05 Desember 2024

Mengenal Tunagrahita: Penyebab, Gejala, dan Penanganannya

Kondisi ini umumnya disebut keterbelakangan mental

Tunagrahita adalah kondisi di mana seseorang memiliki kecerdasan di bawah rata-rata dan kesulitan menyesuaikan diri dalam kehidupan sehari-hari akibat faktor seperti cedera atau gangguan fungsi otak.

Kondisi ini dapat menyebabkan keterbatasan dalam belajar, bersosialisasi, hingga aktivitas fisik, dengan gejala yang biasanya terdeteksi saat anak tumbuh atau sebelum usia 18 tahun.

Selain memiliki keterbatasan, melansir dari Center for Parent Information & Resources, tunagrahita juga menyebabkan IQ rendah serta kesulitan dalam menyesuaikan diri di kehidupan sehari-hari termasuk bersosialisasi.

Tunagrahita memiliki empat level, yaitu ringan, moderat, berat, dan mendalam, yang masing-masing memerlukan perhatian khusus.

Yuk, pelajari lebih lanjut cara mendeteksi dan mendukung anak dengan tunagrahita dalam artikel ini!

Baca Juga: Ketahui Pengertian Tuna Daksa, Jenis dan Penyebabnya

Gejala Tunagrahita

Ilustrasi Bayi Tuna Grahita
Foto: Ilustrasi Bayi Tuna Grahita (Freepik.com)

Gejala tunagrahita tiap orang bervariasi berdasarkan tingkat disabilitas anak.

Namun, ada beberapa gejala umum yang dapat Moms jadikan panduan seperti melansir dari American Association on Intellectual and Developmental Disabilities.

  • Kegagalan untuk memenuhi tonggak intelektual.
  • Duduk, merangkak, atau berjalan lebih lambat dari anak-anak lain.
  • Masalah belajar berbicara atau kesulitan berbicara dengan jelas.
  • Masalah memori.
  • Ketidakmampuan untuk memahami konsekuensi dari tindakan.
  • Ketidakmampuan untuk berpikir logis.
  • Perilaku kekanak-kanakan yang tidak sesuai dengan usia anak.
  • Kurangnya keingintahuan.
  • Kesulitan belajar.
  • IQ di bawah 70.
  • Tidak mampu menjalani kehidupan mandiri.
  • Sulit berkomunikasi.
  • Sulit bersosialisasi dan berinteraksi dengan orang lain.

Apabila Si Kecil mengalami tunagrahita, maka anak akan melakukan sejumlah perilaku seperti:

  • Agresif.
  • Ketergantungan.
  • Menarik diri dari kegiatan sosial.
  • Suka mencari perhatian.
  • Depresi selama masa remaja.
  • Kurangnya kontrol impuls.
  • Pasif.
  • Kecenderungan untuk melukai diri sendiri.
  • Keras kepala.
  • Rendah diri.
  • Toleransi rendah hingga frustasi.
  • Gangguan psikotik.
  • Kesulitan memperhatikan.

Beberapa orang dengan tuna grahita akan mengalami karakteristik fisik tertentu seperti perawakan pendek atau kelainan wajah.

Baca Juga: 7+ Perilaku Bayi Down Syndrome yang Perlu Moms Ketahui, Catat!

Penyebab Tunagrahita

Ilustrasi Anak Tuna Grahita
Foto: Ilustrasi Anak Tuna Grahita (Orami Photo Stock)

Sebagian besar kasus tuna tidak diketahui penyebabnya. Tapi, kondisi ini biasanya terjadi karena adanya penyakit, cedera, atau kerusakan fungsi otak.

Biasanya tuna grahita ini dialami oleh anak berusia di bawah 18 tahun. Tapi, sebagian besar kasus dapat diketahui ketika bayi masih dalam kandungan.

Namun, tak dipungkiri bahwa kasus tunagrahita dapat terjadi ketika anak beranjak remaja karena penyakit atau peristiwa yang menyebabkan kerusakan otak.

Meskipun penyebab tunagrahita masih belum diketahui secara pasti, tapi ada beberapa penyebab umum yang bisa Moms waspadai yakni:

  • Kondisi genetik tertentu, seperti sindrom Down, fenilketonuria, atau sindrom X rapuh.
  • Sindrom alkohol janin.
  • Kelainan bawaan atau malformasi otak.
  • Beberapa infeksi, seperti meningitis, campak, atau batuk rejan.
  • Paparan racun seperti merkuri atau timbal.
  • Cedera kepala serius.
  • Stroke.
  • Penyakit ibu, seperti rubella, penggunaan narkoba, atau infeksi selama kehamilan.
  • Masalah saat lahir, seperti oksigenasi yang tidak mencukupi.
  • Malnutrisi ekstrem.
  • Perawatan medis yang tidak memadai.

Cara Mendiagnosis Tunagrahita

Untuk dapat mendiagnosis seseorang mengidap tunagrahita, ada sejumlah evaluasi yang akan dilakukan oleh para ahli, dokter dan tenaga medis.

Meurut American Speech-Language-Hearing Association menjelaskan (ASHA) Berikut ini tahapan yang akan dilakukan untuk mendiagnosis apakah anak memiliki tunagrahita?

  • Wawancara.
  • Pengamatan.
  • Tes kecerdasan umum meliputi Tes Kecerdasan Stanford-Binet untuk menentukan IQ anak.
  • Tes Vineland Adaptive Behavior Scales, yakni tes yang memberikan penilaian tentang keterampilan hidup sehari-hari dan kemampuan sosial anak dibandingkan anak-anak lainnya dalam kelompok usia yang sama.

Tapi, Moms perlu mengetahui bahwa anak-anak dari budaya dan status sosial ekonomi yang berbeda akan melakukan tes secara berbeda pula. Hal ini dilakukan agar diagnosis dokter lebih akurat.

Selanjutnya, dokter akan melakukan proses evaluasi terhadap anak termasuk mengunjungi beberapa ahli seperti psikolog, ahli patologi bicara, pekerja sosial, ahli saraf, dokter anak, terapis fisik, hingga tes laboratorium.

Tahapan tersebut penting untuk mengetahui dan mendeteksi kelainan metabolisme dan genetik, serta masalah struktural pada otak anak.

Kondisi lainnya yang memungkinkan anak terdiagnosis tunagrahita ialah masalah gangguan pada pendengaran, gangguan belajar, gangguan neurologis, dan emosional hingga keterlambatan pertumbuhan.

Kemudian, dokter akan menggunakan hasil tes dan evaluasi ini untuk mengembangkan rencana perawatan dan pengobatan hingga pendidikan untuk anak yang mengidap tunagrahita.

Baca Juga: 7 Cara Menjaga Kesehatan Mental Anak, Perhatikan Moms!

Perawatan untuk Tuna Grahita

Ilustrasi Bayi Down Syndrome
Foto: Ilustrasi Bayi Down Syndrome (Freepik.com)

Tunagrahita merupakan kondisi yang akan dialami seseorang seumur hidupnya karena hingga kini belum ditemukan obat yang mampu menyembuhkan kondisi tersebut.

Meski begitu, banyak orang dengan tunagrahita bisa belajar untuk meningkatkan fungsi otak dan fisik agar bisa hidup normal dan beraktivitas layaknya anak-anak sehat lainnya.

Menerima stimulasi dini dan berkelanjutan dapat meningkatkan fungsi otak, sehingga memungkinkan seseorang untuk berkembang.

Beberapa hal yang bisa Moms lakukan jika anak mengidap tunagrahita ialah memberikan kebutuhan, mengajarkan agar lebih kuat, hingga dukungan moral.

Bahkan kini, sudah banyak layanan tersedia untuk membantu penyandang tunagrahita dan keluarganya untuk mendapatkan dukungan yang mereka butuhkan.

Sebagian besar layanan ini memungkinkan seseorang dengan tunagrahita menjalani harinya dengan normal dalam masyarakat.

Diagnosis dari dokter akan menentukan layanan, perlindungan, perawatan, dan pengobatan apa yang cocok.

Dengan dukungan dan perawatan yang tepat, banyak penyandang tunagrahita dapat mencapai peran produksi yang sukses di masyarakat.

Selain konsumsi obat-obatan, jika anak telah beranjak atau memasuki usia sekolah, sebaiknya Moms memasukkannya ke sekolah khusus agar anak lebih mudah mengikuti pelajaran dan tidak merasa berbeda dibandingkan dengan anak-anak lain.

Komplikasi Kondisi Tunagrahita

Depresi Anak
Foto: Depresi Anak (Freepik.com/freepik)

Tunagrahita bukan hanya memengaruhi kecerdasan, tetapi juga dapat menimbulkan berbagai komplikasi yang memengaruhi kualitas hidup penderitanya. Berikut beberapa komplikasi yang mungkin terjadi:

1. Gangguan Kesehatan Mental

Tunagrahita dapat memicu masalah mental seperti ADHD, gangguan spektrum autisme, gangguan perilaku impulsif, kecemasan (anxiety), dan depresi.

Kondisi ini sering memperburuk kemampuan anak untuk belajar atau bersosialisasi.

2. Masalah Kesehatan Fisik

Gangguan seperti epilepsi, gangguan motorik, atau masalah penglihatan dan pendengaran sering ditemukan pada pengidap tunagrahita. Hal ini dapat membatasi mereka dalam melakukan aktivitas sehari-hari.

3. Kesulitan Belajar

Anak dengan tunagrahita membutuhkan metode pembelajaran khusus karena kesulitan memahami atau mengingat informasi. Jika tidak ditangani, ini dapat memengaruhi pendidikan mereka di masa depan.

4. Masalah Sosial dan Emosional

Kesulitan berinteraksi dengan orang lain dapat menyebabkan anak merasa terisolasi, rendah diri, atau frustrasi. Hal ini bisa memengaruhi perkembangan emosi mereka.

Tak hanya itu, kesabaran dan ketelatenan dibutuhkan dalam merawat anak tunagrahita.

Membangun kepercayaan diri dan latih kemandiriannya agar dapat bersosialisasi dengan lingkungan sekitar selayaknya anak normal seusianya.

Dengan kasih sayang orang tua, teman, dan keluarga yang mengelilinginya, tentunya Si Kecil akan merasa bahagia dan tumbuh jadi anak yang mandiri, percaya diri, sehat, dan dapat bersosialisasi dengan baik.

Jangan lupa untuk memeriksakan anak secara berkala ke dokter spesialis untuk mengetahui kemajuan dan tumbuh kembang anak dengan baik. Semangat ya, Moms!

  • https://www.medicalnewstoday.com/articles/intellectual-disability#management
  • https://www.healthline.com/health/mental-retardation#treatment
  • https://www.parentcenterhub.org/schoolage/
  • https://www.aaidd.org/intellectual-disability/definition
  • https://www.cdc.gov/ncbddd/childdevelopment/facts-about-intellectual-disability.html?CDC_AA_refVal
  • https://www.asha.org/practice-portal/clinical-topics/intellectual-disability/

Konten di bawah ini disajikan oleh advertiser.
Tim Redaksi Orami tidak terlibat dalam materi konten ini.


FOLLOW US

facebook
twitter
instagram
spotify
tiktok

Orami Articles — Artikel Seputar Parenting, Kesehatan,
Gaya Hidup dan Hiburan

Copyright © 2024 Orami. All rights reserved.