24 Juli 2024

Ketindihan: Penyebab, Gejala, Diagnosis, hingga Komplikasi

Ketahui juga penjelasan dari sisi primbon Jawa dan pandangan Islam

Ketindihan atau sleep paralysis adalah kondisi saat seseorang merasa terjaga namun tidak bisa bergerak atau berbicara.

Ketahui penyebab, gejala, dan cara mengatasi ketindihan agar tidur lebih nyenyak dan nyaman.

Baca Juga: 4 Posisi Tidur yang Baik untuk Meningkatkan Kualitas Tidur

Mengenal Ketindihan atau Sleep Paralysis

Ketindihan Saat Tidur (Orami Photo Stock)
Foto: Ketindihan Saat Tidur (Orami Photo Stock)

Merasa ketindihan saat tidur dikenal pula dengan istilah sleep paralysis.

Kondisi ini diartikan sebagai perasaan sadar atau setengah tidur, tetapi tubuh tidak bisa digerakkan.

Saat mengalami sleep paralysis, Moms mungkin tidak dapat bergerak atau berbicara selama beberapa detik hingga menit.

Bahkan, sebagian orang mungkin juga merasakan tekanan atau rasa tercekik.

Sleep paralysis alias kelumpuhan tidur dapat menyertai gangguan lainnya, seperti narkolepsi.

Narkolepsi adalah kebutuhan tidur yang sangat besar akibat masalah kemampuan otak untuk mengatur tidur.

Menurut Sleep Foundation, kelumpuhan tidur dikategorikan sebagai jenis parasomnia.

Arti ketindihan atau parasomnia merupakan perilaku abnormal saat tidur.

Kondisi ini terhubung dengan tahap rapid eye movement (REM) dari siklus tidur. Karenanya, kelumpuhan tidur dianggap sebagai parasomnia REM.

Baca Juga: Mengenal Sleep Apnea, Berikut Gejala, Penyebab, dan Cara Mengatasinya Moms

Gejala Ketindihan atau Sleep Paralysis

Gangguan Tidur
Foto: Gangguan Tidur (Chronobiology.com)

Gejala mendasar dari kelumpuhan tidur atau ketindihan adalah ketidakmampuan untuk menggerakkan tubuh.

Hal ini biasanya terjadi segera setelah tertidur.

Seseorang mungkin merasa terjaga dan menyadari bahwa dirinya kehilangan kontrol otot pada tubuh.

Menurut penelitian yang diterbitkan dalam U.S National Library of Medicine, diperkirakan 75% dari gejala ketindihan saat tidur melibatkan halusinasi yang berbeda dari mimpi biasa.

Seperti atonia, ini dapat terjadi saat tertidur (halusinasi hipnagogik) atau terjaga (halusinasi hipnopompik).

Halusinasi selama ketindihan saat tidur terbagi dalam 3 kategori, yaitu:

  • Halusinasi penyusup, yang melibatkan persepsi orang berbahaya atau kehadiran di dalam ruangan.
  • Halusinasi tekanan dada, juga disebut halusinasi inkubus (incubus hallucination), yang dapat memicu perasaan lemas. Ini sering terjadi bersama dengan halusinasi penyusup.
  • Halusinasi motorik vestibular (V-M), yang dapat mencakup perasaan bergerak (seperti terbang) atau sensasi berada di luar tubuh.

Baca Juga: Ini 13 Cara Cepat Tidur untuk Para Penderita Insomnia

Atonia sering kali terasa menyulitkan seseorang saat tidur.

Halusinasi yang cukup parah dapat membuat gejala ketindihan saat tidur menjadi lebih mengganggu.

Karena alasan itulah, sekitar 90% episode dikaitkan dengan ketakutan yang parah.

Sementara itu, hanya sebagian kecil yang mengalami halusinasi menyenangkan atau membahagiakan.

Berdasarkan Journal of Neuropsychiatric Disease and Treatment, episode sleep paralysis dapat berlangsung selama beberapa detik hingga sekitar 20 menit.

Umumnya, durasi rata-ratanya adalah antara 6-7 menit. Pada kebanyakan kasus, episode berakhir dengan sendirinya.

Tak menutup kemungkinan, episode tersebut terganggu oleh sentuhan, suara orang lain, atau upaya diri sendiri yang intens untuk bergerak sebagai upaya mengatasi atonia.

Baca Juga: 3 Posisi Tidur untuk Mengurangi Nyeri Dada, Hindari Tengkurap!

Faktor Risiko Ketindihan atau Sleep Paralysis

Tidur Cukup
Foto: Tidur Cukup (Unsplash.com/bruce mars)

Sebanyak 4 dari 10 orang sangat mungkin mengalami kelumpuhan tidur atau ketindihan.

Kondisi ini sering kali terjadi pada masa remaja. Baik pria maupun wanita dari segala usia dapat mengalaminya.

Menurut penelitian dalam National Institute of Neurological Disorder and Stroke, kelumpuhan saat tidur memang dapat terjadi pada semua usia.

Tetapi, gejala pertama sering muncul pada masa kanak-kanak, remaja, atau dewasa muda (rentang usia 7-25 tahun).

Setelah dimulai pada masa remaja, episode sleep paralysis dapat berulang, bahkan terjadi lebih sering ketika menginjak usia 20-an dan 30-an.

Faktor yang mungkin menyebabkan sleep paralysis, meliputi:

  • Kurang tidur
  • Jadwal tidur yang berubah
  • Kondisi mental seperti stres atau gangguan bipolar
  • Tidur telentang
  • Masalah tidur lainnya seperti narkolepsi atau kram kaki di malam hari
  • Penggunaan obat-obatan tertentu, seperti untuk ADHD
  • Penyalahgunaan zat.

Sementara itu, Quality of Life Research menyatakan bahwa kelumpuhan saat tidur mungkin berkaitan dengan kondisi kesehatan mental tertentu.

Misalnya, pada orang dengan gangguan kecemasan, termasuk gangguan panik, mereka lebih mungkin mengalami sleep paralysis.

Menurut medis, penyebab ketindihan dapat berkaitan dengan adanya gangguan stres pasca-trauma (PTSD).

Konten di bawah ini disajikan oleh advertiser.
Tim Redaksi Orami tidak terlibat dalam materi konten ini.


FOLLOW US

facebook
twitter
instagram
spotify
tiktok

Orami Articles — Artikel Seputar Parenting, Kesehatan,
Gaya Hidup dan Hiburan

Copyright © 2024 Orami. All rights reserved.