36 Nama Pahlawan Nasional Indonesia, Kenalkan pada Anak!
Mengenalkan nama dan kisah para pahlawan nasional pada Si Kecil sangatlah penting.
Dengan Moms mengenalkan nama dan kisah pahlawan pada Si Kecil, mereka dapat menghargai jasa-jasanya.
Apalagi, banyak teladan yang bisa diambil dari pahlawan tersebut.
Mulai dari semangat juang mempertahankan Tanah Air hingga sikap penuh keberanian dan kebijaksanaan.
Nah, berikut daftar nama pahlawan nasional yang bisa jadi pengetahuan sekaligus contoh untuk anak-anak Moms di rumah.
Daftar Nama Pahlawan Nasional
Siapa sajakah yang termasuk dalam daftar pahlawan dan seperti apa kisahnya? Simak selengkapnya.
1. Soekarno
Sosok Soekarno merupakan pahlawan nasional yang berperan penting dalam memperjuangkan kemerdekaan Tanah Air.
Rasa cinta Soekarno pada Indonesia sangat tinggi.
Meskipun berulang kali dipenjara dan diasingkan, namun ia tidak pernah menyerah untuk melawan Belanda.
Dari Soekarno pula, lahir gagasan konsep Pancasila sebagai dasar negara.
Ia juga merumuskan UUD 1945 dan dasar-dasar pemerintahan Indonesia termasuk naskah proklamasi Kemerdekaan.
Moms bisa mengajak Si Kecil untuk meniru nasionalisme dari Bung Karno agar mereka lebih mencintai tanah kelahirannya.
2. Mohammad Hatta
Mendampingi Soekarno, Bung Hatta menjadi wakil presiden Indonesia pertama.
Ia dikenal sebagai sosok yang pendiam dan sederhana.
Meskipun begitu, Bung Hatta memiliki wawasan yang sangat luas. Hal ini tidak lepas dari kegemarannya membaca buku.
Sejak berusia 17 tahun, Hatta telah mengoleksi berbagai buku bacaan.
Hatta merupakan pahlawan nasional Indonesia yang menggunakan buku sebagai referensi pemikirannya dalam memperjuangkan kemerdekaan.
Nah, Moms dapat meniru kebiasaan membaca buku ini pada Si Kecil agar ia memiliki pengetahuan yang luas seperti Bung Hatta!
Baca Juga: Sejarah Perang Aceh: Penyebab, Tokoh, Kronologinya
3. R.A Kartini
Raden Adjeng Kartini merupakan putri dari R.M Sosroningrat, Bupati Jepara.
Sebagai keturunan bangsawan, Kartini mendapat hak untuk bersekolah.
Namun, sesuai dengan tradisi yang berlaku pada masa itu, ia hanya boleh bersekolah hingga usia 12 tahun.
Setiap anak perempuan harus tinggal di rumah untuk menjalani masa pingitan.
Kartini tidak menyukai tradisi tersebut. Ia ingin melihat perempuan pribumi mendapat kebebasan dan kesetaraan.
Termasuk hak untuk belajar dan menuntut ilmu.
Kartini pun berusaha untuk memajukan perempuan dengan mendirikan sekolah.
Gagasan-gagasan Kartini tentang emansipasi wanita yang tertuang dalam bukunya pun sangat berpengaruh hingga saat ini.
Ini juga yang membuatnya menjadi bagian dari jajaran pahlawan nasional Indonesia.
4. Raden Dewi Sartika
Dewi Sartika, pahlawan nasional Indonesia asal Bandung ini, juga berjuang untuk kesetaraan gender bagi wanita.
Ia juga merupakan salah satu tokoh pendidikan indonesia.
Tidak suka melihat perempuan mendapat perlakuan berbeda karena pendidikan mereka dianggap lebih rendah, Dewi Sartika mengajak kerabatnya untuk belajar keterampilan seperti memasak, menjahit, dan yang lainnya.
Selain itu, ia juga mengajari perempuan baca tulis Bahasa Melayu dan Belanda.
Pada 16 Januari 1904, Dewi Sartika mendirikan Sakola Istri, sekolah khusus perempuan yang pertama dan tertua di Indonesia.
Ingatkan perjuangan Dewi Sartika dan Kartini kepada Si Kecil, ya, Moms.
Berkat mereka, anak perempuan memiliki kesempatan yang sama untuk menuntut ilmu.
5. Pangeran Diponegoro
Pangeran Diponegoro dianggap sebagai salah satu pahlawan nasional yang berjuang sebelum tahun 1908.
Ia merupakan salah satu pahlawan nasional yang berani menentang Belanda secara tegas dan terbuka.
Sikapnya ini mendapat simpati dan dukungan dari rakyat Indonesia.
Pangeran Diponegoro yang sudah muak dengan kelakuan Belanda, tidak dapat menahan amarahnya ketika para penjajah itu memasang patok tanah di makam leluhurnya.
Akibat kejadian tersebut, meletuslah perang Diponegoro.
Perang ini menjadi salah satu pertempuran terbesar yang dialami Belanda selama menjajah Indonesia.
Penduduk di bawah kepemimpinan Pangeran Diponegoro bersatu dalam semangat “sadumuk bathuk, sanyari bumi ditohi tekan pati”.
Yang artinya, sejari kepala, sejengkal tanah dibela sampai mati.
Dari Pangeran Diponegoro, anak Moms bisa belajar tentang keberanian.
Terutama untuk membela hak-hak yang dimiliki.
6. Cut Nyak Dien
Tokoh pahlawan nasional berikutnya, yakni Cut Nyak Dien.
Ia merupakan pahlawan wanita dari Aceh Barat yang mendapat julukan Srikandi Indonesia.
Ayah dan suami Cut Nyak Dien merupakan pejuang kemerdekaan Indonesia.
Ia turut andil dalam melawan Belanda yang menyerang Tanah Rencong, Aceh dan membinasakan tempat ibadah.
Tak hanya karena merasa marah tanah kelahirannya diporak porandakan penjajah, Cut Nyak Dien juga sakit hati karena sang suami gugur dalam perang melawan Belanda.
Berselang 2 tahun usai kematian suaminya, ia menikah lagi dan melanjutkan perjuangan melawan penjajah.
Namun sayang, peristiwa tragis kembali terulang yang pada akhirnya mengharuskan Cut Nyak Dien berjuang sendirian.
Meski melawan Belanda yang memiliki senjata canggih, Cut Nyak Dien tak pantang menyerah meski usianya bertambah.
Ia tak gentar menjadi pemimpin gerilya Aceh pada tahun 1873-1904.
Hingga suatu saat, ia mengalami kebutaan akibat rabun akut yang menyerangnya. Kondisi rentan tersebut membuat salah satu pasukannya mengkhianati Cut Nyak Dien.
Akhirnya, Srikandi Indonesia tersebut ditangkap Belanda dan diasingkan ke Sumedang.
Tekad dan perjuangannya sungguh luar biasa. Bisa dijadikan teladan yang baik bagi siapa saja, terutama para perempuan.
7. Cipto Mangunkusumo
Cipto Mangunkusumo merupakan anak sulung dari Mangunkusumo, seorang priayi golongan rendah dalam struktur masyarakat Jawa.
Cipto sangat antifeodalisme, hal ini mulai terlihat saat dirinya menolak menjadi Pangreh Praja.
Pangreh Praja merupakan pegawai pemerintah pribumi yang membantu tugas-tugas pada masa pemerintahan kolonial.
Ia justru meminta izin kepada bapak dan ibunya untuk melanjutkan pendidikan di STOVIA.
Ini merupakan sebuah sekolah dokter untuk kaum bumiputera, dengan harapan bahwa ia akan bisa lebih dekat untuk membantu masyarakat lemah yang tertindas karena pemerintah kolonial.
Usai lulus dari STOVIA, Cipto wajib menjalani masa dinas pemerintah. Dari Glodok, lalu Amuntai, kemudian pindah lagi ke Banjarmasin, dan terakhir di Demak.
Ia selalu dipindahtugaskan karena pernah menyindir pemerintah kolonial sehingga sangat dibenci orang-orang Belanda yang ada di sekitarnya.
Cipto juga aktif menyuarakan pendapatnya terhadap Belanda dengan menulis artikel di koran de Locomotief, sebuah koran bernuansa liberal yang bercorak etis yang terbit di Semarang.
Setelah merampungkan dinasnya, Cipto membuka praktik dokter partikelir di Solo.
Dirinya mau masuk ke kampung-kampung dengan bersepeda untuk mengobati rakyat kecil dan tidak meminta bayaran.
Ia sempat tergabung dalam organisasi Budi Utomo meski akhirnya keluar. Namun di samping menjadi dokter, Cipto tetap terjun ke dunia politik.
Bersama E. F. E. Douwes Dekker dan Suwardi Suryaningrat, Cipto mendirikan Indische Partij (IP) yang merupakan organisasi pertama yang dengan lantang menyuarakan kiprahnya di dunia politik.
Lagi-lagi, perjuangannya terhambat karena pemerintah kolonial tak menyetujui pendaftaran status hukum Indische Partij (IP).
Meski demikian, Cipto tak pantang menyerah.
Para pejuang kemerdekaan Indonesia yang sebagian besar merupakan mantan anggota Indische Partij mendirikan komite penyaing dengan arti nama yang sama.
Namun, dengan tujuan yang berbeda yaitu, Inlandsche Comite tot Herdenking van Nederlands Honderjarige Vrijheid (Komite Bumiputera untuk Peringatan Seratus Tahun Kemerdekaan Belanda) atau yang lebih dikenal dengan Komite Bumiputera.
Komite ini menulis artikel di koran berkali-kali yang dianggap berbahaya oleh pemerintah kolonial.
Hingga suatu ketika, ia dan teman-temannya dibuang ke Belanda.
Meski jauh dari Tanah Air, mereka tetap menyebarkan ide-ide kebangsaan dan kemerdekaan pada mahasiswa Indonesia yang belajar di Negeri Belanda.
Namun, saat kembali ke Indonesia, perjuangannya terhenti karena Cipto tertangkap atas tuduhan ikut serta dalam pemberontakan komunis di Jawa.
Akhirnya ia kembali diasingkan ke Belanda.
Dari kisah Cipto tersebut, Moms bisa mengajarkan pada anak-anak tentang perjuangan dalam melawan diskriminasi.
Selain perang, kita juga bisa menggunakan kecerdasan dalam melawan ketidakadilan.
Baca Juga: Nasionalisme: Definisi, Tujuan, Prinsip dan Contoh Sikapnya
8. K.H Fakhruddin
Nama K.H Fakhruddin sangat berjasa dalam pergerakan nasional.
K.H Fakhruddin berjuang melalui organisasi, seperti Budi Utomo, Sarekat Islam (SI) dan Muhammadiyah.
Sebagai sosok ulama yang disegani dalam organisasi Muhammadiyah, K.H Fakhruddin banyak berperan dalam membina generasi muda sebagai pemimpin di masa depan.
Mengutip Tokoh Indonesia, berbagai bidang kegiatan organisasi pernah ditangani K.H Fakhruddin di samping kehebatannya sebagai juru dakwah yang selalu menekankan persatuan umat.
Berkat kecerdasan dan pengetahuan agamanya yang luar biasa membuat K.H Fakhruddin pernah diutus ke Makkah untuk meneliti nasib para jemaah haji asal Indonesia.
Pada saat itu, jemaah haji dari Indonesia sering mendapat perlakuan yang kurang baik dari pejabat-pejabat Makkah.
Tapi dengan usahanya, berbagai hal yang kurang baik itu dapat diatasi dan sekembalinya ke Indonesia, ia memprakarsai pendirian Badan Penolong Haji.
Selain itu, K.H Fakhruddin pernah ke Kairo sebagai wakil umat Islam Indonesia untuk menghadiri Konferensi Islam.
Namun karena kesibukannya dalam memperjuangkan Indonesia melalui Muhammadiyah, membuat K.H Fakhrudin tidak memperhatikan kondisi kesehatannya dan akhirnya meninggal dunia di Yogyakarta pada 28 Februari 1929.
Kisahnya dapat dijadikan teladan bagi para pemuda bahwa perjuangan tidak hanya datang dari kekuatan fisik dan kecerdasan saja, tetapi juga pengetahuan dalam beragama.
Konten di bawah ini disajikan oleh advertiser.
Tim Redaksi Orami tidak terlibat dalam materi konten ini.
Orami Articles — Artikel Seputar Parenting, Kesehatan,
Gaya Hidup dan Hiburan
Copyright © 2024 Orami. All rights reserved.