05 November 2023

Talak: Pengertian, Jenis, Contoh Ucapan, dan Syarat Jatuhnya

Inilah beberapa hal terkait talak yang harus diketahui oleh suami ataupun istri
Talak: Pengertian, Jenis, Contoh Ucapan, dan Syarat Jatuhnya

Banyak alasan yang menjadi pertimbangan pasangan yang memutuskan untuk bercerai hingga terucap kata talak.

Namun, perceraian adalah hal terakhir yang dapat diambil oleh sepasang suami istri yang sedang mengalami masalah yang rumit.

Penelitian yang dilakukan Journal of Marriage and Family selama dekade terakhir melihat naiknya tingkat perceraian.

Sebenarnya, perceraian merupakan hal yang tidak diinginkan oleh semua pihak dan tidak disenangi oleh Allah SWT.

Meski begitu, dalam hal tertentu agama Islam memperbolehkan talak atau cerai.

Beberapa jenis talak harus diketahui bagi pasangan yang ingin berpisah.

Walapun begitu, mempertahankan hubungan baik selama pernikahan harus diperjuangkan oleh kedua belah pihak.

Baca Juga: Apa yang Harus Dilakukan Pasca Perceraian?

Pengertian Talak dalam Islam

Pengertian talak dalam Islam
Foto: Pengertian talak dalam Islam (Orami Photo Stock)

Dalam ketentuan hukum pernikahan Islam, talak artinya melepas ikatan pernikahan dengan ucapan talak atau perkataan lain yang bermaksud sama.

Dikutip Bincang Syariah, di dalam fikih sunah Sayyid Sabiq beliau memberikan definisi talak, yaitu melepaskan tali pernikahan (perkawinan) dan mengakhiri hubungan suami Istri.

Abu Zakaria Al-Ansari dalam kitabnya Fath Al-Wahhab menyatakan bahwa talak adalah melepas tali akad nikah dengan kalimat talak dan yang semacamnya.

Maksudnya ialah memutuskan ikatan pernikahan yang dulu diikat oleh akad ijab dan kabul sehingga status suami istri di antara keduanya menjadi hilang. Termasuk juga hilangnya hak dan kewajiban antara keduannya.

Dalil dibolehkannya talak adalah firman Allah SWT, yakni:

“Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma’ruf atau menceraikan dengan cara yang baik,” (Al-Baqarah: 229).

Dan juga dalam surat lain: “Hai Nabi, apabila kamu menceraikan istri-istrimu Maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) iddahnya (yang wajar),” (At-Thalaq: 1).

Dari Abdullah bin Umar RA, beliau pernah menalak istrinya dan istrinya dalam keadaan haid yang dilakukan di masa Nabi SAW.

Lalu Umar bin Al Khottob RA menanyakan masalah ini kepada Rasulullah SAW. Beliau bersabda:

“Hendaklah dia merujuk istrinya kembali, lalu menahannya hingga istrinya suci kemudian haid hingga dia suci kembali.

Bila dia (Ibnu Umar) mau menceraikannya, maka dia boleh menalaknya dalam keadaan suci sebelum dia menggaulinya.

Itulah iddah sebagaimana yang telah diperintahkan Allah SWT.”

Baca Juga: 7 Tips Mendukung Sahabat yang Mengalami Perceraian

Syarat Jatuhnya Talak

Melansir laman NU Online, layaknya sebuah akad, talak juga memiliki sejumlah syarat dan ketentuan, sehingga ia menjadi sah atau jatuh kendati tak disadari orang yang menjatuhkannya.

Para ulama fiqih melihat syarat dan ketentuan talak ini dari tiga aspek yaitu:

1. Pihak yang Menjatuhkan Talak adalah Suami Sah

Suami sah ini haruslah sah, balig, berakal sehat, dan menjatuhkan talak atas kemauannya sendiri.

2. Istri yang Ditalak Harus dalam Keadaan Suci

Ini artinya istri juga tidak dalam kondisi dicampuri. Ini termasuk artian talak yang diperbolehkan.

Sedangkan istri yang ditalak dalam keadaan haid atau dalam keadaan suci setelah dicampuri, dikenal dengan “talak bid‘ah” dalam arti talak yang diharamkan.

Talak ini berlaku bagi istri yang masih haid.

Sedangkan bagi istri yang tidak haid, seperti istri yang sedang hamil atau yang sudah menopause, ini tidak berlaku.

Salah satu hikmah talak dijatuhkan saat istri sedang suci adalah agar ia langsung menjalani masa iddah.

Sehingga masa iddahnya menjadi lebih singkat.

Berbeda halnya, jika talak dijatuhkan saat istri sedang haid, meskipun tetap sah, maka masa iddahnya menjadi lebih lama karena dihitung sejak dimulainya masa suci setelah haid.

Demikian pula jika istri ditalak dalam masa suci tetapi setelah dicampuri, maka kemungkinan untuk hamil akan terbuka.

Jika itu terjadi, maka masa mengandung hingga melahirkan akan menjadi masa iddahnya.

2. Kalimat Talak yang Dipergunakan

Ini bisa berupa ungkapan yang jelas (sharih), bisa juga berupa ungkapan sindiran (kinayah).

Maksud ungkapan jelas di sini, tidak ada makna lain selain makna talak.

Sehingga meskipun seseorang tidak memiliki niat untuk menjatuhkan talak dalam hati, jika yang dipergunakan adalah ungkapan sharih maka talaknya jatuh.

Contohnya, “Saya talak kamu,” atau “Saya ceraikan kamu,” atau “Saya lepaskan kamu.”

Berbeda halnya dengan ungkapan kinayah. Sebagaimana diketahui, ungkapan kinayah mungkin bermakna talak, mungkin pula bermakna lain.

Sehingga talaknya akan jatuh manakala ada niat talak dalam hati yang mengucapkanya. Artinya, jika tidak ada niat, maka talaknya tidak jatuh.

Contohnya, “Sekarang kamu bebas,” atau “Sekarang kamu lepas,” atau “Pergilah kamu ke keluargamu!”

Hanya saja, menurut Abu Hanifah, ungkapan kinayah yang cukup jelas, tetap tidak memerlukan niat.

Contohnya, “Engkau sekarang sudah jelas, bebas, lepas, dan haram (bagiku). Maka pergilah dan pulanglah ke keluargamu!”

Pendapat ini juga didukung oleh Imam Malik.

Sementara menurut Imam Ahmad, makna atau konteks keadaan dalam semua ungkapan kinayah menentukan status niat. (Lihat: al-Nawawi, Majmu‘ Syarh al-Muhadzab, Darul Fikr, Beirut, Jilid 17, hal. 104).

Sejalan dengan ungkapan kinayah adalah ungkapan sharih yang dilontarkan oleh seorang yang dipaksa.

Maka jatuh dan tidaknya talak kembali kepada niat dalam hatinya.

Jika bersamaan dengan ungkapan itu ada niat, maka jatulah talaknya. Begitu pula sebaliknya.

Talak juga jatuh dengan ungkapan ta‘liq, seperti ungkapan seorang suami kepada istrinya, “Jika engkau masuk lagi ke rumah laki-laki itu, maka engkau tertalak.”

Jika istrinya benar-benar masuk ke rumah tersebut, maka jatuhlah talaknya (lihat: Syekh Muhammad ibn Qasim, Fathul Qarib [Semarang: Pustaka al-‘Alawiyyah], tanpa tahun, hal. 48).

Kemudian talak juga jatuh dengan ungkapan senda gurau atau main-main selama disengaja mengucapkannya sekalipun tak disengaja maknanya (lihat: Sayyid Abu Bakar Muhammad Syatha ad-Dimyathi, I‘anah al-Thâlibîn, jilid 4, hal. 8).

Baca Juga: Sering Tidak Disadari, Inilah 4 Dampak Perceraian Pada Pendidikan Anak

Hukum Talak

Hukum Talak
Foto: Hukum Talak (Orami Photo Stock)

Terdapat perselisihan pendapat di antara para ulama saat menentukan kapan tepatnya hukum talak berlangsung.

1. Baru Jatuh Talak ketika Telah Mencapai Waktunya

Talaknya sah ketika diucapkan namun barulah jatuh ketika telah mencapai waktunya, menurut pendapat Abu ‘Ubaid, Ishaq, Imam Syafi’i, Imam Ahmad, Daud Az Zohiriy dan pengikutnya.

2. Talak Jatuh ketika Diucapkan

Ibnu Musayyib, salah satu pendapat Imam Abu Hanifah, Al Laits dan Imam Malik berpendapat, talak jatuh ketika diucapkan.

3. Tidak Jatuh ketika Diucapkan atau Mencapai Waktunya

Talaknya tidak jatuh baik ketika diucapkan atau ketika sudah mencapai waktunya. Pendapat terakhir ini dianut oleh Ibnu Hazm.

Alasannya, karena tidak ada dalil dari Alquran maupun hadis yang menunjukkan bahwa talak tersebut jatuh.

Begitu pula nikah dengan mengatakan bahwa kita akan nikah tahun depan, tidak bisa dianggap telah nikah, maka sama halnya dengan talak.


Pandangan Mengenai Bersumpah dengan Talak

Hukum talak dengan maksud sumpah, seperti ucapan "jika engkau keluar rumah, maka engkau ditalak" juga memiliki dua keadaan:

1. Dianggap Jatuh Talak

Maksud dari ucapan tersebut adalah jatuh talak secara hakiki jika syarat tersebut tercapai.

Menurut jumhur ulama, talak tersebut dianggap jatuh.

2. Tidak Dianggap Jatuh Talak

Maksud dari ucapan tersebut bukan maksud talak secara hakiki namun untuk ancaman supaya mengerjakan atau meninggalkan sesuatu.

Mengenai talak dengan maksud ini, ada dua pendapat di antara para ulama:

  • Talak jatuh ketika syaratnya tercapai. Inilah pendapat jumhur fuqoha dan ulama empat mazhab. Di antara alasannya karena muslim harus berpegang dengan syarat yang dia tetapkan.
  • Talak tersebut tidaklah jatuh. Pendapat ini menjadi pegangan ‘Ikrimah, Thowus, Ibnu Hazm, Ibnu Taimiyah dan Ibnul Qoyyim. Di antara alasannya adalah sabda Nabi SAW: “Barang siapa bersumpah untuk melakukan sesuatu, lalu dia melihat ada kebaikan pada yang lain, maka pilihlah yang baik tersebut dan batalkan sumpah tersebut dengan kafaroh.” (HR. Muslim no. 1650).

3. Tidak Jatuh Talak dan Hanya Dianggap Sebagai Ancaman

Tujuh orang sahabat -yaitu Ibnu ‘Umar, Ibnu ‘Abbas, Abu Hurairah, Aisyah, Abu Salmah, Hafshoh, Zainab, menganggap tidak jatuhnya sumpah dengan memerdekakan budak.

Demikian bisa diqiyaskan dengan talak dengan qiyas yang shahih.

Karena tidak ada dalil tegas dari Alquran maupun hadis, juga tidak ada ijma’ (konsensus para ulama), ditambah kesesuaian dengan maqoshid syari’at, maka pendapat yang terkuat dalam masalah ini adalah talak mu’allaq bersyarat (talak dengan maksud sumpah) tidaklah jatuh.

Talak ini adalah jika dengan maksud sebagai ancaman supaya mengerjakan atau meninggalkan sesuatu.

Namun jika maksudnya adalah talak secara hakiki, maka dianggap jatuh talak.

Mahkamah di Mesir berpendapat yang sama, mereka berkata, “Tidak jatuh talak bersyarat jika dimaksudkan sebagai ancaman (peringatan) untuk mengerjakan atau meninggalkan sesuatu, bukan yang lainnya.”

Baca Juga: Nyaman Atau Bosan dalam Pernikahan? Kenali Perbedaannya

Jenis Talak Berdasarkan Waktu

Jenis Talak Berdasarkan Waktunya
Foto: Jenis Talak Berdasarkan Waktunya (Orami Photo Stock)

Berdasarkan waktu jatuhnya, para ulama fiqih kontemprer Syekh Wahbah al-Zuhaili membaginya menjadi tiga jenis, dilansir NU Online.

“Dilihat dari kandungan shighat terhadap ta‘liq atas perkara yang akan datang, penyandaran kepada waktu di masa mendatang, serta ketiadaan kandungan ta‘liq-nya, talak terbagi pada munajjaz, mu‘allaq, dan mudhaf” (Syekh al-Zuhaili, al-Fiqh al-Islâmî wa Adillatuhu, [Darul Fikr: Damaskus] jilid 9, hal. 6966).

1. Talak Munajjaz atau Mu‘Ajjal

Jenis ini yang dijatuhkan pada saat shighat-nya diucapkan.

Misalnya, ucapan seorang suami kepada istrinya, “Engkau telah ditalak,” atau “Engkau telah tertalak.”

Ungkapan seperti itu berakibat jatuhnya talak pada saat itu pula selama suami yang mengucapkan termasuk orang yang dianggap sah menjatuhkan talak, dan istri yang ditalak termasuk orang yang sah dijatuhi talak.

2. Talak Mudhaf

Ini adalah jenis talak yang disandarkan tercapainya pada waktu yang akan datang.

Seperti ungkapan suami kepada istrinya, “Engkau tertalak pada esok hari, atau pada awal bulan Ramadan, atau pada awal tahun depan.”

Ungkapan, “Engkau tertalak pada awal bulan Ramadan,” misalnya.

Maka, terhitung sejak terbenamnya matahari pada hari terakhir di bulan Sya‘ban, talak suami kepada istrinya jatuh, bukan sejak dia mengucapkan.

Berbeda halnya jika talak itu disandarkan pada waktu yang telah lalu, seperti “Engkau tertalak kemarin,” maka talak tersebut menjadi talak munajjaz.

Artinya talak itu jatuh sejak diucapkan, karena mustahilnya menyandarkan sesuatu kepada waktu lampau, kecuali jika yang maksud perkataan itu adalah memberi tahu.

Begitu pula ungkapan suami, “Engkau tertalak sebelum mautku,” maka talaknya menjadi munajjaz.

Artinya, talak jatuh pada saat diucapkan karena sebelum kematian seluruhnya adalah waktu menjatuhkan talak.

3. Talak Mu‘allaq

Disebut juga talak bersyarat atau lebih dikenal dengan nama ‘talak ta‘liq’.

Ini adalah talak yang digantungkan terjadinya pada sesuatu di waktu yang akan datang. Biasanya menggunakan kata-kata jika, apabila, kapan pun, dan sejenisnya.

Contohnya ungkapan suami kepada istrinya, “Jika engkau masuk lagi rumah ini, maka engkau tertalak.”

Atau, “Jika engkau pergi ke rumah saudaramu, maka engkau tertalak.”

Atau, “Jika engkau keluar rumah tanpa seizinku, maka engkau tertalak.”

Atau, “Kapan pun engkau ngobrol lagi dengan si ini, maka jatuhlah talakku kepadamu.”

Baca Juga; Wisata ke Curug Luhur, Air Terjun di Bogor yang Sejuk!

Jenis-Jenis Talak Dilihat dari Sighat (Ucapan atau Lafaz) Talak

Jika ditinjau dari segi ini, talak dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu:

1. Talak Sharih (Talak Langsung)

Ini adalah talak yang diucapkan oleh suami kepada istrinya dengan lafaz atau ucapan yang jelas.

Meski diucapkan tanpa ada niat atau saksi, akan tetapi suami tetap dianggap menjatuhkan cerai. Hal ini telah ditegaskan dalam Al-Mausu’ah al-Fiqhiyah:

واتفقوا على أن الصريح يقع به الطلاق بغير نية

Artinya: “Para ulama sepakat bahwa talak dengan lafaz sharih (tegas) statusnya sah, tanpa melihat niat (pelaku).”

Contoh lafaznya:

  • Aku menceraikanmu
  • Engkau aku ceraikan
  • Engkau kutalak satu, dan lain sebagainya.

2. Talak Kinayah (Talak Tidak Langsung)

Ini adalah talak yang diucapkan oleh suami kepada istrinya dengan menggunakan kata-kata yang di dalamnya mengandung makna perceraian, meski tidak secara langsung.

Suami yang mengucap lafaz talak kinayah dan tidak ada niat untuk menceraikan istrinya, dianggap tidak jatuh talak.

Tetapi apabila suami mempunyai niat untuk menceraikan istrinya ketika mengucapkan kalimat tersebut, maka talak dianggap jatuh.

Contoh lafaznya:

  • “Pulanglah engkau pada orang tuamu karena aku tidak lagi menghendakimu,”
  • “Pergi saja engkau dari sini kemana pun engkau suka,”
  • “Tidak ada hubungan apa pun lagi di antara kita,” dan lain sebagainya.

Jenis Talak Cerai dari Pihak Suami

Jenis Talak
Foto: Jenis Talak (Orami Photo Stock)

Ini merupakan jenis perceraian yang paling umum terjadi, di mana suami menjatuhkan talak kepada istrinya.

Status perceraian terjadi tanpa harus menunggu keputusan dari pengadilan agama.

Dengan kata lain, keputusan dari Pengadilan Agama adalah sebagai formalitas kenegaraan.

Talak jenis ini dibedakan menjadi lima, yaitu:

1. Talak Raj’i

Yaitu proses perceraian saat suami mengucapkan talak satu atau dua kepada istrinya, tapi suami bisa rujuk dengan istrinya saat istri masih dalam masa iddah.

Saat masa iddah habis atau lewat, rujuk yang dilakukan oleh suami tidak dibenarkan kecuali harus dengan akad nikah yang baru.

Allah SWT berfirman:

الطَّلَاقُ مَرَّتَانِ ۖ فَإِمْسَاكٌ بِمَعْرُوفٍ أَوْ تَسْرِيحٌ بِإِحْسَانٍ ۗ وَلَا يَحِلُّ لَكُمْ أَنْ تَأْخُذُوا مِمَّا آتَيْتُمُوهُنَّ شَيْئًا إِلَّا أَنْ يَخَافَا أَلَّا يُقِيمَا حُدُودَ اللَّهِ ۖ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا يُقِيمَا حُدُودَ اللَّهِ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا فِيمَا افْتَدَتْ بِهِ ۗ تِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ فَلَا تَعْتَدُوهَا ۚ وَمَنْ يَتَعَدَّ حُدُودَ اللَّهِ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ

Artinya:

“Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma´ruf atau menceraikan dengan cara yang baik.

Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah.

Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh istri untuk menebus dirinya.

Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barang siapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka itulah orang-orang yang zalim,” (QS Al-Baqarah: 229).

2. Talak Bain

Ini adalah proses perceraian saat suami mengucapkan atau melafazkan talak tiga kepada istrinya.

Dalam kasus ini, suami tidak boleh rujuk dengan istrinya, kecuali istri telah menikah kembali dengan orang lain lalu istri diceraikan oleh suami barunya dan telah habis masa iddahnya.

Allah SWT berfirman:

إِنْ طَلَّقَهَا فَلَا تَحِلُّ لَهُ مِنْ بَعْدُ حَتَّىٰ تَنْكِحَ زَوْجًا غَيْرَهُ ۗ فَإِنْ طَلَّقَهَا فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا أَنْ يَتَرَاجَعَا إِنْ ظَنَّا أَنْ يُقِيمَا حُدُودَ اللَّهِ ۗ وَتِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ يُبَيِّنُهَا لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ

Artinya: “Kemudian jika si suami menalaknya (sesudah talak yang kedua), maka perempuan itu tidak lagi halal baginya hingga dia kawin dengan suami yang lain.

Kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami pertama dan istri) untuk kawin kembali jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah.

Itulah hukum-hukum Allah, diterangkan-Nya kepada kaum yang (mau) mengetahui,” (QS. Al- Baqarah: 230).

3. Talak Sunni

Ini adalah perceraian saat suami mengucapkan talak kepada istri yang belum disetubuhi ketika istri dalam keadaan suci dari haid.

4. Talak Bid’i

Yaitu perceraian saat suami menjatuhkan talak kepada istrinya yang masih dalam masa haid atau istri yang dalam keadaan suci dari haid akan tetapi sudah disetubuhi.

5. Talak Taklik

Yaitu perceraian yang terjadi akibat syarat atau sebab-sebab tertentu.

Jadi apabila suami melakukan sebab atau syarat-syarat tersebut, maka terjadilah perceraian.

Baca Juga: 12 Cara Menjaga Hubungan LDR Tetap Harmonis

Gugat Cerai oleh Istri

Ada cerai talak oleh suami, ada juga gugat cerai oleh istri.

Ini merupakan proses perceraian ketika pihak istri mengajukan permohonan gugat cerai atas suaminya kepada Pengadilan Agama, dan sebelum lembaga pemerintah tersebut memutuskan secara resmi, maka perceraian dianggap belum terjadi.

Meski dalam Islam, talak secara khusus merujuk pada hak suami untuk mengakhiri pernikahan, namun itu bukan berarti bahwa wanita tidak memiliki hak untuk mengakhiri pernikahan.

Meskipun wanita tidak diberi hak untuk talak, mereka memiliki mekanisme lain yang dapat mereka gunakan untuk mengakhiri pernikahan.

Ada dua istilah terkait gugat cerai yang dilakukan oleh istri atas suaminya, yakni:

1. Fasakh

Fasakh merupakan pengajuan perceraian yang dilakukan seorang istri atas suaminya tanpa adanya kompensasi yang diberikan oleh istri kepada sang suami.

Fasakh bisa dilakukan ketika :

  1. Suami telah dianggap tidak memberikan nafkah lagi baik nafkah lahir maupun batin kepada istrinya selama enam bulan berturut-turut.
  2. Apabila seorang suami meninggalkan istrinya selama empat tahun berturut-turut tanpa adanya kabar berita
  3. Suami dianggap tidak melunasi mas kawin atau mahar yang telah disebutkan di dalam akad nikah, baik sebagian maupun keseluruhan.
  4. Suami berlaku buruk kepada istrinya seperti menganiaya, menghina, maupun tindakan lainnya yang dapat mengancam keselamatan dan keamanan sang istri.

2. Khulu’

Khulu' merupakan proses perceraian atas permintaan dari pihak istri dan suami setuju dengan hal tersebut dengan syarat sang istri memberikan imbalan kepada sang suami.

Di dalam Alquran surat Al-Baqarah ayat 229 disebutkan bahwa:

“Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah.

Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami istri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh istri untuk menebus dirinya.”

Dampak dari gugatan cerai yang dilakukan istri tersebut adalah hilangnya hak suami untuk melakukan rujuk selama sang istri sedang dalam masa iddah atau yang disebut dengan talak ba’in sughra.

Dan apabila sang suami menghendaki untuk rujuk, maka ia harus melakukan proses melamar dan menikahi kembali wanita yang telah menjadi mantan istrinya tersebut.

Dan apabila wanita tersebut hendak menikah dengan pria lain, maka ia harus menunggu hingga masa iddahnya selesai.

Baca Juga: Cara Mengatasi Puting Lecet Supaya Bisa Tetap Menyusui

Cara Mengajukan Talak di Pengadilan

Tata cara prosedur untuk mengajukan talak di pengadilan bervariasi tergantung pada yurisdiksi hukum sebuah negara.

Namun, berikut langkah yang biasa dilakukan dalam pengajuan talak di Pengadilan Agama:

  1. Ajukan permohonan talak dalam bentuk tertulis maupun lisan untuk kemudian diserahkan ke Mahkamah Syariah di Pengadilan Agama. Jika belum membuat surat permohonan, sebaiknya meminta petunjuk Mahkamah Syariah untuk prosedur pembuatan surat permohonan talak.
  2. Surat permohonan talak masih dapat diubah selama tidak mengubah isi petitum dan posita.
  3. Isi surat permohonan yang diajukan terdiri dari nama, umur, agama, pekerjaan, dan alamat pemohon serta termohon.
  4. Permohonan mengenai nafkah istri, anak, nafkah anak, dan harta bersama dapat diajukan bersama dengan permohonan talak atau setelah ikrar talak diucapkan.
  5. Jika semua yang syarat permohonan lengkap dan telah diajukan, ada biaya perkara yang perlu dibayar oleh pemohon.

Itulah hal-hal mengenai talak yang perlu diketahui oleh pasangan suami istri.

Jadikan sebagai pengetahuan dan sebisa mungkin dihindari, ya!

Jaga kerukunan dan keharmonisan rumah tangga sehingga talak tidak perlu diucapkan serta terhindar dari perceraian.

  • https://dalamislam.com/hukum-islam/pernikahan/talak
  • https://tanyasyariah.com/konsultasi/kalimat-yang-menjadi-jatuhnya-talak/
  • https://www.researchgate.net/publication/249406254_Research_on_Divorce_Continuing_Trends_and_New_Developments
  • https://islam.nu.or.id/nikah-keluarga/syarat-dan-ketentuan-jatuhnya-talak-atau-cerai-suami-istri-hRFDU

Konten di bawah ini disajikan oleh advertiser.
Tim Redaksi Orami tidak terlibat dalam materi konten ini.


FOLLOW US

facebook
twitter
instagram
spotify
tiktok

Orami Articles — Artikel Seputar Parenting, Kesehatan,
Gaya Hidup dan Hiburan

Copyright © 2024 Orami. All rights reserved.

rbb