28 September 2022

Hepatitis D: Penyebab, Gejala, Diagnosis, Komplikasi, dan Pencegahan

Merupakan replikasi dari virus hepatitis B
Hepatitis D: Penyebab, Gejala, Diagnosis, Komplikasi, dan Pencegahan

Hepatitis D atau disebut dengan hepatitis delta adalah infeksi virus yang disebabkan oleh virus hepatitis D (HDV).

Virus ini menyebabkan peradangan pada hati.

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), sebanyak 5 persen orang di seluruh dunia yang menderita hepatitis B kronis juga mengalami hepatitis D.

Angkanya mencapai 15 hingga 20 juta penderita.

Tingkat tertinggi berasal dari Afrika, Asia, Eropa Timur, Timur Tengah, Amerika Selatan, dan Kepulauan Pasifik.

Guna mencegah penyakit ini, disarankan untuk melakukan vaksin hepatitis B.

Baca Juga: Hepatitis A, Cari Tahu Gejala, Penyebaran, hingga Cara Mencegahnya

Penyebab Penyakit Hepatitis D

Virus
Foto: Virus (Istockphoto)

Penderita terinfeksi penyakit ketika melakukan kontak langsung dengan penderita.

Penularan terjadi lewat cairan tubuh, seperti darah, cairan vagina, dan sperma.

Namun, seseorang hanya bisa terkena hepatitis D jika sudah menderita hepatitis B.

Sebab, virus HDV merupakan replikasi dari virus hepatitis B.

Proses penularan juga bisa berlangsung lewat berbagi jarum, berhubungan seks tanpa pengaman, melakukan kontak darah ke darah, proses persalinan, dan penggunaan alat medis yang tidak steril.

Sementara batuk atau bersin, duduk di sebelah penderita, berpelukan, berpegangan tangan, dan berbagi alat makan tidak menularkan virus.

Virus juga tidak menular melalui makanan atau minuman.

Beberapa golongan yang berisiko terinfeksi virus, di antaranya penderita hepatitis B, belum melakukan vaksinasi hepatitis B, dan tinggal di area pandemi.

Baca Juga: Apa Pengaruh Hepatitis B pada Kesuburan?

Gejala yang Dialami Penderita

Wanita Mengalami Kelelahan
Foto: Wanita Mengalami Kelelahan (unsplash.com)

Hepatitis D terdiri dari dua jenis, yaitu kronis dan akut atau keduanya.

Penderita dengan kondisi akut mengalami gejala berupa:

  • Kelelahan
  • Kehilangan selera makan
  • Nyeri di perut bagian kanan atas, di atas hati
  • Urine berwarna gelap
  • Mual dan muntah
  • Menguningnya kulit dan bagian putih mata (jaundice)

Sementara pada penderita dengan kondisi kronis umumnya tidak menampakkan gejala apa pun.

Bahkan, setelah bertahun-tahun terinfeksi.

Namun, seiring dengan waktu, penderita mungkin mengalami gejala kerusakan hati, seperti:

  • Rasa lelah berlebihan
  • Penurunan berat badan tiba-tiba
  • Kelemahan
  • Gatal pada kulit
  • Pembengkakan pada perut dan pergelangan kaki
  • Menguningnya kulit dan bagian putih mata

Baca Juga: Mengenal Tes HBsAg, Penting untuk Mendeteksi Hepatitis B

Diagnosis Penyakit Hepatitis D

Langkah pertama yang dilakukan dokter adalah melihat riwayat kesehatan medis penderita.

Kemudian, dokter akan melakukan pemeriksaan fisik lengkap guna memastikan diagnosis.

Pertimbangannya dilakukan melalui gejala yang dialami dan faktor pemicu yang dimiliki oleh penderita.

Prosedur penunjang seperti tes darah juga dilakukan untuk memastikan diagnosis.

Adapun tes lainnya yang bisa dilakukan, meliputi:

  • USG, yaitu tes pencitraan yang dilakukan menggunakan gelombang suara untuk menampilkan gambaran organ, jaringan, dan struktur lain di dalam tubuh.
  • Biopsi, yaitu prosedur pengambilan sampel sel dari dalam tubuh kemudian diuji di laboratorium.

Baca Juga: Kenali Fase Hepatitis Akut, Mulai dari Masa Inkubasi sampai Fase Pemulihan!

Prosedur Pengobatan Penyakit Hepatitis D

Minum Obat
Foto: Minum Obat (Istockphoto)

Saat ini, tidak ada obat yang diberikan untuk mengatasi penyakit.

Pengobatan dilakukan untuk membantu meringankan gejala yang dialami.

Untuk penderita penyakit kronis, dokter akan meresepkan obat yang disebut dengan interferon-alfa pegilasi.

Tujuannya adalah menurunkan risiko perburukan gejala.

Obat biasanya diberikan untuk dikonsumsi selama 48 minggu.

Penderita juga memerlukan pengobatan guna mengelola hepatitis B.

Obat yang diberikan termasuk antivirus dan obat untuk meningkatkan kekebalan tubuh.

Dalam kondisi kronis yang berisiko menyebabkan komplikasi, penderita memerlukan pengobatan untuk membatasi kerusakan hati.

Dalam kasus kerusakan hati parah atau gagal hati, prosedur transplantasi organ hati mungkin perlu dilakukan.

Komplikasi Penyakit Hepatitis D

Infeksi akut meningkatkan risiko kerusakan hati.

Kondisi ini terkadang menyebabkan gagal hati akut.

Dalam kondisi kronis, hepatitis D meningkatkan risiko:

  • Sirosis, yaitu munculnya jaringan parut pada organ hati
  • Gagal hati, yaitu kondisi ketika organ hati mengalami kerusakan sehingga tidak dapat menjalankan fungsi normalnya.
  • Kanker hati, yaitu pertumbuhan sel abnormal dalam organ hati

Gejala dari komplikasi ini dapat meliputi:

  • Mudah berdarah atau memar
  • Pembengkakan pada kaki atau pergelangan kaki karena retensi cairan
  • Menguningnya bagian kulit atau putih mata
  • Rasa gatal yang hebat
  • Penurunan berat badan tanpa sebab

Pengobatan untuk komplikasi dilakukan dengan mengonsumsi obat antivirus untuk mencegah kerusakan lebih lanjut.

Menghindari konsumsi alkohol dan mempertahankan pola hidup sehat.

Dalam kondisi kronis, prosedur pengobatan yang dilakukan, antara lain:

  • Terapi radiasi untuk membunuh sel kanker
  • Operasi untuk mengangkat bagian hati yang terkena kanker
  • Imunoterapi untuk membantu sistem kekebalan tubuh melawan sel kanker
  • Kemoterapi
  • Transplantasi hati

Untuk meminimalisir komplikasi, diagnosis dini kanker hati meningkatkan kemungkinan keberhasilan pengobatan.

Jika mengalami gagal hati, itu berarti hati tidak bisa menjalankan fungsinya dengan baik, sehingga perlu melakukan transplantasi hati.

Baca Juga: Perbedaan Hepatitis Akut dan Kronik, Mana yang Lebih Parah?

Langkah Pencegahan Penyakit Hepatitis D

Vaksinasi
Foto: Vaksinasi (Istockphoto)

Satu-satunya cara yang diketahui untuk mencegah hepatitis D dengan menghindari infeksi hepatitis B.

Adapun tindakan yang bisa dilakukan, antara lain:

  • Melakukan vaksinasi. Vaksinasi biasanya dilakukan dalam tiga rangkaian selama enam bulan.
  • Menggunakan pengaman. Praktikkan seks aman dengan menggunakan kondom.
  • Jangan menggunakan jarum suntik bergantian. Berbagi jarum suntik meningkatkan risiko karena telah terinfeksi darah dari pengguna sebelumnya.
  • Berhati-hatilah dengan tato dan tindik. Pastikan peralatan dibersihkan dengan baik dan gunakan jarum yang masih steril.

Itulah serba-serbi tentang hepatitis D dan langkah penanganannya.

Disarankan untuk segera memeriksakan diri jika mengalami gejalanya.

Penanganan dini diperlukan guna mencegah gejala semakin bertambah parah.

Jika sudah didiagnosis, lakukan pemeriksaan rutin guna memantau kondisi.

Ini juga dilakukan guna membantu mencegah penularan penyakit pada orang yang sehat.

  • https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/hepatitis-d
  • https://www.healthline.com/health/delta-agent-hepatitis-d
  • https://www.medicalnewstoday.com/articles/325922

Konten di bawah ini disajikan oleh advertiser.
Tim Redaksi Orami tidak terlibat dalam materi konten ini.


FOLLOW US

facebook
twitter
instagram
spotify
tiktok

Orami Articles — Artikel Seputar Parenting, Kesehatan,
Gaya Hidup dan Hiburan

Copyright © 2024 Orami. All rights reserved.

rbb