
Scroll untuk melanjutkan membaca
Mengenalkan nama dan kisah para pahlawan nasional pada Si Kecil sangatlah penting.
Dengan Moms mengenalkan nama dan kisah pahlawan pada Si Kecil, mereka dapat menghargai jasa-jasanya.
Memang sudah sepatutnya jika jasa-jasa para pahlawan dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia tidak kita lupakan.
Apalagi, banyak teladan yang bisa diambil dari mereka. Mulai dari semangat juang mempertahankan Tanah Air hingga sikap penuh keberanian dan kebijaksanaan.
Nah, berikut daftar nama pahlawan nasional yang bisa jadi pengetahuan sekaligus contoh untuk anak-anak Moms di rumah.
Baca Juga: 7 Inspirasi Baju Pahlawan Indonesia untuk Anak
Siapa sajakah yang termasuk dalam daftar pahlawan dan seperti apa kisahnya? Simak selengkapnya.
Foto: Soekarno (Id.wikipedia.org)
Soekarno merupakan pahlawan nasional yang berperan penting dalam memperjuangkan kemerdekaan Tanah Air.
Rasa cinta Soekarno pada Indonesia sangat tinggi. Meskipun berulang kali dipenjara dan diasingkan, namun ia tidak pernah menyerah untuk melawan Belanda.
Dari Soekarno pula, lahir gagasan konsep Pancasila sebagai dasar negara.
Ia juga merumuskan UUD 1945 dan dasar-dasar pemerintahan Indonesia termasuk naskah proklamasi Kemerdekaan.
Moms bisa mengajak Si Kecil untuk meniru nasionalisme dari Bung Karno agar mereka lebih mencintai tanah kelahirannya.
Baca Juga: Museum Perumusan Naskah Proklamasi, Saksi Sejarah Kemerdekaan Indonesia
Foto: Moh Hatta (Id.wikipedia.org)
Mendampingi Soekarno, Bung Hatta menjadi wakil presiden Indonesia pertama.
Ia dikenal sebagai sosok yang pendiam dan sederhana. Meskipun begitu, Bung Hatta memiliki wawasan yang sangat luas.
Hal ini tidak lepas dari kegemarannya membaca buku. Sejak berusia 17 tahun, Hatta telah mengoleksi berbagai buku bacaan.
Hatta merupakan pahlawan nasional Indonesia yang menggunakan buku sebagai referensi pemikirannya dalam memperjuangkan kemerdekaan.
Nah, Moms dapat meniru kebiasaan membaca buku ini pada Si Kecil agar ia memiliki pengetahuan yang luas seperti Bung Hatta!
Baca Juga: 8 Sosok Pahlawan Nasional Wanita Indonesia yang Harus Kita Tahu
Foto: Raden Ajeng Kartini (Id.wikipedia.org)
Raden Adjeng Kartini merupakan putri dari R.M Sosroningrat, Bupati Jepara. Sebagai keturunan bangsawan, Kartini mendapat hak untuk bersekolah.
Namun, sesuai dengan tradisi yang berlaku pada masa itu, ia hanya boleh bersekolah hingga usia 12 tahun. Setiap anak perempuan harus tinggal di rumah untuk menjalani masa pingitan.
Kartini tidak menyukai tradisi tersebut. Ia ingin melihat perempuan pribumi mendapat kebebasan dan kesetaraan. Termasuk hak untuk belajar dan menuntut ilmu.
Kartini pun berusaha untuk memajukan perempuan dengan mendirikan sekolah.
Gagasan-gagasan Kartini tentang emansipasi wanita yang tertuang dalam bukunya pun sangat berpengaruh hingga saat ini.
Ini juga yang membuatnya menjadi bagian dari jajaran pahlawan nasional Indonesia.
Baca Juga: Museum Perumusan Naskah Proklamasi, Saksi Sejarah Kemerdekaan Indonesia
Foto: Raden Dewi Sartika (Budaya.jogjaprov.go.id)
Dewi Sartika, pahlawan nasional Indonesia asal Bandung ini, juga berjuang untuk kesetaraan gender bagi wanita.
Ia juga merupakan salah satu tokoh pendidikan indonesia.
Tidak suka melihat perempuan mendapat perlakuan berbeda karena pendidikan mereka dianggap lebih rendah, Dewi Sartika mengajak kerabatnya untuk belajar keterampilan seperti memasak, menjahit, dan yang lainnya.
Selain itu, ia juga mengajari perempuan baca tulis Bahasa Melayu dan Belanda.
Pada 16 Januari 1904, Dewi Sartika mendirikan Sakola Istri, sekolah khusus perempuan yang pertama dan tertua di Indonesia.
Ingatkan perjuangan Dewi Sartika dan Kartini kepada Si Kecil, ya, Moms. Berkat mereka, anak perempuan memiliki kesempatan yang sama untuk menuntut ilmu.
Baca Juga: Sejarah Hari Sumpah Pemuda, Yuk Ajarkan pada Si Kecil!
Foto: Pangeran Diponegoro (Kebudayaan.kemdikbud.go.id)
Pangeran Diponegoro dianggap sebagai salah satu pahlawan nasional yang berjuang sebelum tahun 1908.
Ia merupakan salah satu pahlawan nasional yang berani menentang Belanda secara tegas dan terbuka.
Sikapnya ini mendapat simpati dan dukungan dari rakyat Indonesia.
Pangeran Diponegoro yang sudah muak dengan kelakuan Belanda tidak dapat menahan amarahnya ketika para penjajah itu memasang patok tanah di makam leluhurnya.
Akibat kejadian tersebut, meletuslah perang Diponegoro. Perang ini menjadi salah satu pertempuran terbesar yang dialami Belanda selama menjajah Indonesia.
Penduduk di bawah kepemimpinan Pangeran Diponegoro bersatu dalam semangat “sadumuk bathuk, sanyari bumi ditohi tekan pati”. Yang artinya, sejari kepala, sejengkal tanah dibela sampai mati.
Dari Pangeran Diponegoro, anak Moms bisa belajar tentang keberanian. Terutama untuk membela hak-hak yang dimiliki.
Baca Juga: Kedaulatan Rakyat: Pengertian, Teori dan Contoh Penerapannya dalam Hidup Bernegara
Foto: Cut Nyak Dien (Id.wikipedia.org)
Tokoh pahlawan nasional berikutnya, yakni Cut Nyak Dien. Ia merupakan pahlawan wanita dari Aceh Barat yang mendapat julukan Srikandi Indonesia.
Ayah dan suami Cut Nyak Dien merupakan pejuang kemerdekaan Indonesia.
Ia turut andil dalam melawan Belanda yang menyerang Tanah Rencong, Aceh dan membinasakan tempat ibadah.
Tak hanya karena merasa marah tanah kelahirannya diporak porandakan penjajah, Cut Nyak Dien juga sakit hati karena sang suami gugur dalam perang melawan Belanda.
Berselang 2 tahun usai kematian suaminya, ia menikah lagi dan melanjutkan perjuangan melawan penjajah.
Namun sayang, peristiwa tragis kembali terulang yang pada akhirnya mengharuskan Cut Nyak Dien berjuang sendirian.
Meski melawan Belanda yang memiliki senjata canggih, Cut Nyak Dien tak pantang menyerah meski usianya bertambah. Ia tak gentar menjadi pemimpin gerilya Aceh pada tahun 1873-1904.
Hingga suatu saat, ia mengalami kebutaan akibat rabun akut yang menyerangnya. Kondisi rentan tersebut membuat salah satu pasukannya mengkhianati Cut Nyak Dien.
Akhirnya, Srikandi Indonesia tersebut ditangkap Belanda dan diasingkan ke Sumedang.
Tekad dan perjuangannya sungguh luar biasa. Bisa dijadikan teladan yang baik bagi siapa saja, terutama para perempuan.
Baca Juga: 11+ Kota Tertua di Dunia dan Indonesia, Menakjubkan dan Bernilai Sejarah!
Foto: Cipto Mangunkusumo (Jv.wikipedia.org)
Cipto Mangunkusumo merupakan anak sulung dari Mangunkusumo, seorang priayi golongan rendah dalam struktur masyarakat Jawa.
Cipto sangat antifeodalisme, hal ini mulai terlihat saat dirinya menolak menjadi Pangreh Praja.
Pangreh Praja merupakan pegawai pemerintah pribumi yang membantu tugas-tugas pada masa pemerintahan kolonial.
Ia justru meminta izin kepada bapak dan ibunya untuk melanjutkan pendidikan di STOVIA.
Ini merupakan sebuah sekolah dokter untuk kaum bumiputera, dengan harapan bahwa dia akan bisa lebih dekat untuk membantu masyarakat lemah yang tertindas karena pemerintah kolonial.
Usai lulus dari STOVIA, Cipto wajib menjalani masa dinas pemerintah. Dari Glodok, lalu Amuntai, kemudian pindah lagi ke Banjarmasin, dan terakhir di Demak.
Ia selalu dipindahtugaskan karena pernah menyindir pemerintah kolonial sehingga sangat dibenci orang-orang Belanda yang ada di sekitarnya.
Cipto juga aktif menyuarakan pendapatnya terhadap Belanda dengan menulis artikel di koran de Locomotief, sebuah koran bernuansa liberal yang bercorak etis yang terbit di Semarang.
Setelah merampungkan dinasnya, Cipto membuka praktik dokter partikelir di Solo.
Baca Juga: Nasionalisme: Pengertian, Tujuan, Prinsip dan Contoh Sikapnya dalam Kehidupan Sehari-hari
Di sana, tulis situs Museum Kebangkitan Nasional, dia dikenal sebagai “Dokter Rakyat."
Karena ia mau masuk ke kampung-kampung dengan bersepeda untuk mengobati rakyat kecil dan tidak meminta bayaran.
Ia sempat tergabung dalam organisasi Budi Utomo meski akhirnya keluar. Namun di samping menjadi dokter, Cipto tetap terjun ke dunia politik.
Bersama E. F. E. Douwes Dekker dan Suwardi Suryaningrat, Cipto mendirikan Indische Partij (IP) yang merupakan organisasi pertama yang dengan lantang menyuarakan kiprahnya di dunia politik.
Lagi-lagi, perjuangannya terhambat karena pemerintah kolonial tak menyetujui pendaftaran status hukum Indische Partij (IP).
Meski demikian, Cipto tak pantang menyerah.
Para pejuang kemerdekaan Indonesia yang sebagian besar merupakan mantan anggota Indische Partij mendirikan komite penyaing dengan arti nama yang sama.
Namun, dengan tujuan yang berbeda yaitu, Inlandsche Comite tot Herdenking van Nederlands Honderjarige Vrijheid (Komite Bumiputera untuk Peringatan Seratus Tahun Kemerdekaan Belanda) atau yang lebih dikenal dengan Komite Bumiputera.
Komite ini menulis artikel di koran berkali-kali yang dianggap berbahaya oleh pemerintah kolonial. Hingga suatu ketika, ia dan teman-temannya dibuang ke Belanda.
Meski jauh dari Tanah Air, mereka tetap menyebarkan ide-ide kebangsaan dan kemerdekaan pada mahasiswa Indonesia yang belajar di Negeri Belanda.
Namun, saat kembali ke Indonesia, perjuangannya terhenti karena Cipto tertangkap atas tuduhan ikut serta dalam pemberontakan komunis di Jawa.
Akhirnya ia kembali diasingkan ke Belanda. Dari kisah Cipto tersebut, Moms bisa mengajarkan pada anak-anak tentang perjuangan dalam melawan diskriminasi.
Selain perang, kita juga bisa menggunakan kecerdasan dalam melawan ketidakadilan.
Foto: K.H. Fakhruddin (Id.wikipedia.org)
Nama K.H Fakhruddin sangat berjasa dalam pergerakan nasional. K.H Fakhruddin berjuang melalui organisasi, seperti Budi Utomo, Sarekat Islam (SI) dan Muhammadiyah.
Sebagai sosok ulama yang disegani dalam organisasi Muhammadiyah, K.H Fakhruddin banyak berperan dalam membina generasi muda sebagai pemimpin di masa depan.
Mengutip Tokoh Indonesia, berbagai bidang kegiatan organisasi pernah ditangani K.H Fakhruddin di samping kehebatannya sebagai juru dakwah yang selalu menekankan persatuan umat.
Berkat kecerdasan dan pengetahuan agamanya yang luar biasa membuat K.H Fakhruddin pernah diutus ke Makkah untuk meneliti nasib para jemaah haji asal Indonesia.
Pada saat itu, jemaah haji dari Indonesia sering mendapat perlakuan yang kurang baik dari pejabat-pejabat Makkah.
Tapi dengan usahanya, berbagai hal yang kurang baik itu dapat diatasi dan sekembalinya ke Indonesia, ia memprakarsai pendirian Badan Penolong Haji.
Selain itu, K.H Fakhruddin pernah ke Kairo sebagai wakil umat Islam Indonesia untuk menghadiri Konferensi Islam.
Namun karena kesibukannya dalam memperjuangkan Indonesia melalui Muhammadiyah, membuat K.H Fakhrudin tidak memperhatikan kondisi kesehatannya dan akhirnya meninggal dunia di Yogyakarta pada 28 Februari 1929.
Kisahnya dapat dijadikan teladan bagi para pemuda bahwa perjuangan tidak hanya datang dari kekuatan fisik dan kecerdasan saja, tetapi juga pengetahuan dalam beragama.
Baca Juga: 8 Tarian Khas Yogyakarta Beserta Filosofinya, Penting untuk Edukasi Si Kecil!
Foto: Jenderal Soedirman (Id.wikipedia.org)
Jenderal Soedirman lahir pada 24 Januari 1916 di Desa Bodaskarangjati, Purbalingga, Jawa Tengah.
Jenderal Soedirman dikenal sebagai salah satu pahlawan nasional yang bergabung dengan pasukan Pembela Tanah Air (PETA).
Kemudian pada tahun 1945, Soedirman dilantik menjadi Jenderal. Hingga akhirnya beliau dikenal dengan nama Jenderal Soedirman.
Salah satu kisah perjuangan Jenderal Soedirman yang dikenal adalah keikutsertaannya pada perang gerilya yang terjadi pada Desember 1948 - Juli 1949.
Perang Gerilya merupakan perang yang dilakukan secara sembunyi yang bertujuan untuk menyerang secara tiba-tiba.
Dilakukannya Gerilya bertujuan untuk memecah konsentrasi pasukan Belanda. Hingga akhirnya Jenderal Soedriman berhasil melakukan penyerangan terhadap pos-pos Belanda.
Setelah setahun berjuang dalam Perang Gerilya, Jenderal Soedirman tutup usia pada 29 Januari 1950 dikarenakan penyakit TBC yang diidapnya.
Panglima tentara Indonesia ini menjadi salah satu pahlawan nasional yang namanya begitu populer di kalangan anak-anak yaitu Jenderal Soedirman.
Tak hanya itu, selain ada patung Jenderal Soedirman di Jakarta, namanya juga menjadi nama jalan di beberapa kota di Indonesia.
Beliau begitu berjasa terutama dalam masa revolusi terutama dengan taktik perang gerilyanya.
Baca Juga: Yuk Moms, Kenali Proses Rantai Makanan untuk Edukasi Anak!
Foto: Pattimura (Instagram.com/evan.historian)
Kapiten Pattimura atau Thomas Matulessy merupakan seorang pahlawan nasional asal Maluku.
Sebelum melakukan perlawanan terhadap VOC, Pattimura pernah berkarier dalam militer sebagai mantan sersan Militer Inggris.
Tak hanya itu, ia juga pernah bertempur melawan angkatan perang Belanda di darat yang dibantu oleh para penglimanya
Kapiten Pattimura adalah seorang pahlawan nasional Indonesia yang berasal dari Maluku. Ia lahir di Haria, Saparua, Maluku Tengah pada 8 Juni 1783.
Nama Kapiten Pattimura dikenal sebagai pahlawan Indonesia setelah perjuangannya memimpin perlawan rakyat Maluku melawan Belanda.
Setelah melakukan perlawanan terhadap Belanda selama puluhan tahun, akhirnya di tahun 1817 tepatnya di tanggal 11 November, Letnan Pietersen berhasil menyergap Pattimura dan Philips Latumahina.
Hingga akhirnya di tahun 1817 Kapiten Pattimura gugur dalam perlawanannya.
Dalam upaya mengenang jasanya, Kapiten Pattimura ditetapkan menjadi pahlawan bagi Maluku.
Kemudian, Kapiten Pattimura juga dikukuhkan sebagai pahlawan perjuangan kemerdekaan oleh pemerintah Republik Indonesia.
Baca Juga: Mengenal 5 Tokoh Pewayangan untuk Edukasi Anak
Foto: Tuanku Imam Bonjol (Id.wikipedia.org)
Tuanku Imam Bonjol, adalah seorang ulama, pemimpin dan pejuang yang berasa dari Sumatera Barat.
Tuanku Imam Bonjol memiliki nama asli Muhammad Syahab, dan lahir di Bonjol pada 1 Januari 1772.
Nama Tuanku Imam Bonjol dikenal berjasa selama berperang melawan Belanda dalam peperangan yang dikenal dengan nama Perang Padri.
Perang Padri terjadi selama sekitar 35 tahun mulai dari tahun 1803–1838 yang melibatkan peperangan di tanah Sumatera Barat, terutama di daerah Kerajaan Pagaruyung.
Mulanya, Perang Padri terjadi akibat adanya perbedaan pendapat yang melibatkan masalah agama antara sesama suku Minang dan Mandailing.
Setelah 18 tahun berjalan perang ini berubah menjadi peperangan melawan penjajah yang pada akhirnya Perang Padri dimenangkan oleh Belanda.
Hingga akhirnya kolonial Belanda berhasil menguasai benteng dan wilayah kaum Padri di tahun 1837 yang membuat Tuanku Imam Bonjol menyerah pada Belanda.
Tuanku Imam Bonjol akhirnya ditangkap oleh Belanda dan dibuang ke Cianjur, Jawa Barat.
Tuanku Imam Bonjol pernah diasingkan Ambon, sampai ke Lotta, Minahasa, dekat Manado hingga wafat lalu dimakamkan di Minahasa.
Baca Juga: 6 Cara Belajar agar Cepat Paham dan Ingat, Coba Yuk!
Foto: Jenderal TNI (Anumerta) Ahmad Yani (Instagram.com/_uceeeng)
Jenderal Ahmad Yani merupakan Menteri dan Panglima Angkatan Darat (KSAD), serta menjadi salah satu Pahlawan Revolusi yang gugur menjadi korban dalam tragedi Gerakan 30 September.
Ia meninggal karena luka tembakan oleh para penculik, saat berada di rumahnya.
Tubuhnya dibawa ke Lubang Buaya di pinggiran Jakarta dan bersama-sama dengan orang-orang dari jenderal yang dibunuh lainnya, disembunyikan di sebuah sumur bekas.
Jasad Ahmad Yani, dan orang-orang korban lainnya, diangkat pada tanggal 4 Oktober, dan semua diberi pemakaman kenegaraan pada hari berikutnya, sebelum dimakamkan di Taman Makam Pahlawan di Kalibata.
Pada hari yang sama, Ahmad Yani dan rekan-rekannya resmi dinyatakan Pahlawan Revolusi.
Hal tersebut ditentukan dalam Keputusan Presiden Nomor 111/KOTI/1965 dan pangkatnya dinaikkan secara anumerta dari Letnan Jenderal untuk bintang ke-4 umum.
Foto: Bung Tomo (Id.wikipedia.org)
Setiap 10 November, Indonesia merayakan Hari Pahlawan.
Tanggal tersebut ditetapkan untuk memperingati perjuangan pemuda Surabaya melawan pasukan Inggris dan Belanda yang ingin merebut kembali Indonesia pasca kemerdekaan.
Pada perang tersebut, sosok Bung Tomo tampil sebagai orator ulung.
Suara dan pidatonya membakar semangat rakyat untuk bertempur melawan para penjajah. Si kecil bisa mempelajari semangat berjuang dan kepemimpinan dari Bung Tomo.
Foto: Nyi Ageng Serang (Budaya.jogjaprov.go.id)
Pahlawan nasional perempuan bernama lengkap Raden Ajeng Kustiah Retno Edi ini merupakan ahli strategi sekaligus panglima perang asal Serang.
Sejak kecil, Nyi Ageng Serang memiliki keinginan untuk mengusir Belanda dari Indonesia. Bahkan, usia tidak menghalangi Nyi Ageng Serang untuk mencapai keinginannya ini.
Di usia ke 73, Nyi Ageng Serang masih bertempur dengan berapi-api. Ia memimpin langsung pasukannya pada perang gerilya di desa Beku, Kulon Progo.
Foto: Martha Christina Tiahahu (Id.wikipedia.org)
Martha Cristina Tiahahu merupakan salah satu pahlawan nasional wanita asal Maluku. Sejak berusia 17 tahun, Martha sudah berani melawan penjajahan.
Ayahnya sering mengikutsertakan Martha dalam rapat pembentukan kubu pertahanan. Di setiap perang, Martha berperan sebagai pemimpin pejuang wanita Maluku.
Keberanian dan perjuangannya melawan penjajah bisa menjadi teladan bagi Si Kecil.
Foto: Ki Hadjar Dewantara (Salam.ui.ac.id)
Ki Hadjar Dewantara dikenal sebagai pelopor pendidikan Indonesia. Pada 1919, ia bergabung menjadi guru di sekolah yang didirikan saudaranya.
Pengalaman mengajar tersebut dijadikan Ki Hadjar Dewantara sebagai pedoman untuk mendirikan sekolahnya sendiri (Taman Siswa).
Ajarannya yang berbunyi “Ing ngarsa sung tulada, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani” yang berarti “Di depan memberi contoh, di tengah memberi semangat, di belakang memberi dorongan”, masih menjadi acuan para guru di Indonesia saat mendidik muridnya.
Untuk mengenang jasanya, hari lahir Ki Hadjar Dewantara yang jatuh pada tanggal 2 Mei, diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional.
Semangat Ki Hadjar Dewantara di bidang pendidikan wajib ditularkan pada anak, nih, Moms!
Itu dia nama beserta kisah singkat dari para pahlawan Indonesia yang bisa Moms jadikan teladan untuk Si Kecil.
Yuk mulai kenalkan Si Kecil nama-nama pahlawan nasional Indonesia agar mereka dapat mengenang jasa para pahlawan.
Copyright © 2023 Orami. All rights reserved.