga mudah untuk digunakan dan dibawa bepergian.
- Duduk dan condongkan tubuh ke depan untuk meningkatkan pernapasan diafragma.
- Jangan berkerumun di dekat seseorang yang sedang mengalami hipoksia. Bawa ke tempat terbuka agar lebih banyak mendapatkan oksigen.
- Longgarkan pakaian dengan tujuan memperlancar pernapasan. Pastikan tidak ada kerah baju atau ikat pinggang yang mengikat.
Perlu Moms pahami, semakin lama seseorang berada dalam kondisi hipoksia, maka akan lebih besar kemungkinan kerusakan organ yang dialami karena tidak mendapatkan suplai oksigen.
Keadaan ini dapat berakibat fatal jika menjadi parah dalam jangka pendek dan dapat memengaruhi jantung atau otak jika berlangsung dalam jangka waktu yang lama.
Jadi, jangan pernah sepelekan kondisi ini, ya.
Saat tiba di rumah sakit, dokter biasanya akan memberikan terapi oksigen melalui sumbat kecil di hidung atau melalui masker yang menutupi hidung dan mulut.
Bagi banyak orang, cara ini cukup untuk membuat kadar oksigen mencapai batas normal.
Tentu saja, pengobatan tersebut bertujuan untuk meningkatkan kadar oksigen dalam darah. Inhaler atau obat asma melalui mulut juga dapat membuat pernapasan lebih mudah.
Jika hal ini tidak membantu, dokter mungkin akan coba memberikan obat melalui pembuluh darah di lengan (infus).
Selain itu, dokter bisa saja memberikan obat steroid untuk mengecilkan peradangan di paru-paru atau antibiotik untuk mengobati infeksi yang mendasarinya.
Namun, ketika hidup pasien dalam bahaya dan perawatan di atas tidak berhasil, pasien mungkin memerlukan mesin sebagai alat bantu bernapas.
Menurut studi di Journal of Biomedical Science, biasanya, respon hipoksia tersebut akan berhenti ketika tingkat oksigen dipulihkan.
Baca Juga: Mengenal Terapi Oksigen, Manfaat, dan Risikonya Bagi Tubuh
Cara Mencegah Hipoksia
Foto: Orami Photo Stock
Hipoksia adalah kondisi yang dapat berakibat fatal apabila tidak segera ditangani. Namun, adakah cara efektif untuk mencegahnya?
Jika Moms atau anggota keluarga ada yang mengidap asma, maka hipoksia dapat dicegah dengan mengendalikan asma dan menghindari pemicu serangan asma.
Berikut ini beberapa cara yang bisa dilakukan, yaitu:
- Rutin minum obat untuk mencegah asma kambuh.
- Selalu siap sedia inhaler untuk menjadi penolong utama.
- Menerapkan pola makan yang sehat setiap harinya.
- Rutin beraktivitas dengan tetap memerhatikan kondisi tubuh.
- Ketahui pemicu asma dan lakukan pencegahan untuk menghindarinya. Dalam hal ini, Moms dapat berkonsultasi dengan dokter untuk menemukan informasi yang lebih tepat.
Nah, bagaimana dengan Moms yang tidak punya riwayat asma? Apakah ada cara untuk mencegah terjadinya hipoksia.
Dilansir dari laman Cleveland Clinic, tingkat oksigen yang rendah dalam darah bisa disebut juga hipoksemia.
Sedangkan kondisi saat memiliki kadar oksigen yang rendah di jaringan disebut hipoksia.
Kedua kondisi ini dapat dicegah dengan melakukan beberapa hal, seperti:
- Melakukan latihan pernapasan dalam.
- Rutin melakukan olahraga ringan, seperti jalan kaki atau yoga.
- Konsumsi pola makan dengan nutrisi yang seimbang setiap harinya.
- Minum air yang cukup.
- Hentikan kebiasaan merokok.
- Hindari asap rokok. Faktanya, perokok pasif juga dapat berisiko alami hipoksia karena asap rokok dapat menyebabkan kerusakan paru-paru.
Baca Juga: Apa Penyebab Sesak Napas dan Bagaimana Penanganannya?
Nah, itulah beberapa informasi penting yang bisa Moms pahami tentang hipoksia. Ingat selalu untuk menjaga kesehatan paru-paru dengan baik, ya!
- https://www.medicinenet.com/hypoxia_and_hypoxemia/article.htm
- https://journals.lww.com/anesthesia-analgesia/fulltext/2017/01000/effects_of_acute,_profound_hypoxia_on_healthy.20.aspx
- https://www.webmd.com/asthma/qa/what-are-the-most-common-symptoms-of-hypoxia
- https://www.today.com/health/happy-hypoxia-meaning-experts-discuss-coronavirus-symptom-signs-t181080
- https://jbiomedsci.biomedcentral.com/articles/10.1186/s12929-020-00658-7
- https://my.clevelandclinic.org/health/diseases/17727-hypoxemia
Konten di bawah ini disajikan oleh advertiser.
Tim Redaksi Orami tidak terlibat dalam materi konten ini.
Orami Articles — Artikel Seputar Parenting, Kesehatan,
Gaya Hidup dan Hiburan
Copyright © 2024 Orami. All rights reserved.